Di suatu siang di Coffee Shop di Plaza Senayan.
"Brengsek si Ical. Gara-gara dia, gue gak jadi pulang bareng Sophi." Kata Iwan.
"Alah, kalo lo samperin juga belom tentu dia mau pulang bareng lo. Muka lo mesum tuh bro." Timpal Donny.
"Eh, tapi masih mesuman si Roy, don. Gak bisa liat lo mukanya dia? Mafia G-String gitu. Gak kasian lo liat si Sophi?"
"Ah lebih kasian liat Sophia sama lo. Hehe."
"Kampret... gue tuh ya orang paling alim yang pernah elo kenal. Semua orang juga tau, don."
"Tau luarnya, dalemnya mah belatungan. Busuk." Kata Donny lantang.
Orang-orang yang sedang santai menyesap kopinya merasa terganggu mendengar kata-kata explicit yang dilontarkan Donny. Dengan bijak orang itu berdehem. Memberi isyarat.
"Ya masih mending gue lah. Ibarat belatung nih, yang gue makan bukan bangke, tapi Pizza."
"Iya, tapi Pizza bulukan."
Orang yang tadi berdehem kembali, menegur. Kali ini, makin keras. Orang yang lain gusar.
"Lah kalo si Roy, udah makanin daging busuk, terus sampe tainya dimakan juga."
Salah satu pelayan cafe mendatangi Donny dan Iwan.
"Kenapa mas?" Tanya Iwan polos.
"Maaf mas, bicaranya agak pelan sedikit, yang lain terganggu." Kata si pelayan.
"Ngomong apa? Kita gak ngomongin mereka kok?" Kata Iwan sambil celingukan. Setiap orang yang disitu memandang sinis ke arah Donny dan Iwan. Mungkin jika pembunuhan dilegalkan, sudah sedari tadi mereka menancapkan tombak di punggung Donny dan Iwan.
"Iya mas, maaf ya. Temen saya emang agak idiot. Tulalit." Bisik Donny pada si pelayan.
Si pelayan melihat Iwan sambil mengangguk-angguk lalu berlalu dari hadapan mereka.
"Ngomong apaan lo?" Tanya Iwan.
"Lo idiot, tolol, norak, gak ada otak..." Jawab Donny kemudian ia meneguk minumannya.
"Ah, bangke lo." Iwan senyum-senyum ke salah satu pengunjung yang terlihat gusar setelah menyebut kata itu.
Ponsel Donny berdering. Nama Sophia berkedip di LCD ponselnya. Ia menjawabnya.
"Halo soph..."
Mendengar nama Sophia disebut, Iwan bangkit dari duduknya pindah ke sebelah Donny. "Don, loudspeaker dong." Bisik Iwan.
Donny memencet keypad ponselnya untuk mengaktifkan mode loudspeaker.
"Lo dimana?" Mereka bisa mendengar suara Sophia. Namun terdengar sedikit bergetar. Sedang menangis.
"Lo kenapa, Soph?" Tanya Donny.
"Gak apa-apa. Gue mau ketemu lo, bisa?"
Donny dan Iwan saling berpandangan. "Bisa aja sih. Kapan?"
"Sekarang." Sophia menahan tangisnya. "Lo dimana?"
"Coffee Shop biasa di Plaza Senayan."
"Oh deket. Gue kesana ya. Sepuluh menit lagi sampe. Bye..."
-tut- -tut-
Sophia telah memutuskan sambungan dengan cepat. Iwan dan Donny berpandangan. "Kenapa ya, don?"
"Tau..." Mereka diam. Pikiran mereka sibuk menerka-nerka. "Eh wan, lo jangan bawel ya. Ada kemungkinan dia males cerita kalo ada lo."
"Lho kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Diatas Balkon
RandomKisah kehidupan 2 orang sahabat Iwan dan Donny yang menjalanin kehidupan bersama sejak SMA sampai dengan Kuliah dengan latar waktu 90'an akhir sampai dengan 2000'an awal. Donny, cowo normal rata-rata, sedikit konyol, dan memiliki jiwa sosial yang cu...