Bab 14

11K 524 27
                                    

Javier masuk ke dalam rumah begitu saja, tak mempedulikan Melvin yang mamanggil-manggil namanya. Javier ingin sendiri, belum mau berbicara dengan abangnya itu. Karena dia sudah tau apa yang Melvin akan bicarakan.

"Adek, Abang mau ngomong."

"Nanti aja, Adek mau istirahat."

Tapi untuk kali ini Melvin tidak mau menurut, sulung Bara itu mengikuti adiknya masuk ke dalam kamar.

"Adek, kenapa kamu gak bilang sama Abang?"

Javier langsung mengerti, apa maksud perkataan Melvin kepadanya.

"Karena Adek takut kalau Abang bakalan larang Adek buat ketemu lagi sama Mbak Kara."

"Terus kenapa Adek tetep lakuin?"

Javier memandang abangnya itu dengan pandangan yang sulit dijelaskan dari seberang ranjang, sedangkan abangnya itu masih berdiri di depan pintu.

"Karena Adek sayang sama mbak Kara,"

Melvin mendengus sambil menggelengkan kepalanya. "Adek! Kamu tau kan alasan kita benci semua pacarnya, ayah? Karena kita nggak mau mereka gantiin mami!"

Javier menunduk mendengar nada marah dari Melvin.

"Tapi, mbak Kara baik. Dia bukan orang yang selama ini kita pikirin, Abang."

"Nggak, dia itu jahat! Dia sama aja kayak mantan-mantan ayah!"

Javier menggeleng "nggak, Adek percaya sama perasaan Adek!"

"Javier! Kamu kenapa sih! Dia itu mau ngerebut posisi mami! Nggak ada yang boleh gantiin posisi mami! Dia gak pantes buat ayah, dia gak pantes buat keluarga kita!"

"Tapi Abang nggak pernah tau rasanya jadi Adek!" Javier balas membentak abangnya itu, sedikit membuat Melvin kaget.

"Abang gak pernah ngerasain jadi Adek! Mami jarang di rumah, mami gak pernah jemput sekolah Adek! Mami gak pernah ada waktu buata Adek!" Jeritnya sambil menahan tangis.

"Dek, tapi mami kan kerja, dia model. Dia selalu main sama kita kan,"

"Itu Abang! Mami selalu sama Abang! Atau kita bertiga, mami jarang punya waktu buat Adek! Terserah Abang mau mami, Adek mau mbak Kara. Nggak ada yang peduli sama Adek, cuman mbak Kara yang peduli sama Adek!"

Setelah mengeluarkan unek-uneknya, Javier masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan Melvin yang terpaku di tempatnya. Melvin seolah disadarkan oleh Javier akan hubungan mami dan adiknya itu. Dia tidak pernah mengira jika Javier dan maminya tidak seperti dirinya dan sang mami yang begitu dekat. Melvin menyesal, mengapa dia tidak peka, mengapa dia baru sadar ketika adiknya sendiri lah yang mengatakannya.

Melvin berjalan menuju Javier. Dia mengetuk pintu kamar mandi, dia tahu Javier sedang menangis di sana terdengar suara tangisan adiknya dari dalam.

"Adek, maafin Abang."

Javier diam saja, dia masih menangis.

"Kenapa Adek nggak pernah cerita sama Abang kalau mami jarang ajak Adek jalan?"

Mendengar perkataan abangnya itu Javier seketika ingat kejadian beberapa tahun lalu. Saat dirinya selalu meminta perhatian sang mami, namun maminya itu kadang sibuk dan lupa dengan janjinya. Tapi berbeda dengan abangnya, mami selalu mendahulukan abangnya. Ketika dirinya ingin meminta di ambil raportnya saja, dirinya selalu dengan ayahnya atau oma tidak pernah dengan maminya. Maminya selalu memprioritaskan abangnya, selalu abang. Dia iri? Tentu saja, dia iri mengapa maminya begitu membedakan dirinya dengan abangnya. Tapi dia tidak pernah membenci Melvin dia menyayangi abangnya itu. Jadi dia hanya bisa diam dan kembali menangis, tanpa menjawab pertanyaan abangnya itu.

Mas Duda, Anak Dua. Siapa takut?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang