Donny membuka kedua matanya. Tubuhnya terasa sangat lemah. Ia tidak mampu mengangkat tubuhnya, namun ia berusaha bangkit. Ia mengamati sekeliling. Mencoba menerka-nerka dimana saat ini ia berada. Didapatinya ia saat ini sedang berbaring di sebuah tempat tidur. Ia dapat melihat jarum infus yang menancap pada punggung tangannya yang dengan cepat diyakini bahwa saat ini ia sedang berada di sebuah kamar perawatan rumah sakit. Ia mencoba menegakkan tidurnya menjadi posisi duduk namun kemudian terhenti ketika ia merasakan perih di area sekitar perut. Ia meraba perutnya dan berusaha mengingat kejadian sebelumnya. Ia ingat. Perutnya tertusuk pisau Roy. Ya, pisau Roy. Persis menancap di perut Donny pada saat itu.
Donny melihat sekeliling ruangan dan mendapati Carla yang sedang terbaring di sofa yang terletak tepat di samping tempat tidurnya. Carla tertidur. Sophia juga ada disana, tertidur sambil mendekap bantal sofa di samping Carla. Donny tidak mau mengganggu mereka. Donny menghela nafas panjang. Ia mencoba memejamkan matanya kembali. Donny terjaga ketika ia mendengar pintu kamarnya terbuka. Iwan merangsek masuk seiring dengan terbukanya pintu kamar Donny.
"Eh, elo wan. Lo gak apa-apa?" Tanya Donny.
Iwan mengangguk. "Aman, brother." Jawabnya sambil membuat gestur huruf O dengan ibu jari dan telunjuknya sambil menutup pintu.
"Kok lo gak ada bekas luka-luka atau apa gitu? Kan lo abis dikeroyok sama gank si Roy?" Tanya Donny heran. "Emang bangsat tuh si Roy beraninya keroyokan. Awas aja kalo tuh bajingan ketemu gue di jalan. Gue colok lobang kencingnya pake paku beton." Ancamnya.
Iwan hanya tersenyum tipis. Iwan menatap tabung infus yang terletak di samping Donny kemudian matanya bergerak turun kearah lengan Donny yang tertancap jarum infus.
"Kok lo diem aja? Nahan mencret lo, nyet? Sini lah." Ledek Donny pelan takut membangunkan Carla dan Sophia yang tertidur di sofa penunggu pasien.
Iwan masih tersenyum. Kali ini Iwan berjalan mendekat. Ia menaruh sesuatu di tangan Donny. Sebuah cincin. Cincin yang pernah ditunjukkan Iwan kepadanya beberapa waktu yang lalu. "Apaan nih, wan?"
"Gue minta tolong sama lo, brother. Tolong simpenin cincin gue dulu." Jawab Iwan.
"Dih, lo emang mau kemana?" Tanya Donny.
"Ada urusan." Jawab Iwan singkat.
"Ah bangsat! Gue tau nih kalau lo udah begini. Mau ngadepin Roy sendirian kan lo?" Terka Donny. Ia lantas mencoba bangkit dari tidurnya dengan susah payah menahan sakit. Ia meringis kesakitan namun memaksakan untuk bangkit.
"Eits, mau kemana buru-buru?" Iwan mencegah Donny untuk bangkit dari tidurnya. "Tenang, brother. Masih banyak waktu buat kita ambil perhitungan sama itu orang." Sahutnya lagi.
Donny merebahkan badannya kembali ke tempat tidur dengan ditopang sedikit oleh Iwan secara perlahan.
"Lah, terus lo mau kemana?" Tanya Donny.
"Gak kemana-mana. Gue cuma minta tolong lo pegangin dulu." Jawab Iwan.
"Nah iyaaa, emang lo mau ngapain? Emang gak bisa lo kantongin sendiri? Kenapa harus gue yang simpen? Nanti ilang sama gue, disuruh ganti pula gue." Cerocos Donny.
Iwan tidak menjawab, melainkan hanya tersenyum tipis yang kemudian menoleh ke arah Sophia yang masih tertidur dengan pulas.
"Ini cincin yang kemaren kan? Kenapa lo kasih gue?" Tanya Donny heran.
Iwan masih membisu. Ia berjalan mendekati Sophia.
Bangsat kali si Iwan. Diajak ngobrol malah cuek. Donny membatin dengan sedikit kesal. Matanya mengikuti tubuh Iwan ketika bergerak mendekati Sophia yang kemudian Iwan mencium kening Sophia sambil membelai lembut rambutnya. Sophia terlihat makin mempererat dekapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Diatas Balkon
RandomKisah kehidupan 2 orang sahabat Iwan dan Donny yang menjalanin kehidupan bersama sejak SMA sampai dengan Kuliah dengan latar waktu 90'an akhir sampai dengan 2000'an awal. Donny, cowo normal rata-rata, sedikit konyol, dan memiliki jiwa sosial yang cu...