Vera mengendarai sedan sport pabrikan Jerman miliknya dengan tergesa-gesa pada siang itu menuju ke sebuah hotel berbintang yang terletak di pusat kota Jakarta. Sesuai dengan yang diperintahkan oleh Johanes. Yang dikhawatirkan olehnya dalam perjalanan menuju ke hotel bukan mengenai penyampaian rekaman suara yang didengar olehnya dan Alvian pagi itu, melainkan kemungkinan pertanyaan dari Johanes mengenai cara dia mendapatkan rekaman ini. Tentu Johanes akan menduga bahwa dia telah membeberkan kepada Alvian siapa dia sebenarnya dan itu berarti dia kemungkinan besar akan ditarik mundur dari operasi ini. Bahkan mungkin Alvian juga. Terlebih lagi jika Johanes mengetahui bahwa dirinya tengah mengandung.
Que sera sera. Whatever will be, will be. Ini demi kebaikan bersama. Pikirnya.
Vera keluar dari pintu mobilnya setelah menghentikan kendaraanya persis di depan lobby hotel yang kemudian di sambut ramah oleh juru parkir yang menawarkan fasilitas Valet. Setelah menerima tiket parkirnya, ia lalu berjalan menuju lobby hotel yang disambut oleh sapaan Doorman yang tersenyum kepadanya sambil meletakan tangannya di dada dan sedikit membungkuk. Ia lalu membuka pintu hotel dan mempersilahkan Vera untuk masuk kemudian mengantarkannya menuju meja resepsionis.
"Selamat siang, selamat datang di hotel kami. Saya dengan Cindy, ada yang dapat kami bantu?" Sapa sang resepsionis wanita ketika Vera sudah berada di depan meja resepsionis.
"Siang mbak, saya sudah ada reservasi di Presidential Suite. Boleh tahu di lantai berapa?" Kata Vera.
Mendengar kamar yang terbilang paling eksklusif disebut oleh Vera, resepsionis itu dengan sigap berusaha memberikan pelayanan terbaiknya. "Ada di lantai enam puluh, ibu. Reservasi atas nama ibu sendiri atau orang lain?" Kata Cindy.
"Atas nama Alvian." Jawab Vera sesuai arahan yang diberikan oleh Johanes. Ia enggan untuk bertanya lebih lanjut kenapa harus nama Alvian yang terdaftar di reservasi hotel tersebut.
Sang resepsionis menatap layar monitornya untuk memvalidasi nama pemesan. "Baik bu, boleh kami pinjam kartu identitasnya?"
Vera mengeluarkan kartu identitas dari dalam hand bag desainer luar negri miliknya yang satu unitnya mampu untuk membeli sebuah mobil mewah. Ia lalu memberikannya kepada Cindy.
Resepsionis itu menerimanya. "Terima kasih, bu. Saya mohon ijin untuk scan ID nya ya, bu?"
"Silahkan." Kata Vera sembari memeriksa cepat keadaan sekeliling ruangan.
"Baik, bu. Ini kami kembalikan. Apa ada barang yang bisa kami bantu bawakan?" Tanya Cindy setelah memberikan kartu identitas Vera.
"Gak ada, mbak." Jawab Vera setelah memasukan kartu identitas ke dalam hand bag miliknya.
"Baik, bu. Ini key card untuk kamar ibu. Apa perlu kami antarkan ibu ke kamar?" Tanya Cindy dengan ramah.
"Gak perlu, mbak. Terima kasih. Saya sudah tahu kok kamarnya." Jawab Vera sembari tersenyum. Ia berbohong. Vera memperkecil kemungkinan ada orang yang mengetahui siapa yang sudah berada di dalam kamar tersebut.
"Baik kalau begitu. Selamat beristirahat." Kata Cindy sembari menaruh tangan kanannya di dada.
"Terima kasih." Kata Vera. Ia lalu melenggang menuju private lift yang akan membawa dirinya ke lantai enam puluh hotel tersebut.
Tak lama kemudian ia telah tiba di depan pintu besar presidential suite yang dituju. Ia terdiam sejenak di depan pintu kamar sembari menghela nafas panjang sebelum memencet bel kamar itu.
-Ting- -Tong-
"..."
-Klek-
Tak beberapa lama kemudian, pintu besar tersebut terbuka dan Johanes lah yang ia lihat pertama kali. "Hey, sampai juga kau." Sapa Johanes. "Come!" Kata Johanes mempersilahkan masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Diatas Balkon
RandomKisah kehidupan 2 orang sahabat Iwan dan Donny yang menjalanin kehidupan bersama sejak SMA sampai dengan Kuliah dengan latar waktu 90'an akhir sampai dengan 2000'an awal. Donny, cowo normal rata-rata, sedikit konyol, dan memiliki jiwa sosial yang cu...