13

2.3K 104 0
                                    

Begitu bahagianya Rendra hari ini, liburan memang saat yang membahagiakan tapi kali ini dia sungguh sangat bahagia.

"Apa yang membuatmu begitu bahagia?"

"Gak tahu nih bi, anak ini aneh dari habis kencan kemaren."

"Sebuah kemajuan, ternyata kamu bisa menyukai seseorang."

Rendra melirik orang yang ada di hadapannya dengan penuh permusuhan. Mereka tak sengaja bertemu dan akhirnya Rendra terjebak dengannya bersama dengan Anin.

Awalnya Rendra hanya ingin pergi ke toko untuk membeli beberapa rokok dan snack, tapi dia justru bertemu dengan Anin yang juga sedang memilih snack lalu kembali lagi dia bertemu dengannya.

Ini menyebalkan bagi Rendra, seakan kesialan turut berdatangan setelah kebahagiaan yang terjadi kemarin, namun peduli apa dengan kesialan ini? Kebahagiaannya kemarin lebih besar dari kesialannya saat ini.

"Saya juga manusia."

Dia terkekeh, Rendra selalu bicara begitu formal dengannya seolah mengisyaratkan bahwa dia hanya orang asing yang tak akan mungkin menjadi orang yang dia kenal sekalipun.

"Itu benar."

Jalanan hari ini begitu padat, mungkin karena liburan sudah dimulai. Mungkin mereka juga akan merayakan natal dan tahun baru bersama keluarga besar mereka.

Tak ada orang yang bisa Rendra ajak untuk merayakan tahun baru ataupun natal selama ini. Yah ..kecuali Anin yang selalu memaksanya untuk pergi atau hanya sekedar minum untuk merayakan.

Ibunya ..dia akan selalu mendekam di rumah dan bekerja siang malam, dia tak peduli akan apa hari ini dan bagaimana hari ini  baginya pekerjaan adalah yang terpenting dibanding anaknya.

Terkadang rasa egois membuat Rendra memaksa ibunya untuk beranjak dari kursinya, tapi dia berakhir diusir dari rumahnya. Mau bagaimana lagi? Dia tak bisa membuat ibunya itu berdiri dari kursi kerjanya kecuali ketika dia mengajaknya ke makam ayahnya.

"Bi .."

Rendra tak lagi menatap jalanan yang penuh dengan kendaraan yang berlalu-lalang, ia menatap lurus ke arah seorang wanita di hadapannya.

"Jangan lakukan itu lagi," sambungnya.

Hanya beberapa kata itu mampu membuat wanita di hadapannya bungkam sesaat, ia mengulas senyum yang tak bisa diartikan. Entah baik atau buruk.

"Dia melakukan sesuatu lagi?"

"Mama hampir mati."

Suasana menjadi hening. Anin mengerti akan apa yang terjadi, tapi dirinya juga tak bisa mengatakan apapun untuk hal ini.

Dia tak bisa ikut campur akan urusan keluarga Rendra. Lagipula dia tak ingin dirinya berhadapan dengan situasi yang cukup rumit untuk di tangani.

Sebuah rasa syukur yang begitu besar ketika dia tahu bahwa Rendra telah mendapatkan seseorang sebagai sandaran. Elion mungkin adalah orang yang paling baik untuknya, dia juga manis.

"Maaf, bagaimana Rena sekarang?"

"Sudah membaik."

"Sungguh tante minta maaf. Waktu itu aku sedang ingin mengunjungi orang tuaku jadi sekalian saja aku kunjungi makam Deni, tapi aku malah tak sengaja bertemu dengannya. Sungguh tante minta maaf."

Sebenarnya Rendra tahu bahwa bibinya ini memang tak bersalah. Hanya dia juga tak tahu harus menyalahkan siapa, bagaimana bisa mencintai seseorang menjadi sesuatu yang salah? Tapi mungkin jika berlebihan seperti itu juga merupakan hal yang salah.

Untuk beberapa hal Rendra tak mengerti ibunya. Kenapa dia sangat mencintai ayahnya? Dia hanyalah seorang lelaki yang mudah putus asa, bahkan ibunya melakukan segala cara agar bisa membuat perusahaan yang dibangun ayahnya dengan susah payah itu sukses.

Lalu ketika kesuksesan itu tiba, Rendra menyadari satu hal yang pasti. Ibunya lebih pintar dalam sebuah usaha dibandingkan dengan ayahnya. Dia menyembunyikan kemampuannya agar ayahnya tak menjadi lebih putus asa.

Dia merasakan hal lucu ketika dia berpikir seperti itu. Bagaimana seseorang bisa menjadi sekuat dan serapuh itu pada sebuah cinta? Anehnya dia juga merasakannya ketika bersama dengan Elion.

"Ya, tak apa."

Dia sudah tak peduli lagi tentang ucapan maaf atau segala hal lainnya yang keluar dari mulut wanita di hadapannya. Dia merindukan seseorang sekarang.

Senyuman tipis muncul dari bibirnya ketika dia membayangkan Elion. Saat ini mungkin dia tengah bermain air bersama dengan keluarganya di pantai.

Rendra tak ingin mengganggu kebersamaannya bersama keluarganya, karena itulah dia menolak untuk ikut saat Elion mengajaknya bergabung. Di sana ..mungkin dia hanya akan menjadi orang lain.

____

Pada tempat lain, hari sudah mulai petang. Seorang pemuda manis tengah duduk di tepi pantai, ia menatap lautan yang terbentang luas di hadapannya. Begitu indahnya.

Beberapa kali pemuda itu memfoto pemandangan pantai, terkadang dia juga berfoto sendiri. Dia ingin mengirimkannya pada seseorang.

"Kamu dicari Zea. Jarang ketemu keponakan, sekalinya ketemu malah gak dipeduliin."

Pemuda manis itu menatap pemuda lain yang usianya berbeda sekitar sepuluh tahun darinya. Ia mencebik kesal, keponakannya sangat menyusahkan dirinya jadi dia memilih untuk menenangkan diri sesaat.

Dia memang merindukan keponakannya, tapi rasa rindunya seakan sirna saat melihat tingkah keponakannya yang di luar nalar manusia.

"Kenapa juga kakak di sini? Nanti anak kakak ngereog lagi."

Satu jitakan lolos mengenai kepalanya, ia merintih kesakitan tapi dengan teganya sang kakak hanya menatapnya malas.

"Ada Kia."

"Kak Kia kasihan, kenapa dia harus nikah sama kakak? Anaknya kan malah jadi reog begitu."

Satu lagi jitakan lolos mengenai kepalanya, lagi-lagi dia merintih kesakitan tapi tak dipedulikan. Kakaknya merasa sudah pantas Elion mendapatkan jitakan.

"Emang kalau ngomong gak pernah bisa difilter."

Lelah dengan adiknya, ia memilih untuk berdiri dan meninggalkan adiknya menyendiri di tepi lautan.

Mereka selalu bertengkar ketika bertemu tapi selalu merindukan satu sama lain ketika tak bertemu.

Setelah kepergian kakaknya, kini datang seorang wanita dengan seorang gadis kecil digendongannya yang tengah menghampirinya. Rasanya Elion mau kabur saat itu juga, tapi dia sangat malas untuk berdiri.

"Om Eli .."

Baru dipanggil saja rasanya Elion mau kabur. Dia masih muda tapi rasanya begitu tua ketika keponakannya memanggilnya.

"El, kamu gak makan? Ayo makan bareng, ayah sama Sean lagi bakar ikan."

"Om Eli gausa diajak makan, dia kan makanan ikan."

"Kamu tuh makanan ikan! Ikan gak suka aku, ikan sukanya anak-anak kayak kamu. Apalagi ikan hiu, lihat kamu aja langsung pengen goreng."

Mata keponakannya berkaca-kaca, ia menangis kala itu juga. Jika saja tak ada ibunya, pasti dia sudah berdebat dengan Elion lebih lanjut.

Keponakannya entah mengapa bisa begitu manipulatif dia sangat kesal. Karena begitu kesal dia meninggalkan keponakannya yang tengah ditenangkan oleh ibunya.

Lebih baik dia makan ikan yang sudah dibakarkan kakak dan ayahnya dibanding mengurusi keponakan yang menyebalkan itu.

"Akhirnya ke sini juga, sini kamu ikut bantu juga."

Tak ada yang lebih baik, Elion hanya ingin langsung makan tapi dia harus bekerja dahulu. Memang paling enak itu tiduran sambil video call dengan Rendra, dia sudah sangat merindukan kekasihnya itu padahal ini baru satu hari dan dia harus menghabiskan tiga hari lagi menginap di sini tanpa Rendra.

Ah ..dia sangat kesal, kenapa Rendra tak ikut saja dengannya? Tapi apa boleh buat? Mungkin Rendra berniat memberinya waktu dengan keluarganya.

Tbc.

SEATMATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang