-Wush-
Sebuah mobil SUV hitam berpenumpang tiga orang melintas cepat di malam itu menyusuri hutan pinus menuju sebuah rumah besar di daerah Kintamani, Bali. Ricky dan Johanes duduk membisu sejak turun dari bandara menuju ke rumah besar tersebut.
-Klek-
Johanes membuka pintu mobil kemudian bergerak keluar yang diikuti oleh Ricky. Ricky kemudian berjalan menuju teras rumah tersebut kemudian mengambil bungkus rokok dari saku celananya.
"Tunggu dulu, bro." Kata Ricky ketika melihat Johanes akan membuka pintu rumah tersebut. "Sebat dulu, bro."
Johanes mengurungkan niat membuka pintu tersebut kemudian menghampiri Ricky yang sudah menyulut rokoknya dan menghembuskan asapnya secara sembarang.
"Wei udah datang?" Tanya Ricky.
"Infonya sih udah dari sore tadi." Sahut Johanes.
"Sendiri?" Tanya Ricky lagi.
"Sama Sullivan."
Ricky mengangguk sembari menghisap rokok putihnya.
"Apa kita harus pisahin mereka berdua?" Tanya Johanes. Sembari berbicara, kedua matanya tetap fokus menyusuri semua area di sekeliling rumah untuk mengantisipasi ancaman sedini mungkin.
"Biar aja. Sepertinya Sullivan juga perlu tahu. Kalau memang ada apa-apa, dia bisa ditarik mundur." Ricky mengeluarkan senjata api jenis pistol genggam pabrikan Austria dari holster yang tersemat di pinggangnya. Ia kemudian memasukan magasin, yang tadi sempat dikeluarkan dari unit pistolnya saat tiba di bandara, ke dalam pistol tersebut, mengokangnya lalu memasukan kembali pistol tersebut ke holsternya serta mengunci pengaman setelahnya.
"Duh, bos. Jadi tegang gini situasinya." Kata Johanes.
"Jaga-jaga. Kita gak pernah tau ancaman kedepannya seperti apa." Jawab Ricky tenang.
Johanes juga mencabut pistol yang sedari tadi tersemat di pinggangnya kemudian mengokangnya dan memasukan kembali ke holster di pinggangnya. Dengan dikokangnya pistol tersebut menandakan bahwa sebutir peluru sudah mengisi laras pistolnya.
Ricky kemudian membuang puntung rokoknya lalu bergegas ke pintu dan mengetuknya. Seorang petugas membuka pintu tersebut kemudian memberikan gestur hormat ketika melihat Ricky dan Johanes. Ricky bergerak masuk diikuti oleh Johanes. Mereka berjalan menuju ruang rapat di lantai atas. Kondisi di dalam rumah tersebut nampak cukup kondusif namun tidak bagi perasaan Johanes. Dia sibuk menerka apa yang akan terjadi ketika nanti berbicara dengan Wei.
-Klek-
Pintu ruang atas dibuka oleh petugas dengan senjata laras panjang yang terpampang di tubuh bagian depannya. Ricky dan Johanes memasuki ruangan tersebut kemudian mendapati Wei yang sedang duduk berbincang dengan Sullivan.
(Penulis akan menerjemahkan pembicaraan dalam Bahasa Indonesia)
"Hai Wei, Sullivan, sudah lama kalian datang?" Sapa Ricky.
"Halo, kawan. Iya, lumayan lama." Sahut Sullivan yang kemudian berdiri dan menyalami Ricky.
Wei pun berdiri dan menyalami Ricky serta Johanes. "Ada perkembangan situasi kah?"
"Ada, silahkan duduk dulu." Sahut Ricky mempersilahkan. Wei dan Sullivan menerima tawaran tersebut kemudian kembali duduk di kursi mereka lagi.
Ricky pun menggeser kursi lalu duduk berhadapan dengan Wei dan Sullivan. Sedangkan Johanes berjalan menuju Coffee Maker yang berada di sudut ruangan.
"Kopi, bos?" Tanya Johanes kepada Ricky ketika memasukan kapsul kopi ke dalam mesinnya.
"Wah boleh tuh. Tanpa gula, ya." Kata Ricky menerima tawaran Johanes. "Thanks, bro."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Diatas Balkon
RandomKisah kehidupan 2 orang sahabat Iwan dan Donny yang menjalanin kehidupan bersama sejak SMA sampai dengan Kuliah dengan latar waktu 90'an akhir sampai dengan 2000'an awal. Donny, cowo normal rata-rata, sedikit konyol, dan memiliki jiwa sosial yang cu...