Bab 31

10.5K 444 41
                                    

Guci yang dipegang Sintia meluncur ke bawah, pecah berserakan di lantai samping kaki Kara. Jelas saja mereka semua kaget, karena suara pecahan itu membuat mereka terdiam.

"Melvin." Sintia ikutan berseru kaget melihat anak mantan kekasihnya itu yang berada di sini.

"Tante Sintia! Tante mau ngapain Ibu aku?!" Melvin bertanya dengan mata yang menatap tajam.

"A-anu, Tante-tante. Ini bukan seperti yang Melvin lihat." Kilah Sintia berharap Melvin tidak salah paham.

"Jadi yang harusnya bagaimana? Guci yang Tante pegang kena kepala Ibu aku, begitu?!" Tanyanya tajam.

"Bukan, bukan. Melvin, kamu harus  percaya sama Tante yah. Tante reflek tadi, Tante mau ambil guci itu buat simpen di tempat lain. Iya, gitu,"

Perkataannya jelas saja tidak dipercayai olehnya. Mungkin semua orang yang ada di sini.

Kara kemudian melepaskan cekalannya pada lengan Luna dengan kasar.

"Sebaiknya kalian keluar dari sini, sebelum saya benar-benar panggil satpam buat usir kalian!" Usir Kara pada Sintia dan Luna.

Luna langsung menarik tangan Sintia untuk segera pergi dari sini.

"Dengar! Aku gak akan tinggal diam, liat nanti aku balas kamu!" Setelah mengatakan hal itu Sintia lantas pergi dengan Luna diiringi sorakan dari para pelanggan di sana.

Kara seolah bisa bernapas dengan lega, melihat dua orang wanita pembuat onar tadi sudah pergi dari sini.

"Mbak, ayok ikut aku sebentar,"

"Nanti aja, Mbak mau bantuin dulu mereka," Kara menunjuk kedua juniornya dengan dagu.

"Biar temen-temen aku aja, Mbak yang bantuin,"

Melvin langsung menatap Erik dan Riko.

"Iya, Tante. Tante ikut Melvin aja yah, urusan ini biar kita yang handel," Riko menimpali.

Kara mau tak mau menurut, ia juga lemas karena belum makan siang, terlebih tenaganya sudah terkuras habis karena keributan tadi.

Melvin dan Kara kemudian pergi meninggalkan butiknya, Kara hanya berjalan mengikuti langkah Melvin yang entah membawanya kemana.

Rupanya Melvin membawa Kara ke sebuah taman yang ada di belakang mal. Taman belakang mal itu jarang terlewati oleh pengunjung, karena kebanyakan di isi oleh para pegawai. Yang menjadi pertanyaan, dari mana Melvin tahu? Jawabannya tentu saja karena dia pemilik mal ini. Karena begitu mal ini diresmikan, dia melihat seluruh area mal ini termasuk taman.

Rupanya taman yang berada di belakang mal itu terdapat beberapa pedagang. Jadi, jika mereka lapar mereka bisa jajan yang ada di sana.

Melvin mendudukkan tubuhnya di kursi besi yang berada di sana, di ikuti Kara di sebelahnya.

"Sini tangannya, Mbak."

Kara menyodorkan kedua tangannya pada Melvin.

"Kamu ngapain ke sini, Melv? Lagi cari apa?"

Kara bertanya pada Melvin sambil menunggu anak itu entah mengeluarkan apa di dalam tas punggungnya. Oh rupanya betadine dan plester, Kara semakin bingung melihat itu. Maksudnya untuk siapa kedua barang itu.

"Nggak, aku sengaja ke sini mau ketemu, Mbak."

"Oh, mau makan siang bareng?"

Melvin hanya mengangguk, ia lalu mengolesi kapas dengan anti septik, kemudian menarik tangan kanan Kara untuk semakin dekat dengannya. Dengan pelan ia membersihkan lengan Kara yang terluka, rupanya ada beberapa luka cakaran yang mengeluarkan darah tanpa disadari oleh Kara.

Mas Duda, Anak Dua. Siapa takut?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang