*
Semilir angin disore hari ini sangat membantu menetralkan pikiran yang ribut, tidak ada yang lebih tenang selain menjauh dari sekitar Aleccia Katarina. Begitu pikir Javvad.
Embusan napas panjang lolos dari bibir ranum Javvad. Ia menatap berbagai macam bunga bunga cantik milik mertuanya. Kawasan rumah keluarga istrinya memang sangat memanjakan mata, tidak berhadapan langsung dengan jalan besar jadi tidak akan ada keributan lalu lalang kendaraan.
Ditambah dengan cuaca sore ini yang tak begitu panas karena matahari tertutup oleh awan gelap yang sepertinya akan melepaskan hujan lebat.
Javvad baru saja menyelesaikan satu putung rokok miliknya. Ia sudah cukup lelah seharian ini, dikantor banyak sekali kerjaan yang harus diselesaikannya, dirumah ia harus menghadapi istrinya yang menguras emosi juga tenaganya.
Mata setajam elang itu menatap langit yang kian gelap, berharap akan segera turun hujan karena Javvad ingin merasakan dinginnya hawa bawaan dari rintik rintik kecil.
Udara dingin seperti inilah yang disukai Javvad, pria itu menyukai bagaimana rintik hujan turun membasahi bumi dan seisinya.
Berselang sedetik berikutnya ponsel Javvad bergetar, dilihatnya tertera nama Aleccia diaana. Apalagi sekarang? Mengapa perempuan itu seperti sengaja merusak waktu luang Javvad?
Javvad meraih benda itu lalu mengangkat panggilan dari istrinya.
"Halo? Kenapa?"
"Kamu dimana?!!"
Javvad sedikit menjauhkan ponsel dari telinga dikarenakan suara nyaring Aleccia benar benar seperti menusuk gendang telinganya.
"Diteras depan"
"Kamu jangan bikin kesel ya Javvad!"
"Saya gak ngapa-ngapain?" Javvad jadi bingung sendiri dibuatnya.
"Kamu dimana!!!"
"Saya sudah jawab, kalau kamu gak dengar berarti bukan salah saya"
"Diteras kan?"
"Ya"
"Ikut"
Ekspresi Javvad semakin bingung, ikut katanya? Perempuan ini kenapa?
"Jangan" cegat Javvad cepat, mengingat dia baru saja menyalakan seputung rokok lagi.
"Siapa kamu larang larang saya..."...tut
Telfon terputus, yasudah lah bagaimana senangnya Aleccia saja percuma Javvad melarang.
"Javvad"
Javvad tak menoleh, namun tangannya segera mematikkan seputung rokok yang sejak tadi menemani dirinya disiang hari ini. Pria itu menggeser badannya, sengaja agar istrinya yang suka marah marah itu bisa duduk disana.
"Kamu merokok?!"
Javvad mengangguk, kepalanya bergerak melihat istrinya yang sudah duduk cantik tepat disampingnya.
Entah setan apa yang menghasut Aleccia, ia mendorong keras punggung suaminya "IH GAK BOLEH MEROKOK! BAU TAU! KAMU MAU MATI KARENA ROKOK!? KAMU MAU BIKIN SAYA JADI JANDA?!" teriaknya.
Demi apapun di dunia ini, ingin sekali rasanya Javvad membekap mulut kecil Aleccia yang terus saja berteriak. Kalau tetangga dengar bisa bisa mereka kena lempar mangga. Dan untung saja Javvad bisa lebih cepat menyeimbangkan tubuhnya, jika tidak mungkin ia akan menarik gadis itu agar mereka jatuh bersama sama.
"Kamu bisa diam tidak?"
"Gak! Awas ya kalau saya dapat kamu merokok lagi!"
Kening Javvad berkerut "Kenapa? Memangnya kamu siapa ngatur saya?" Tanyanya, sebenarnya Javvad hanya membalikkan pernyataan pernyataan yang selalu dijadikan bahan ribut oleh istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh, Shall I Stay?
Narrativa generale▪︎ on going Siapapun akan memiliki respon yang sama jika harus dihadapkan dengan sesuatu yang tidak terpikirkan. Menikah dengan seseorang yang bahkan belum pernah bertemu sebelumnya, bagaimana jika pernikahannya berakhir tragis? Atau drama perseling...