-- 4. Gue tau --

6 3 0
                                    

"Lo yakin tuh sama cerita lo?" Kata Vian.

"Ya iyalah. Gak tega gue ngarang-ngarang cerita tentang Donny."

"Gue jadi kasihan sama Donny. Terus abis itu gimana?"

"Kira-kira seminggu setelahnya, tepatnya abis ujian kenaikan kelas, dia nekat cabut dari rumah gitu."

"Hah... sendiri?"

"Awalnya mau sama gue, cuma gue kan harus ngurusin bisnis nenek gue dulu kira-kira 6 bulanan. Katanya dia disana sama kakaknya yang cowo. Tapi pas gue dateng kesana, taunya dia ngekos. Gak pernah tuh selama seminggu gue disana ketemu kakaknya. Sampe akhirnya gue tau dia emang hidup sendiri disana."

"Gila... masih SMA udah tinggal sendiri? Duit dari mana dia?"

"Mulanya sih masih pake duit tabungannya. Trus gak lama dia kerja gitu. Dia pernah kerja di restoran, pelayan toko, tukang tattoo..."

"Tattoo?" Sela Vian

"Iya, tattoo."

"Badannya bersih gitu. Gak ada tattoo sama sekali kayaknya. Biasanya kan tukang tattoo banyak tattoo gitu di badannya."

"Katanya sih dia gak gitu suka tattoo. Tapi dia punya satu yang keren di lengan kanannya. Gambar Athena gitu. Katanya itu kakaknya. Satu-satunya dewi yang dia sayang. Oh iya, dia juga sempet jadi DJ, lho. Yang ini lumayan lama dijalanin dia. Tiga atau empat taun gitu deh."

"Belajar dari mana dia?"

"Katanya dari kakaknya yang cowo. Waktu belum pindah ke Bali kan kakaknya DJ juga. Cuma gak lama. Nah si Donny sempet diajarin basic-nya sedikit."

"Anjrit, keren juga tuh anak. Itu masih SMA?"

"Iya, sampe lulus SMA aja dia masih nge-DJ. Gue pernah dateng ke acaranya dia gitu. Buset, rame banget. Katanya sih di Bali banyak juga yang kenal dia. Mana temen-temen bulenya cakep-cakep banget."

"Dia kuliah dimana? Udayana?"

"Gak. Katanya males. Mending nge-DJ. Padahal yang gue tau, dia itu orang yang gila belajar gitu."

Vian mengernyitkan kening.

"Iya, ancur-ancur gitu dia dari SMA lumayan pinter. Cuma males aja." Kata Iwan mengklarifikasi.

"Trus dia ngapain ke Jakarta kalo emang udah enak disana?"

"Dia itu cepet bosen sama seneng nyari hal baru. Kebetulan temen dia waktu di Bali nawarin join buka club di Jakarta. Dia mau aja. Kata dia, bosen nge-DJ. Tapi kalo kata gue sih alesan dia ya karena gak kuat lama-lama ninggalin cewenya disini."

"Oh ya? Keren. Club dimana?" Puji Vian.

"Punya dia yang pertama ada di daerah mangga besar. Lumayan rame, lho."

"Terus nge-DJ masih?"

"Gak, kan gue bilang dia mah cepet bosen. Club yang ada di mangga besar juga diurus sama temennya, Carlo. Gue juga sih. Tapi gue yang di daerah kemang. Beda konsep sama yang di mangga besar."

"Anjrit..." Vian terpukau. "Sukses banget tuh orang, tapi gak keliatan ya? Sumpah, gue gak nyangka abis. Dia punya dua club?"

Iwan menggeleng. "Tiga..." Katanya sambil mengacungkan tiga jarinya ke udara. "Yang satu lagi di Surabaya. Cuma gak gitu rame sih katanya. Masih baru. Itu juga gak semuanya punya dia. Dia cuma invest empat puluh lima persen aja."

Vian kagum terhadap Donny, seorang Enterpreneur yang ternyata cukup rendah hati. Dari penampilannya, Donny tidak menampakkan adanya penampilan yang berlebihan. Malah sepintas mirip anak kuliahan biasa yang disuplai uang tiap bulan dari orang tua. Siapa sangka selama kurang lebih lima tahun Donny berdiri sendiri. Tanpa menggantungkan hidup pada siapapun. "Gimana ceritanya dia bisa kuliah, padahal mah gak kuliah aja duitnya udah banyak."

Bintang Diatas BalkonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang