Bab 11

11.3K 559 34
                                    

"Bara, tumben kamu ke sini, hm? Mau ketemu Mas Heru?"

Bara menggelengkan kepalanya.

"Aku mau ketemu, Kakak."

"Ayok duduk, Kakak siapin dulu makan siang sekalian kamu makan sini, ya."

Bara menggelengkan kepalanya.

"Nggak usah, Kakak kemarin ngomong apa aja sama Kara?"

Bianca menaikan alisnya tinggi, namun sedetik kemudian tersenyum sinis.

"Pacar kamu ngadu?"

Bara diam saja masih memandang Bianca dingin.

"Kakak cuman kasih tau, kalau kamu bakalan rujuk sama Wina. Itu aja, kok."

"Aku nggak yakin Kakak cuman bilang itu aja sama dia, dan sejak kapan aku mau rujuk sama Wina?!"

"Bara, kamu kenapa sih? Apa yang kamu lihat dari Kara? Wanita itu masih muda, miskin gak berpendidikan. Dia akan kesulitan ngimbangin kamu, keluarga kita! Cuman Wina yang mampu!"

Pandangan Bara semakin menyorot tajam Bianca.

"Kak Bianca tau apa sih soal pernikahanku! Stop urusin keluargaku, urusin aja urusan Kakak. Yang perlu Kakak tahu. Salah satu alasan perceraianku karena Kakak! Jika istriku bukan Wina, rumah tanggaku nggak akan hancur."

Dan setelah itu Bara pergi meninggalkan rumah Bianca. Tak mempedulikan wajah Bianca yang berubah. Bianca masih mencerna apa makud Bara padanya, dia masih tidak mengerti.

Wina adalah adik kelas Bianca saat di kampus, mereka dekat karena mengikuti salah satu ekskul yang sama. Bara dikenalkan pada Wina saat Bara baru menyelesaikan sekolahnya di luar negri. Dari situ lah Bianca mencomblangkan Wina dengan Bara. Bara yang saat itu masih sendiri menerima-menerima saja, karena dia tahu kakaknya tidak mungkin mengenalkan wanita yang tidak baik padanya. Mereka kemudian dekat dan mulai berpacaran, begitu Bianca tunangan dengan Heru. Tak lama setelah itu Bara yang meminang Wina meskipun mereka berdua menikah duluan. Tapi, Bianca dulu lah yang memiliki keturunan.

***

Semenjak hari itu, Kara memilih untuk berjaga di mal lain. Bukan dirinya geer jiga Bara akan menemuinya lagi, namun dia juga menghindari Javier. Takut-takut anak itu menghampirinya, dia belum tahu harus bersikap seperti apa pada remaja itu. Beruntunglah selama beberapa hari ini pikiran dan jiwanya sedikit tenang.

Karena di toko ini hanya dia dan Maya saja yang bertugas, karena partner Maya baru resign alhasil hanya mereka berdua saja yang berjaga. Dia juga sedang mencari karyawan baru, namun beberapa belum masuk dengan persyaratan yang ada. Salah satunya dengan persyaratan belum menikah, karena pegawai yang baru saja resign itu akan menikah bulan depan. Sedikit ketat memang, namun itu lah syarat yang diberikan oleh boss-nya itu. Sedangkan dirinya dibebaskan karena sebagai kepala toko, terlebih dirinya paling lama bekerja di sini.

Kara yang sedang berjaga di kasir setelah menginput data, kembali ke depan untuk greeting.

"Selamat siang, Ibu. Silakan dilihat dulu, ada beberapa model pakaian yang cocok dengan, Ibu. Mari, Bu."

Kara menyapa wanita paruh baya yang umurnya diperkirakan di atas umur ibunya. Wanita paru baya yang terlihat elegant itu masuk ke dalam tokonya, dan Kara mengikuti dari belakang.

"Saya mau lihat koleksi tas di sini,"

"Baik, Bu tunggu sebentar."

Kara pamit untuk membawakan pesanan si ibu. Sedangkan ibu-ibu itu tengah melihat-lihat.

"Ini, Bu beberapa koleksi terbaru kita yang cocok dengan, Ibu."

Kara menaruh beberapa tas yang sekiranya cocok dengan pelanggannya itu. Namun raut wajah ibu tersebut tidak menunjukkan minatnya.

Mas Duda, Anak Dua. Siapa takut?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang