Pernikahannya telah di tentukan, Kara masih tidak menyangka jika dia akan segera menikah. Yang diberitahu hanya Uci dan Dewi juniornya di toko, sedangkan manager dan orang-orang penting lainnya itu urusan Bara. Awalnya dia tidak mau untuk memberitahu, namun demi kebaikan bersama Kara mengalah. Jangan lupakan Remon. Pria itu sudah diberitahu oleh Bara, yah bagaimana tidak Bara setiap hari menjemputnya.
Hari yang ditunggu-tunggu tiba, bukan hanya perasaan Kara saja yang tidak karuan tapi Bara juga. Mungkin ini pernikahan kedua bagi Bara namun perasaan berdebar dan tegangnya melebihi pernikahannya dengan Wina dulu. Dengan Wina justru dirinya lebih enjoy namun dengan Kara? Semuanya terasa baru.
Melvin yang melihat sang ayah di dalam kamar penginapan yang tengah mondar-mandir mendengus.
"Ayah, berhenti berjalan seperti itu!"
Bara berhenti lantas memandang Melvin dengan raut wajah yang masih memancarkan ketegangan.
"Maaf, Ayah benar-benar cemas."
"Seperti belum berpengalaman saja," decak Melvin sebal.
Bara malah tertawa membuat Melvin menatap ayahnya itu aneh.
"Abang, kamu beneran nggak apa-apa 'kan Ayah nikah lagi sama Kara?"
Melvin mengalihkan tatapannya ke arah lain.
"Iya, setelah dipikir-pikir tidak ada salahnya juga," balasnya tanpa minat.
Wajah tegang Bara digantikan dengan raut senangnya. Ia merasa lega, sungguh karena jujur saja. Semenjak dia meminta izin Kara untuk menikah dengannya, dia selalu terpikirkan dengan Melvin takut anaknya itu tetap keras kepala pada pendiriannya. Tapi, syukurlah hari ini dia begitu lega mendengarnya.
Pintu kamar miliknya di ketuk, dan seseorang memberitahunya jika acara akan segera dimulai. Bara dan Melvin lantas berjalan mengikuti sang pria tadi.
Bara menyewa sebuah tempat di Bogor untuk pernikahannya. Tempat yang akan ditempatinya untuk pernikahan sudah disulap sesuai dengan keinginan Kara. Namun, rupanya bukan hanya Kara yang menyukainya tapi dia dan anaknya juga menyukainya.
Acara kemudian di mulai, Bara jelas sekali tegang. Namun, ia begitu tenang saat dirinya dan Kara sekarang sudah sah menjadi suami-istri. Setelah itu, Kara menghampiri Bara dengan ibu-nya yang memeluk lengannya. Wajah keduanya begitu sama, antara bahagia, terharu dan juga memuja. Bara sih yang terlihat memuja wanitanya.
Kemudian acara kembali dilanjutkan dengan semua proses. Melvin dan Javier ikut senang melihat ayahnya yang terlihat bahagia. Iya, Melvin sudah berjanji pada dirinya sendiri jika dirinya akan berdamai dengan Kara. Menerima wanita itu sebagai teman hidup sang ayah. Karena, untuk pertama kalinya Melvin melihat ayahnya begitu bahagia. Sudah cukup sepertinya ayahnya selama bertahun-tahun ini ayahnya hanya memikirkan kebahagian mereka berdua. Dia tahu, ayahnya juga membutuhkan pendamping jadi dia akan mulai menerima Kara dihidupnya.Acara pernikahan itu selesai pada pukul sembilan malam, karena tamu yang di undang kemari kebanyakan hanya kenalan Bara saja. Sedangkan Kara hanya beberapa saja, perjalanannya yang jauh yang membuat mereka enggan untuk pergi.
Kara kini sedang berada di kamar pengantin, dirinya sudah selesai mandi. Sambil menunggu Bara mandi, Kara memilih untuk menemui kedua sambungnya. Benar-benar sulit dipercaya, kini dirinya sudah menikah dan memiliki anak. Dia bahagia? Tentu saja, bukan karena memenangkan Bara yang kaya raya, bukan. Tapi, karena dia bisa menjadi keluarga Melvin dan Javier. Dia begitu anak-anak, meskipun Javier dan Melvin bukan lagi anak-anak sekarang, tapi perasaannya begitu tulus pada mereka. Dia sudang menganggap mereka berdua anaknya sendiri, apalagi Javier yang semakin hari semakin manja kepadanya. Melvin? Anak sulungnya itu memiliki sifat yang tsundere tak ayal membuatnya terkadang gemas.
"Boys, Mbak boleh masuk?"
"Masuk aja, Bunaaa. Nggak kami kunci,"
Kara tersenyum mendengar seruan Javier. Anak itu kemarin berkata padanya ingin memanggilnya "Buna" yang dengan senang hati Kara menerimanya. Melvin sendiri? Dia tidak mempermasalahkan nama untuknya, sudah diterima oleh anak itu saja dia bersyukur.
Begitu Kara masuk, ia melihat Melvin yang baru saja selesai mandi, sedangkan Javier yang sedang bermain ponsel di atas kasur.
"Kalian udah mau tidur?"
Javier mengangguk, Melvin hanya berdehem.
"Perut kalian udah kenyang? Mau diambilkan camilan atau makanan berat?"
Javier menggeleng sedangkan Melvin berdecak.
"Mbak, kita dari tadi dikasih makan mulu sama Mbak, perutku baru aja kosong." Dumel Melvin yang membuat Kara terkekeh mendengarnya.
Ia memang sedari tadi acara berlangsung, Kara selau menyodorkan makanan-makanan enak kepada kedua anaknya. Yang mana tau selera mereka bertiga sama, jadi setiap Kara makan mereka berdua ikut makan juga. Wajar saja Melvin mengomel saat Kara kembali menawarinya makan kembali.
"Oke, oke. Yaudah kalau gitu, kalian istirahat yah, pasti capek banget tadi."
Seharunya itu ditujukan pada Kara bukan kedua anaknya, yang sedari acara mereka berdua lebih banyak duduk di atas pelaminan, sedangkan Kara dan Bara sendiri lebih banyak berinteraksi dengan para tamu.
Sebelum Kara benar-benar pergi, Kara mengecup rambut Javier dengan sayang. Itu permintaan Javier semenjak seminggu yang lalu, Javier bilang agar mereka semakin dekat seperti anak dan ibu dan agar dirinya mimpi indah. Melvin? Oh tentu tidak, Kara cukup mengusak rambut anak tertuanya saja.
Begitu Kara kembali ke kamarnya, dia sudah dikejutkan dengan Bara yang langsung memeluknya dari belakang.
"Mas! Ih, bikin kaget aja!"
Bara terkekeh, ia lantas membalikan tubuh istrinya itu. Memandang lama wajah Kara yang terlihat lebih segar, wanitanya begitu cantik.
"Kamu kabur kemana, hm?"
"Aku liat anak-anak dulu,"
"Mereka udah mau tidur?"
Kara mengangguk, matanya sedari tadi memandang wajah Bara dengan pandangan yang sama memuja. Masih tak menyangka jika dirinya bisa memiliki Bara sebagai suaminya.
"Kalau gitu, ayok kita tidur."
Alis Bara tertarik ke atas mendengar perkataan Kara.
"Tidur? Kamu yakin?" Tangan kanan Bara mulai berjalan nakal melepaskan kancing piyama Kara. Tangan kirinya malah semakin merapatkan pelukannya, sedangkan matanya tetap awas pada wajah Kara.
"I-iya, kan. Memangnya mau apalagi?"
"Hm ... aku mau yang lain," setelah mengatakan hal itu Bara mengubur wajahnya dileher Kara, menghirup aroma memabukan sang istri.
Kara sendiri? Perasaannya sungguh kacau.
"Aku mau kamu, Ra. Boleh aku minta hak-ku?" Ucapnya dileher sang istri, bibirnya bergerak nakal menciumi leher dan tulang selangka sang istri.
Kara tidak dapat membalas perkataan Bara. Kewarasan wanita itu berada di ujung tanduk. Hanya dengan sebuah anggukan pelan, Bara menyeringai. Ia lantas menyudahi aksinya, kemudian mencium kasar bibir yang sudah menjadi candunya.
Masih dengan bibir yang saling bertaut, Bara menggendong Kara untuk dibawanya ke ranjang. Ia merebahkan Kara dengan hati-hati, kemudian tangannya kembali menyelesaikan melepaskan kancing yang belum selesai terlepas.
Cut ... kalian bisa bayangkan sendiri kelanjutannya yaaa.
***
Tbc
Aku potong bentar ah, ntar dilanjut lagi yawww 🤣 ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Duda, Anak Dua. Siapa takut?
Любовные романыKara tidak pernah menyangka bisa jatuh cinta dengan seorang duda beranak 2. Sejauh apapun dirinya berusaha untuk menghapus rasa cinta itu, tetap saja sulit. Mengingat kekasih hatinya yang selalu meluluhkannya--- Bara Wicaksono Kara mengira jika kedu...