Bab 46

11.6K 590 89
                                    

"Kamu kenapa gak dateng ke rumah aku, Mas? Kamu udah janji!"

Heru mengembuskan napasnya kasar, matanya menatap Wina jengah.

"Win, tolong ngertiin aku. Kita bukan lagi di LN. Gimana kalau yang lain tahu?!"

"Aku gak peduli! Kamu aja gak peduli sama aku!"

Kembali Heru membuang napasnya kasar. Dia sepertinya salah menerima tawaran Wina sebagai simpanannya. Wanita itu rupanya benar-benar membuatnya kewalahan.

"Lagian, apa Mas gak kangen sama aku?" Wina berjalan mendekati Heru lalu memeluk Heru dari belakang.

"Anak kamu kangen ditengokin loh, Mas."

Heru diam saja, padahal tangan Wina sudah mulai nakal berjalan-jalan di tubuhnya.

"Cukup, Win. Kita masih di kantor!"

"Ck, yaudah makanya nanti malam ke apartement, kamu gak kangen aku apa?!"

Awalnya hanya coba-coba, eh keterusan. Itu lah kalimat yang paling pas untuk Heru.

"Hh baiklah, nanti aku ke sana."

"Janji?"

"Iya,"

"Kamu gak bohongin aku kan?" Wina sepertinya semakin berani, dia kini duduk di atas paha Heru. Dengan tangan yang ia kalungkan di leher Heru. Wajah Wina mendekati Heru sang cinta pertamanya sejak kuliah. Ia memulai ciuman itu duluan, yah namanya kucing dikasih ikan makan juga kan? Begitulah Heru. Awalnya menolak, tapi ujungnya? Dia juga menikmati. Mereka berdua seolah lupa jika ini di kantor, yang siapa saja dapat masuk ke dalam karena begitu mereka menyelesaikan ciuman dahsyatnya. Pintu kantor Heru terbuka, wajah Wina dan Heru seketika menjauh bahkan Wina berdiri dari duduknya.

"Ta-tante, Papa?!" Seru Naya dengan wajah syok.

"Na-Naya."

"Apa-apaan kalian ini! Kenapa Tante Wina duduk di paha Papaku! Kalian main gila?!"

"No Naya! Kita gak berbuat yang kamu ucapkan tadi!" Sangkal Heru pada anak gadisnya.

Naya jelas saja tidak percaya, Naya menatap keduanya dengan tatapan benci dan juga marah.

"Papa jahat! Naya benci Papa! Naya juga benci Tante! Tante jahat!"

Anak Heru satu-satunya itu kembali berjalan mundur, hendak pergi. Namun Wina menghalanginya.

"Nay, tunggu sayang. Yang dikatakan Papa kamu benar, kita gak ada ngapa-ngapain, tadi ini karena tante ngidam. Tante pengen deket sama Papa kamu. Kamu kan tahu, Tante itu anak tunggal. Pingin punya kakak, karena Tante, Papamu dan mami kamu sahabatan. Tante udah anggap Papa kamu kakak Tange sendiri." Jelas Wina yang tentu saja berdusta.

"Naya gak percaya!"

"Tante beneran hamil sayang, ini ngidam Tante. Kamu bisa pegang perut Tante." Tanpa mendapat balasan dari Naya, Wina langsung menarik tangan Naya dan menyentuh perutnya yang terlihat membuncit.

"Kamu percaya kan, kalau Tante hamil?"

Naya diam saja, dia masih meragu jika papanya dan sang tante hanya berbohong. Tapi, kehamilan itu menyadarkannya.

"Kalau gitu kita ke rumah oma. Biar oma yang cek, dan yakinin aku kalau Papa dan Tante gak punya hubungan apa-apa!"

Baik Wina maupun Heru terdiam mereka lalu mengangguk.

"Kalian duluan aja, Papa masih ada meeting."

"Paaa ..."

"Papa janji bakal ke sana sayang, kamu duluan sama Tante kamu, yah." Seru Heru lagi yang mau tak mau Naya menurut.

Mas Duda, Anak Dua. Siapa takut?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang