"Anak Mamiii, kamu udah gede sayang." Wina memeluk Javier erat, yang dipeluk hanya diam tidak memberikan reaksi apa-apa. Pertama, Javier kaget akan kemunculan Wina kembali, kedua perasaan dia biasa saja tidak senang ataupun bahagia, hanya biasa-biasa saja. Berbeda dengan Melvin yang begitu senang dan bersemangat sekali.
"Berapa lama Mami di sini?"
"Javier/Adek!"
Javier menatap Melvin dan Wina bingung. Apa pertanyaannya salah? Kan dia bertanya normal, karena dia tidak yakin kalau sang mami akan menetap lama di sini.
"Kok Javier ngomong gitu sayang, Javier nggak kangen Mami?"
Javier diam saja, ingatkan perasaannya itu biasa saja. Mungkin karena dari dulu dia tidak dekat dengan ibu kandungnya itu, dan Wina juga dulu tidak mendekatkan dirinya dengan Javier jadi apa ini salahnya? Karena dia biasa-biasa saja pada sang mami?
"Maaf, aku ke atas dulu yah. Gerah, mau mandi."
Pamit Javier, sebelum dia pergi ia sempatkan diri untuk mencium pipi Kara. Yang jelas saja membuat Wina kaget, Kara dan Melvin sendiri sudah biasa melihat sikap Javier yang lebih manja pada Kara. Tapi, di sini masalahnya ada Wina yang notabene ibu kandung Javier sendiri.
Setelah mencium pipi kiri Kara remaja tanggung itu langsung saja naik ke lantai atas. Tanpa mempedulikan lagi Wina dan juga Melvin yang mungkin kecewa padanya.
"Mami tunggu di sini yah, abang mau ke atas dulu."
Wina mengangguk sambil tersenyum tipis.
Sekarang di lantai bawah hanya ada Wina dan Kara. Wina mendekati Kara sambil bersedekap dada, ia meneliti penampilan Kara dari atas ke bawah.
"Well, gimana perasaannya sekarang udah gantiin posisi saya, Kara?"
Kara tidak mengerti dengan kalimat Wina.
"Maksud, Mbak?"
"Ck, jangan sok polos kamu. Saya tau kamu emang udah lama ngincer Bara, kan? Suami saya?!"
Makin bingung lah Kara dengan kalimat Wina.
"Maksud Mbak Wina apaan sih, saya aja nggak tau kalau mbak udah nikah, apalagi sama mas Bara."
Wina tertawa, jenis tawa kering yang seolah meledek.
"Kara, Kara. Kamu ini polos, atau pura-pura bego sih?!"
"Saya emang gak tau kalau Mbak udah nikah, ingat Mbak kita gak pernah bener-bener deket. Jadi untuk apa saya juga nyari tahu soal Mbak!"
"Wow! Kamu berani juga ngomong begitu, Kara. Ckckck."
"Kenapa saya harus takut? Saya nggak salah di sini!"
"Ck, kamu dan ibumu sama aja, suka sama suami orang!"
Kara maju ke depan, dia panas sekali mendengarnya. Apalagi sampai membawa-bawa ibunya.
"Cukup Mbak! Masalah kita gak ada kaitannya sama ibuku! Seharunya Mbak sendiri yang ngaca! Ibu Mbak yang godain ayah. Udah tau pria beristri kenapa di deketin? Gimana sekarang hidupnya ngambil ayah dan suami orang lain? Enak yah?!"
Wina yang tak tahan lagi menampar pipi Kara dengan keras. Mata Wina menyala tajam memandang Kara.
"Jaga ucapan kamu! Kamu itu gak tau apa-apa!"
"Kamu Mbak yang harusnya diam! Karena jelas di sini bukan aku dan ibu yang salah. Tapi, Mbak sama ibu Mbak! Ibuku nggak mandul, emang ibu Mbak aja yang keganjenan! Ayahku juga yang bego, malah selingkuh sama wanita matre! Sekarang Mbak sama ibu Mbak udah puas kan, ngambil ayah sama suami orang? Gimana rasanya? Enak kali yaa hidup tanpa pusing mikirin duit?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Duda, Anak Dua. Siapa takut?
RomansaKara tidak pernah menyangka bisa jatuh cinta dengan seorang duda beranak 2. Sejauh apapun dirinya berusaha untuk menghapus rasa cinta itu, tetap saja sulit. Mengingat kekasih hatinya yang selalu meluluhkannya--- Bara Wicaksono Kara mengira jika kedu...