Kara masuk ke dalam kamarnya dan mengecek ponsel, yang ternyata banyak sekali pesan dan panggilan tak terjawab dari Bara. Ia mulai membaca pesan Bara satu persatu, sampai kemudian ponselnya kembali berdering. Itu suaminya yang kembali meneleponnya, sejak satu jam yang lalu yang tak ia angkat.
"Hallo, Mas?"
"Sayang, Kara kamu nggak apa-apa kan? Kenapa teleponku gak kamu angkat? Kamu beneran nggak apa-apa kan?"
"Mas, aku nggak apa-apa oke. Tadi aku lagi di bawah gak bawa ponsel,"
"Mas takut kamu kenapa-kenapa sayang, tapi beneran kamu nggak apa-apa kan?"
"Iya, aku nggak apa-apa kok. Mas mau ceritain soal mbak Wina?"
"Tapi nggak di sini sayang, tunggu mas hari Minggu."
"Ck, ini baru hari Senin."
"Maaf, tapi mas janji bakal ceritain semuanya setelah mas pulang,"
"Hn."
"Maaf sayang, pokonya kamu jangan di ambil hati setiap perkataan Wina. Jangan percaya juga omongan dia."
"Termasuk dia cinta pertamanya mas Bara? Aku juga gak boleh percaya sama dia?"
"Sayang ..."
"Oh oke aku paham, aku gak masalah kalau dia cinta pertama mas Bara. Toh mas Bara juga bukan cinta pertama aku."
"Kara, sayang kita bahas ini nanti oke. Aku bener-bener mau ceritain semuanya."
"Hhh yaudah, kalau aku paksa mas Bara juga, mas Bara tetep gak cerita kan?"
"Maaf."
"Yaudah lah, ini kalau aku apa-apain mantan istri kamu, kamu gak bakalan marahin aku kan?"
"Maksudnya, sayang?"
"Iya misalnya kalau aku tampar dia, kamu gak akan masalah?"
"Hah, kamu tampar Wina?"
Bara di ujung sana kaget akan perkataan sang istri. Seharusnya dia tidak kaget lagi, mengingat dia pernah melihat Kara yang dikeroyok oleh mantan kekasihnya. Dan Kara bisa menanganinya dengan baik, maka jika Wina berbuat yang aneh-aneh pada Kara. Pastilah istrinya itu akan membalasnya, seharusnya dia tidak kaget lagi. Tapi tetap saja, dia takut istrinya itu kenapa-kenapa.
"Mas Bara? Hallo?"
"Maaf sayang, ini maksudnya kamu udah tampar dia? Atau kamu mau tampar dia?"
"Jujurly aku udah tampar dia. Dan mas Bara harusnya tahu aku gak mungkin tampar orang lain kalau dia gak mulai duluan."
Kara bukan membela diri tapi dia ingin bercerita sejujurnya.
"Aku tahu, tapi kamu gak apa-apa kan sayang? Nggak ada yang luka?"
"Nggak aku nggak apa-apa, makasih udah khawatirin aku."
"Aku pasti selalu khawatirin kamu sayang, silakan lakuin apapun yang kamu pengen lakuin, aku nggak akan larang. Asal kamu baik-baik aja, jangan terluka."
Kara tersenyum, ini lah salah satu alasan dirinya menyukai Bara. Pria itu seperti benar-benar jatuh cinta padanya, yah terbukti sih. Dari awal pria itu yang selalu mengejarnya, merepotkan dirinya. Mau bagaimana pun dirinya mendorong Bara menjauh, tapi mantan duda dua anak itu terus saja mendekatinya. Dia pernah dikatakan bodoh oleh Aqnes karena menolak Bara. Yah, namanya juga dia belum menyukai pria itu, lagi pula seumur-umur dirinya berpacaran. Dia belum pernah menyukai seorang duda, apalagi berpacaran. Namun, sepertinya pengecualian untuk Bara. Karena duda satu itu memiliki berbagai cara untuk mendekatinya. Terhitung satu tahun pria itu meluluhkannya, dan yeah dia terjerat juga pada pria satu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Duda, Anak Dua. Siapa takut?
RomansaKara tidak pernah menyangka bisa jatuh cinta dengan seorang duda beranak 2. Sejauh apapun dirinya berusaha untuk menghapus rasa cinta itu, tetap saja sulit. Mengingat kekasih hatinya yang selalu meluluhkannya--- Bara Wicaksono Kara mengira jika kedu...