Bab 2

16.2K 614 8
                                    

Remon mengantar Kara sampai di depan rumah wanita yang disukainya, namun dia tertegun melihat sebuah mobil mewah yang sudah terparkir di depan rumah Kara.

"Kar, gue balik dulu yah," pamit Remon pada Kara.

Kara mengangguk, kemudian memberikan helm yang dipakainya pada Remon. Pria manis itu tersenyum lalu pergi dengan motornya meninggalkan Kara yang masih diam memerhatikan Remon.

Kara mengeluh melihat mobil Bara yang ada di depan rumahnya, pasti pria itu berbicara yang tidak-tidak pada ibunya. Ibunya itu kebanyakan ibu pada umumnya, ingin memiliki menantu mapan, tampan, dan berwibawa. Tapi satu hal yang ibunya tidak tahu dari Bara, bahwa pria itu seorang duda beranak dua. Jika ibunya tahu, tidak mungkin Bara bisa sesuka hati mengunjungi rumahnya.

Kara masuk ke dalam rumah sederhana milik ibunya setelah mengucapkan salam, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia melengos masuk ke dalam kamar. Tidak memedulikan wajah ibunya yang memerah menahan kesal dan juga wajah Bara yang mendadak kaku.

"Tunggu sebentar yah, Ibu mau susul Kara dulu,"

"Tidak usah, Bu. Sepertinya Kara sedang capek, kalau begitu saya pamit. Nanti saya akan telepon Kara." Sahut Bara yang membuat wanita paruh baya di depanya itu kembali duduk.

"Baiklah jika begitu, kasian juga Nak, Bara sedari tadi sudah menunggu tapi Kara nya begitu." Balasnya wanita paru baya itu dengan sesal.

Bara tersenyum, pria matang itu kemudian pamit undur diri. Tidak ingin meninggalkan kesan buruk untuk ibu kekasihnya itu.

Setelah Bara pergi, ibu Kara langsung ke kamar putri semata wayangnya itu. Dilihatnya Kara yang sedang duduk di depan meja rias, sang ibu seketika menghampiri.

"Kamu kenapa sih, Ra. Bara ke sini kok kamu malah nyelenong masuk ke kamar? Sopan santun kamu, di mana?!" Tegur sang ibu yang berdiri di samping meja rias putrinya.

Kara diam saja, tangannya sibuk mengolesi wajahnya dengan krim.

"Pokoknya Ibu nggak mau tahu, besok kamu harus baikan sama Bara. Dia udah Ibu anggap sebagai calon mantu, Ibu."

Dan kali ini Kara memberi respon dengan dengusan. Ibu Kara yang melihat balasan sang anak seperti itu hanya menggelengkan kepalanya kemudian pergi meninggalkan Kara.

"Bara lagi, Bara lagi. Bener-bener deh itu Duda, ngasih jampi-jampi apaan sih sama Ibu. Bisa-bisanya Ibu kepincut sama dia!" Dumelnya sebal.

Kara lantas beranjak dari duduknya lalu berjalan menuju ranjangnya. Ia langsung membaringkan tubuhnya, rasanya tubuhnya begitu pegal terlebih kaki nya. Ini semua gara-gara Amira, dasar sialan wanita tua itu. Bukan salahnya jika toko sepi, pengunjungnya saja yang tidak mau datang ke toko nya, tapi dia dan temannya yang mendapatkan getahnya.

Baru saja dia menutup mata, ponselnya malah berdering bunyi telepon masuk, dan Kara benar-benar malas untuk mengangkatnya. Dia tahu yang menelepon itu siapa, karena ponselnya terus saja berbunyi tidak sabaran. Dengan kesal dia mengangkat telepon itu.

"Apa?!" Bentak Kara yang sudah kesal.

"Kok gitu jawabnya? Saya sapa kamu tadi mesra loh," Ujar si penelepon dengan pura-pura kaget.

Kara berdecak. "Apa sih, saya mau tidur nih. Bapak jangan ganggu saya dong!"

"Eits bilang apa hm? Bapak? Saya? Kamu mau saya cium kayak kemarin sampe megap-megap? Oh dengan senang hati sayang."

"Mas Bara! Nggak lucu tau gak!"

Di ujung sana Bara tergelak.

"Cantik deh kalau lagi marah gitu, pasti muka kamu merah. Sayang, saya nggak ada di sana."

Mas Duda, Anak Dua. Siapa takut?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang