Bab 1

41.9K 972 74
                                    

Kara berjalan mondar-mandir sibuk dengan pikirannya sendiri. Pikirannya berkecamuk, Bara tidak membalas pesannya bahkan mengacuhkannya. Memangnya apa salahnya sih kalau dirinya ingin bertemu dengan kedua anak kekasihnya itu. Bara selalu saja menolak ajakannya dan berakhir dengan dirinya yang bertengkar. Susah sih mempunyai kekasih yang keras kepala, egois mau menang sendiri. Salah juga dirinya yang bisa jatuh cinta dengan pria seperti itu.

Kara yang seorang penjaga toko baju kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku seragam kerjanya. Mungkin banyak yang tidak percaya jika dirinya mengakui, hanya seorang SPG yang memiliki pacar seperti Bara Wicaksono--- duda tampan, mapan, pemilik beberapa restoran ternama, dan hotel. Butik tempatnya bekerja saja itu milik kekasihnya, dia bekerja di sini sudah empat tahun.

Kara tidak tahu jika Bara adalah pemiliknya, karena pria itu dulu berpura-pura sebagai seorang pelanggan. Dia sudah biasa mendapat seorang pelanggan pria matang yang tampan dan berdompet tebal. Sering juga dirinya mendapat tatapan genit dari pria itu, entah karena bentuk badannya yang ideal, atau seragam kerjanya yang membuat dirinya terlihat berbeda. Yang jelas dirinya sudah kebal dengan reaksi pria-pria berdompet tersebut. Tapi, berbeda dengan Bara pria itu begitu dingin, menyebalkan dan selalu mengomentari jika pakaian yang dirinya pilihkan tidak sesuai dengan yang dirinya mau.

Satu kali, dua kali, tiga kali, dia masih biasa. Namun begitu pertemuan ketujuh, Kara menyerah meminta salah satu temannya untuk menggantikan dirinya melayani Bara. Tampan tapi menyebalkan untuk apa? Tapi memang bos nya itu keras kepala, dia tidak mau jika bukan dilayani bukan olehnya. Jadilah dirinya terpaksa untuk melayani Bara dengan malas tentunya.

Kejadian itu terus berlanjut sampai di mana Bara menyatakan ketertarikan padanya, awalnya ia tidak percaya. Namun bukan Bara namanya yang menyerah begitu saja, Bara terus menerus datang ke butiknya setiap hari. Sehingga Kara yang risi takut juga ketahuan oleh atasannya pun mengiyakan, dia tentu saja belum tahu jika Bara pemilik butiknya. Sampai manager di tokonya datang dan memberi hormat padanya, dari situ lah dirinya tahu, tapi hanya manager saja yang mengetahuinya karena Bara jelas tidak memberitahu pegawai lain. Pada awalnya ia setuju jika teman di tokonya tidak tahu jika dirinya berpacaran dengan Bara. Tapi sekarang, dia merasa jengah dan mulai mempertanyakan perasaan Bara padanya.

Kara membungkuk hormat begitu dilihat salah seorang pelanggan yang masuk ke dalam butik. Ia tersenyum lalu menjelaskan barang yang ada butiknya dan paling bagus yang mana. Setelah pelanggan itu setuju, dan membayar barang yang dibelinya Kara tersenyum lalu kembali mengangguk.

Pria tampan berseragam hitam, salah satu pegawai jam tangan pria mahal di mal itu mengetuk pintu kaca butiknya. Pria itu lalu masuk dan menghampiri Kara sambil menyunggingkan senyuman.

"Makan siang yuk, Kar?" Ajak Remon pada Kara.

Wanita bertubuh ideal itu mengangguk kemudian berjalan menuju temannya yang sedang berada di kasir.

"Ris, aku makan siang dulu, ya. Kamu mau nitip?" Tanya Kara pada Risna

Risna menggeleng. "Enggak kayaknya, suami aku udah buatin bekal." Balasnya sambil tersenyum lebar.

"Iya deh yang suaminya koki," ledek Kara yang membuat Risna menyeringai mendengarnya.

"Yaudah, aku sama Remon ke luar dulu, ya." Pamit Kara lalu mendapat anggukan dari Risna.

"Yuk," ajaknya pada Remon.

Mereka berdua pun ke luar dari dalam butik, berjalan beriringan.

"Makan ke mana kali ini?" Tanya Remon sambil menyerahkan helm kepada Kara.

"Apa yah, yang deket aja deh." Balas Kara.

"Kalau yang deket mah, belakang mal aja lah." Ejek Remon yang mendapat kekehan dari Kara.

Mas Duda, Anak Dua. Siapa takut?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang