Javier membanting pintu rumah ketika dia baru sampai, Melvin yang sedang memainkan ponsel terlonjak kaget.
"Adek!" Tegur Melvin yang melihat Javier berlari naik ke arah tangga.
Melvin mengikuti langkah adiknya itu dari belakang.
"Kamu kenapa?"
Kejar Melvin yang jelas tidak digubris oleh Javier.
Begitu Javier akan menutup pintu kamarnya, Melvin menahan. Membuat adiknya itu menatap marah sang kakak.
"Lepasin!"
"Kamu kenapa sih? Datang-datang kayak gitu?!"
"Bukan urusan Abang!"
"Javier!" Tegas Melvin tanpa embel-embel adek. Jika Melvin dan Bara sudah menyebutkan nama aslinya, maka itu artinya mereka serius, dan marah.
Javier membuka pintu kamarnya keras.
"Buna hamil! Abang puas! Buna hamil! Dia mau punya anak lain! Adek nggak mau! Adek nggak mau!" Jerit Javier marah dan meraung-raung.
Melvin terdiam, apa dia tidak salah dengar? Ibu sambungnya itu hamil? Lalu, bagaimana ini, apa ayahnya itu tahu?
"Sstt, udah yah jangan nangis, Adek. Nanti kamu pusing."
Melvin mendekat kemudian memeluk adiknya itu.
"Buna hamil Abang! Dia bakalan punya anak lain, bakalan ada yang gantiin Adek! Adek nggak mau Abang! Gimana kalau mereka gak sayang lagi sama kita, gimana kalau mereka buang kita! Adek nggak mau Abang! Adek nggak mau!" Serunya lagi yang kembali menangis keras.
Melvin hanya bisa menenangkan adiknya itu sambil mengusap punggung Javier yang bergetar. Padahal baru beberapa hari lalu dia mengatakan hal itu pada Javier dan ternyata terjadi juga. Jujur saja, dia juga bingung. Kalimat negatif adiknya itu menari-nari di kepalanya.
"Udah yah jangan nangis, Abang yakin kalau ayah nggak mungkin buang kita. Kita kan anaknya, kamu tenang yah jangan berpikir yang aneh-aneh."
"Ta-tapi ka-kalau bener gimana? Adek nggak mau Abang. A-adek mau kita aja berempat, jangan ada adek bayi lagi. Cukup Adek aja yang jadi bungsu di sini." Kembali Javier bersuara dengan nada tersendat-sendat.
"Iya, iya udah yah berhenti nangisnya."
Ketika adik dan kakak itu sedang berpelukan. Kara dari bawah berteriak memanggil nama Javier dengan suara yang cemas. Javier langsung melepaskan pelukannya.
"Abang, Adek nggak mau ketemu Buna. Abang tolong jangan biarin Buna ke sini,"
"Adek--"
"Nggak, Adek nggak mau Abang. Adek mohon."
Melihat adiknya yang seperti itu, membuat Melvin tidak tega dan akhirnya mengalah. Ia keluar dari dalam kamar Javier dan adiknya itu langsung menutup pintu kamarnya. Beretepan dengan tertutupnya pintu, Kara muncul dengan wajah yang terlihat kelelahan dan juga panik.
"Abang, Adek udah pulang kan?"
Melvin hanya mengangguk.
"Dia ada di dalem?"
Lagi, Melvin mengangguk.
"Sebaiknya Mbak ke kamar, Adek nggak mau diganggu."
"Tapi, Abang. Mbak harus ketemu Adek. Mbak harus bicara sama Adek."
Melvin menggelengkan kepalanya, pertanda tidak bisa.
"Adek lagi nggak mau diganggu, Mbak tolong ngertiin Adek yah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Duda, Anak Dua. Siapa takut?
RomanceKara tidak pernah menyangka bisa jatuh cinta dengan seorang duda beranak 2. Sejauh apapun dirinya berusaha untuk menghapus rasa cinta itu, tetap saja sulit. Mengingat kekasih hatinya yang selalu meluluhkannya--- Bara Wicaksono Kara mengira jika kedu...