Hari ujian hampir mendekat, beberapa siswa-siswi sekarang sedang belajar mempersiapkan ujian tengah semester yang akan diadakan dua hari lagi.
Sedangkan Elion sekarang tengah sangat lesu duduk di hadapan Rendra. Dia sudah membaca banyak buku sampai kepalanya pusing, namun hanya beberapa kata saja yang masuk ke dalam otaknya.
Dia menatap Rendra yang sedaritadi masih saja membaca buku, bahkan dia sudah membaca hampir enam buku. Elion membaca dua buku saja sudah selelah ini.
"Gak capek lo baca buku segitu banyaknya?"
Rendra melirik Elion yang sudah menaruh kepalanya di bantal kesayangannya dengan wajah cemberutnya yang membuatnya terlihat sangat lucu dan manis.
"Gak," begitu katanya, namun dia sekarang berdiri menghampiri Elion.
Mereka bertatapan mata cukup lama, Rendra duduk di sampingnya setelah puas bertatapan. Kursi yang di dudukinya digeser sampai hampir menyentuh kursi milik Elion.
"Tidur."
"Tapi kan mau masuk, kalau dimarahin gimana?"
"Tidak akan."
Jujur saja Elion agak ragu tapi dia sudah mengantuk, jadi biarlah nanti dia pikirkan caranya jika dimarahi. Dia akan tidur sebentar.
Usapan lembut pada rambutnya membuatnya begitu nyaman hingga terlelap ke dalam mimpi, sungguh bersama Rendra itu sangat membuatnya nyaman, entah mengapa itu terjadi.
Beberapa jam beralalu setelah Elion tertidur, terkadang Rendra mengusap rambut Elion saat Elion merasa tidak nyaman, setelah dia nyaman ia kembali memegang bukunya.
Sudah banyak buku yang dibacanya, jika ditanya apa dia lelah atau tidak, Rendra tak tahu. Dia sama sekali tak tahu bagaimana perasaannya saat ini, perasaan yang ia tahu hanyalah ketika dia bersama Elion.
Anak yang begitu menyayangi bantal kelinci miliknya, anak yang begitu manis, anak yang terkadang menjadi pendiam namun terkadang begitu banyak bicara, dia juga anak yang penakut. Sejak kapan Rendra memperhatikan setiap detail yang ada pada dirinya? Sejak kapan dia merasakan perasaan aneh ketika dia bersama dengannya? Dia tak tahu, sama sekali tak tahu.
Rasa itu muncul begitu saja bagaikan sihir, dia bahkan tak bisa menghilangkannya walau sudah berusaha. Pada akhirnya dia menerimanya dengan lapang dada, dia menerima kenyataannya.
Benar ..
Kenyataan yang begitu pahit baginya, namun tak mungkin bisa dia sangkal.
Rendra gay.
Dia gay, memang dia tak pernah menjalin hubungan dengan siapa pun sebelumnya. Dia tak tahu orientasi seksualnya, dia sama sekali tak tahu. Namun ketika melihat manusia manis yang ada di sampingnya ini, rasanya dia ..sungguh, dia sangat ingin menjadi bajingan.
Dengan berbagai cara dia menahan dirinya, menahan agar dia tak menyakiti manusia yang sangat manis ini. Seseorang yang menjadi cinta pertamanya. Dia menahan dirinya agar tak mendekapnya, agar tak melakukan sesuatu padanya, tapi terkadang kontrol dirinya lepas.
Dia mengecupnya, dia memeluknya, dia menggenggamnya erat, namun hanya sebatas itu. Dia tak ingin melukainya, sungguh ..dia tak ingin.
"Dia gak bakal ilang bro, ngapain lo ngeliatin dia mulu," ucap Anin yang entah datang darimana, dia duduk di hadapan Rendra.
Tatapan Anin mengarah pada Elion. Senyuman tipis muncul ketika melihat Elion yang tengah tertidur lelap.
"Ini udah ujian tengah semester, empat bulan lagi kita lulus."
Apa yang dikatakan Anin benar, mereka akan lulus sebentar lagi dan lelaki manis ini tak akan bisa lagi duduk di sampingnya. Bahkan mungkin mereka akan berpisah.
"Kalau lo cuma ngeliatin dia begitu, gak akan mungkin dia tiba-tiba jadi milik lo."
Tak ada jawaban sama sekali, Rendra berpikir dia terus berpikir namun dia tak pernah bisa melakukannya. Dia takut ..dia takut jika dia mengatakannya nanti, Elion bisa menjauh darinya. Dia bisa menjadi sangat jauh dengannya, bagaimana dia bisa membayangkan hal itu? Dia tak mau kehilangan Elion.
"Ha ..Gue bakal tanya pendapat dia soal gay, nanti kalau dia gak masalah. Lo nyatain rasa lo itu."
Rendra melirik Anin sekilas, lalu dia kembali menatap Elion sembari mengusap rambutnya dengan senyuman tipis di wajahnya.
Sungguh bagaimana bisa ada seseorang semanis ini, jika saja dia seorang gadis ..tapi apakah Rendra akan tetap menyukainya jika dia seorang gadis? Rendra bahkan tak tahu dia suka laki-laki atau perempuan, dia hanya menyukai seorang Elion.
"Tapi kalau dia berpendapat buruk, itu pilihan lo mau jujur apa enggak."
Tidak, tentu saja jawabannya tidak.
"Hah ..belajar woy! Tante bisa ngamuk kalau nilai lo turun."
"Gue gak mau ya nemenin lo minum, lo gila kalau minum. Mana ada orang minum enam botol, mabuk kagak mati iya," sambung Anin.
Tatapan Rendra beralih pada Anin, dia menatapnya datar, sangat datar. Sungguh Anin sudah sangat terbiasa dari kecil dengan tatapan itu, tapi mengapa tetap mengesalkan ditatap begitu.
"Gue hidup."
"Kalau lo maksain diri terus, lo gak bakal bertahan hidup bodoh."
Rendra memutar bola matanya malas sembari menghela nafasnya. Memaksakan diri? Itu adalah hal yang harus dia lakukan, untuk apa hidup jika di tak memaksakan dirinya untuk hidup.
Dia selalu berusaha, selalu berusaha, dan usaha itu selalu tak dianggap, sama sekali tak dianggap.
Tapi hidupnya memang seperti itu, selalu seperti itu. Dia mungkin akan mati jika dia tak bertemu seseorang di hidupnya.
Ia melirik sekilas pada orang yang membuatnya tetap hidup, lelaki manisnya, tidak- bukan miliknya.
"Diamlah."
"Gue cuma mau nasehatin lo. Gue khawatir sama lo bodoh, kenapa setiap kali gue kasih nasehat lo selalu nyuruh gue diem sih?!"
"Berisik."
Sungguh Anin sangat kesal dengan sepupunya itu. Dia benar-benar ingin menghajarnya, namun dia selalu kalah kalau berhadapan dengannya. Menyebalkan, segala hal tentang Rendra bagi Anin adalah sesuatu yang menyebalkan.
Dia kesal, kenapa anak itu selalu terlihat kuat? Kenapa dia tak menangis ketika dia melihat ibunya mencoba bunuh diri berkali-kali? Kenapa dia diam saja ketika usahanya tak pernah dihargai? Kenapa dia selalu diam ketika ibunya melampiaskan amarahnya padanya? Kenapa? Apa begitu berharga sosok itu baginya? Atau karena dia terlalu lemah?
Berapa banyak pertanyaan lagi yang tak akan mungkin dijawab. Semua pertanyaan itu tentang Rendra, sepupunya yang baginya sangat sok kuat.
Laki-laki kan juga boleh menangis, laki-laki kan manusia juga, mereka kan juga punya air mata, kenapa Rendra tak menangis?
Dia ingin melihatnya. Melihat anak itu menangis akan sesuatu. Tapi apa yang berharga baginya sampai dia akan menangis? Anin tak tahu.
"Ughh .."
Ya ..Anin tahu sekarang. Elion lah sesuatu yang berharga itu. Lihat, dia begitu berharganya sampai Rendra yang sangat dingin itu mengusap kepalanya ketika dia merasa tak nyaman.
Elion membuka matanya, ia duduk tegak sembari merenggangkan badannya. Tatapannya beralih pada Rendra, kemudian senyuman cerah dia berikan.
"Enak banget gue tidur, nyenyak banget."
Mata itu, mata Rendra yang dahulu selalu kelam sekarang memiliki cahayanya. Anehnya, Anin menjadi berhenti mengharapkan tangisan Rendra ketika melihat matanya.
Sepupunya mungkin akan cocok dengan kata bahagia daripada kesedihan sekarang.
Tbc.
![](https://img.wattpad.com/cover/363456226-288-k495426.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SEATMATE
Teen FictionTeman sebangku dari pertama masuk sekolah sampai kelas dua belas. Tapi kenapa kita tidak akrab juga?! !Warning! Cerita kadang gak jelas