*
Seseorang adalah rumah untuk sebagian orang, benar adanya. Menjadikan seseorang sebagai tumpuan kehidupan, kebahagiaan, kesehatan dan kesedihan. Siapapun berhak memilih dan mencari seorang yang cocok menjadi sosok rumah untuk diri mereka masing masing.
Tapi bukankah itu tindakan yang egois? Entahlah, terkadang pun kita harus berani bertindak egois demi diri sendiri dan orang terdekat.
Begitu juga yang dirasakan Javvad sekarang, malam ini adalah malam dimana untuk pertama kalinya ia meminta agar Aleccia tidak meninggalkan dirinya.
Dibawah sinar rembulan yang terang benderang, keduanya duduk ditangga rumah keluarga Leeroy, hanya mereka berdua karena yang lain jelas masih asyik bercengkrama didalam sana tanpa memikirkan situasi dan kondisi mereka berdua.
Sejak tadi Javvad masih bersandar dibahu istrinya, memainkan sesuatu yang sudah menjadi favoritenya yaitu rambut panjang Aleccia. Dengan begitu ia merasa sedikit lebih tenang.
Sementara Aleccia, dia masih terus diam seraya mengusap punggung lebar Javvad. Hendak bertanya namun ia urungkan niatnya itu, melihat bagaimana suaminya masih terus memilin helaian rambutnya yang tergerai bebas, Aleccia jadi ragu untuk bertanya.
Dibenak Aleccia, ia masih bingung dengan topik pembicaraan keluarga Javvad. Mengapa mereka begitu fokus dengan keturunan? Dan Aleccia setuju dengan pendapat suaminya, urusan anak itu urusan mereka berdua. Siapapun tidak bisa ikut campur didalamnya, termasuk orang tua masing masing.
Tapi, apa ini alasan Javvad tak pernah membawa Aleccia bertemu keluarga besarnya? Menurut Aleccia hal seperti ini tidak begitu harus diributkan, Javvad dan Jenar bisa saja berbicara berdua diruangan tertutup tanpa harus ribut seperti tadi. Apakah alasannya se-sepele itu?
Argh! Pusing sekali rasanya. Belum lagi Javvad seperti enggan untuk sekedar berucap sesuatu atau mengajaknya pulang. Ini mau sampai kapan mereka duduk di anak tangga kediamaan Leeroy?
"Javvad"
"Hm"
"Mau pulang jam berapa?"
"Kamu sudah mau pulang?"
Aleccia mengangguk ragu, bukannya berniat merusak suasana tapi kaki dan lengannya sudah mulai terasa dingin karena angin malam, itupun tak begitu baik untuk kesehatan kan?
Setelah itu Javvad akhirnya bangkit lebih dulu, meraih tangan Aleccia dan mengajaknya untuk segera pulang dan pergi menjauh dari keluarga itu.
Jika bisa memilih, Javvad sudah lama membawa Aleccia menghilang dari sini. Tapi tidak pernah ia lakukan karena mengingat hubungan Aleccia dengan keluarganya sangat amat harmonis, berbanding terbalik dengan Javvad yang terbiasa tanpa kasih sayang ataupun belas kasih orang tua.
"Javvad, yang tadi--"
"Jangan dibahas dulu" potong Javvad cepat.
Aleccia mengangguk paham, ia menutup rapat mulutnya. Menyesal telah berani bertanya diwaktu yang tidak tepat begini.
Sudah tahu Javvad masih sensitif, tapi pikirannya yang sudah penuh dengan rasa penasaran malah merusak suasana. Huh.
Terjadi keheningan cukup lama diantara mereka berdua. Javvad begitu fokus menyetir, sedangkan Aleccia diam diam tengah menyusun rencana bagaimana cara mengetahui isi pikiran suaminya tanpa menyebabkan keributan diantara mereka.
Apa dia tanya saja dengan sahabat sahabat Javvad? Atau mungkin Jemyan! Sepupu Javvad yang mungkin saja paham dengan kondisi jelas Javvad.
"Sampai rumah nanti, kamu langsung istirahat saja. Saya masih ada kerjaan yang perlu diselesaikan"
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh, Shall I Stay?
General Fiction▪︎ on going Siapapun akan memiliki respon yang sama jika harus dihadapkan dengan sesuatu yang tidak terpikirkan. Menikah dengan seseorang yang bahkan belum pernah bertemu sebelumnya, bagaimana jika pernikahannya berakhir tragis? Atau drama perseling...