*
"Lama banget, dia ngapain sih didalem"
Jemyan dan Winona ikut panik dibuatnya. Karena memang sudah hampir 30 menit Javvad dan Laura belum juga keluar dari ruangan itu.
Hal penting apa sih sampai memakan waktu selama ini. Jam makan siang juga sudah hampir selesai, Aleccia sudah mulai mengomel dan mondar mandir didepan pintu ruangan sambil mengintip kedalam tapi tetap saja tidak membantu meredakan rasa cemasnya.
"Sialan tuh perempuan beneran minta di gorok lehernya. Awas aja sampai berani macem macem, Javvad gue kebiri, si lonte itu gue jambak sampai botak terus gue-"
"Serem juga ya Ale" sahut Winona tiba tiba, dia sedikit takut mendengar omelan yang seperti ancaman pembunuhan itu.
Aleccia hanya merespon dengan senyum kikuk, lagi lagi kepalanya celingak celingkuk disekitaran ruangan Javvad. Rasa penasarannya semakin besar karena sejak tadi tidak ada suara dari dalam sana.
Kalau terus terusan begini, yang ada Aleccia langsung masuk saja kesana.
-
Didalam ruangan, Laura masih menundukkan kepalanya setelah mengatakan kalimat yang sedikit tidak berkenan dihati Javvad.
Javvad mengangkat kedua alisnya menatap Laura sinis, ia terkekeh sinis "Licik sekali kamu. Maksud dari perkataan kamu saya yang harus bertanggung jawab atas kesalahan bejat kamu dengan laki laki lain?" Balasnya.
"Jav.. aku gak pernah kenal laki laki lain yang lebih baik dari kamu"
"Kamu yang selingkuh Laura, kamu yang meninggalkan saya dan menikah dengan laki laki itu. Sekarang setelah bercerai dengan dia, kamu datang ke saya? Jangan gila"
"Jav, tapi anak aku butuh sosok ayah.. dan hanya kamu yang pantas-"
Terdengar dengusan malas dari seorang Javvad Hariz disana. Ia mulai malas dengan tingkah Laura yang terlalu banyak drama yang dibuat buat. Javvad menoleh lagi kearah mantan kekasihnya itu "Yang pantas bertanggung jawab itu sosok ayah dari anak itu sendiri, bukan saya. Kamu yang berkhianat tapi kamu juga yang bertingkah seperti korban" balasnya.
Laura ikut bangkit dari posisinya, dia mendekati Javvad "Jav, kamu kenapa berubah gini? Kamu juga sekarang panggil aku dengan sebutan formal. Terakhir kali kita ketemu kamu masih aku kamuan Jav" wanita itu hendak menyentuh lengan Javvad namun segera di tepis.
"Jangan melewati batas Laura, hubungan kita sudah selesai. Takdir kamu dan takdir saya berbeda, jadi jangan mempermasalahkan sesuatu yang tidak penting"
"Menurut aku ini penting, kita sama sekali gak pernah ngucapin kata putus.."
Javvad mengernyitkan dahinya, tidak habis pikir dengan pola pikir wanita didepannya ini. Bisa bisanya kalimat bodoh seperti itu dia ucapkan dihadapan Javvad tanpa rasa malu "Dengan kamu yang tiba tiba hilang, dan ternyata menikah dengan laki laki yang sudah menghamili kamu.. itu semua belum cukup jelas? Hari dimana kamu tidur dengan laki laki itu, hari itu juga hubungan kita selesai".
"Jav"
"Apa lagi?" Javvad mulai jengah dengan Laura yang terus terusan memasang wajah memohon didepannya. Entah apa maksudnya tapi ini jelas bisa membuatnya kesal dan semakin memakan waktu banyak jika terus terusan diladeni. Diluar sana pasti istrinya sudah mengomel atau mungkin parahnya akan mengamuk.
"Maafin aku Jav, aku sadar aku salah.. tapi tolong kasih aku kesempatan kedua untuk memperbaiki hubungan kita"
"Laura, saya menjaga kamu dengan baik, saya menghormati kamu sebagai perempuan. Tapi dengan tidak berperasaan kamu tidur dengan laki laki lain! Kamu sampai hamil! Dengan sikap kamu seperti ini justru bikin saya muak dengan kamu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh, Shall I Stay?
General Fiction▪︎ on going Siapapun akan memiliki respon yang sama jika harus dihadapkan dengan sesuatu yang tidak terpikirkan. Menikah dengan seseorang yang bahkan belum pernah bertemu sebelumnya, bagaimana jika pernikahannya berakhir tragis? Atau drama perseling...