*
Nafas berat diembuskan Aleccia, setelah mendengar kronologi dari Javvad ternyata malah buat perasaannya semakin tidak enak, gelisah dan takut disaat yang bersamaan.
Aleccia ingin sekali mengucapkan beribu maaf untuk kakak laki lakinya itu, karena sekarang dia malah menjadi bagian dari keluarga yang merenggut paksa nyawa Karel. Bolehkah ia menyesali pernikahannya dengan Javvad?
Jujur saja, iya. Aleccia menyesalinya, tapi disesali pun tidak akan mengubah apapun. Juga, Javvad sama bencinya dengan Aleccia terhadap keluarga itu. Maka tidak heran Javvad selalu menghindari pertemuan Aleccia dengan Jenar dari dulu, ternyata alasannya ini.
Setelah ini si cantik itu akan pergi ke tempat Karel dan mengucapkan permohonan maafnya, bersama dengan Javvad.
Disampingnya Javvad diam memperhatikan Aleccia yang sedari tadi hanya melamun, pelukan ditubuh Javvad terasa lebih erat dari sebelumnya. Mungkin begitulah cara Aleccia meredam emosi atau rasa sakit hati nya.
"Gimana perasaan kamu?"
Aleccia mendongak kecil "Gitu, berusaha nerima fakta itu" jawabnya pada Javvad.
Si penanya akhirnya mengangguk, mengecup puncak kepala istrinya "Kalau kamu mau saya bunuh Jenar, saya lakuin sekarang" katanya.
"No need, kak Karel pernah bilang kalau ada seseorang yang jahat tapi gak pernah dapat balasan yang setimpal dengan perbuatannya mungkin pembalasannya bukan didunia, tapi..." Aleccia tidak melanjutkan, karena pasti Javvad paham apa maksud dari kalimatnya.
"He deserve burn in hell"
"Dia tetap papah kamu"
"But you're my wife"
Malas berdebat, Aleccia memilih untuk tidak menanggapinya lagi. Si cantik berambut panjang itu kembali menghirup aroma tubuh Javvad yang menjadi candu-nya. Menurutnya aroma tubuh suaminya itu sangat menenangkan dan meningkatkan rasa nyaman.
Javvad mengelus punggung Aleccia lagi "Besok kamu pindah keruangan saya" katanya membuka obrolan baru.
"Kenapa? Kan ruangan sekretaris disebelah doang, kenapa harus pindah segala?"
"Saya gak minta ruangan sekretaris pindah ke dalam ruangan saya, tapi saya minta kamu yang pindah.."
Aleccia mendelik "Sama aja! Kamu mau apa sih! Mau cari kesempatan dalam kesempitan ya! Pasti mau grepe-grepe ih.. mesum banget heran" ia mencibir diakhir.
"Grepe-grepe itu apa?"
"Kayak suka nyentuh sesuatu yang itu"
Javvad menggeleng kecil "Saya juga tau tempat, gak mungkin saya ngelakuin hal tidak senonoh begitu dikantor. Apa kata karyawan disana" balasnya tenang.
"HALAH! LUPA INGATAN YA YANG TIBA TIBA CIUM DI RUANGAN TADI PAGI SIAPA?!"
"Itu khilaf, salah sendiri gak mau nurut"
"Khilaf 'khilaf... ngaku aja dasar otak mesum!"
"Bukan mesum, bedakan mesum sama—"
Aleccia menutup mulut Javvad dengan tangannya "Gausah banyak alasan deh, berisik. Laper nih!" Ia berujar memotong kalimat Javvad.
Javvad tak membalas, ia menarik tangan Aleccia dari bibirnya. Matanya melirik jam dinding dikamar itu, sudah hampir jam 8 dan mereka berdua sama sekali belum menyiapkan makan malam. Ternyata lama juga waktu yang mereka habiskan ditempat tidur. Javvad beranjak, mencari handuk dan menutupi badannya bagian bawah "Mau mandi bareng atau gimana?".
"Gak! Mandi bareng bukannya cepet malah makin lama! Yang ada saya pingsan karena keabisan tenaga terus kelaperan juga!"
"Ya sudah tunggu disini, saya mandi dulu" Javvad melanjutkan langkahnya, meninggalkan Aleccia yang masih meringkuk ditempat tidur menutup tubuhnya. Malu malu segala padahal beberapa jam yang terekspos begitu saja didepan Javvad.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh, Shall I Stay?
General Fiction▪︎ on going Siapapun akan memiliki respon yang sama jika harus dihadapkan dengan sesuatu yang tidak terpikirkan. Menikah dengan seseorang yang bahkan belum pernah bertemu sebelumnya, bagaimana jika pernikahannya berakhir tragis? Atau drama perseling...