-- 25. Hal terburuk bisa terjadi malam ini --

3 3 0
                                    

-Tok- - Tok-

Pintu kamar Wei diketuk oleh Johanes pagi itu. Sullivan dan Ricky yang sudah berpakaian rapi berdiri di sisi kiri dan kanan Johanes yang sedang mengetuk pintu kamar hotel.

-Klek-

Pintu kamar Wei dibuka oleh pengawal dengan pistol genggam di tangannya.

"Wei sudah bangun?" Bisik Johanes kepada pria itu.

"Siap! Masih di kamarnya, Pak." Jawab pria itu setengah berbisik.

Johanes melirik arloji miliknya yang menunjukkan pukul empat lewat lima belas menit Waktu Indonesia bagian Timur kemudian lalu merangsek masuk ke kamar hotel tersebut dan mengetuk pintu kamar yang masih tertutup rapat.

-Tok- -Tok-

"Wei, bangunlah!" Kata Johanes.

Setelah menunggu agak lama, Wei membuka pintu kamarnya dengan penampilan lusuh.

-Klek-

"Hei, ada apa ini? Bagaimana kau..." Wei menghentikan kata-katanya, "Ah sudahlah, tentu saja kalian tahu." Sambungnya ketika melihat Sullivan dan Ricky memasuki ruangan.

"Bersiaplah! Kita ke Jakarta sekarang!" Ujar Ricky tegas.

"O-Oke. Beri aku waktu lima belas menit." Sahut Wei cepat.

Walaupun ada banyak pertanyaan di kepala Wei namun ia memilih untuk tidak banyak bertanya pada saat itu. Sepertinya ada hal besar yang terjadi. Namun ia memilih diam dan membersihkan dirinya di kamar mandi.

[06:10 WIB]

-Wush-

Tiga buah mobil SUV hitam berjalan dengan cepat dari parkiran bandara Jakarta pagi itu. Di salah satu mobil SUV itu, Johanes sedang melajukan cepat kendaraannya cepat dengan Ricky yang berada di sampingnya.

Wei dan Sullivan berada di mobil kedua dan ketiga yang dikendarai oleh seorang supir yang mengendarai laju mobilnya dengan lihai.

Wei masih tidak dapat mencerna kejadian demi kejadian yang berlangsung cepat dan tidak ada seorang pun yang berbicara kepadanya sejak di hotel tadi. Ia hanya mengikuti arahan Ricky sampai akhirnya tiba di Jakarta. Ia masih merasa kebingungan, haruskah ia merasa terancam atau merasa lega diikutsertakan kembali dengan tim.

Wei melihat kedua mobil SUV di depannya berpencar di persimpangan jalan. Pertanyaan-pertanyaan di kepalanya seakan ingin meledakan kepalanya saat itu. Ia memejamkan matanya untuk meredakan penat di kepalanya. Ia ingat bahwa malam itu ia hampir tidak dapat memejamkan kedua matanya. Namun ketika ia sudah merasa sedikit lebih tenang, Johanes sudah mengetuk pintu kamarnya pagi itu.

Wei pun akhirnya terlelap.

"Bangun, Wei! Ikuti aku!" Sahut Ricky.

Wei terkejut setengah mati ketika membuka matanya dan melihat Ricky yang sudah berada di sebelahnya. Ia tidak sadar kalau Ricky telah membuka pintu mobil yang ditumpanginya.

Dengan cepat Wei keluar dari mobil SUV tersebut dan mengikuti Ricky yang berjalan agak tergesa-gesa. Ia memperhatikan sekelilingnya. Nampak seperti sebuah lahan parkir gedung yang sekilas nampak tulisan B2 di tiang penyangganya. Basement dua. Wei membatin.

Ricky kemudian tiba di sebuah mobil sedan pabrikan Jepang yang terparkir di sudut lahan parkir tersebut. Bukan sebuah mobil yang terbilang mewah, namun ia segera masuk ke dalam ketika Ricky membukakan pintu belakang untuknya. Sullivan nampak sudah berada di bangku belakang dan Johanes di bangku pengemudi.

Ricky mengamati sekeliling sebelum menutup pintu mobil ketika Wei sudah menaiki mobil tersebut. Kemudian dengan cepat Ricky membuka pintu depan yang berada di posisi penumpang lalu menutupnya.

Bintang Diatas BalkonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang