Kara masuk ke dalam rumah sang ibu, ia melihat ibunya tengah selesai beres-beres.
"Bu,"
"Kamu udah dateng?"
"Hm."
"Kamu belanja bulanan itu? Banyak banget belanja sayurannya."
"Nggak sih, kan ini mau belajar masak sama Ibu."
Lastri menggelengkan kepalanya.
"Kamu ini, Ibu kan gak suruh buat bawa bahan-bahan, orang di sini juga ada."
"Yah kan kalau gagal sayang, Bu. Jadi yaudah sekalian aja aku beli buat persiapan."
"Yaudah ayok ke dapur, kamu juga ganti dulu bajunya."
Kara menuruti ucapan sang ibu, begitu telah selesai ia langsung saja ke dapur. Di sana sudah ada ibunya yang mempersiapkan bahan-bahan yang akan dibuat oleh mereka.
"Kamu bisa bedain kan yang mana kunyit, jahe, lengkuas, sama kencur?"
Meskipun Kara tidak bisa memasak, setidaknya dia dapat membedakan bumbu dasar.
"Iya,"
"Oke kita masak yang simpel dulu yah, anak-anak sama suamimu ada alergi nggak, Ra?"
"Udang aja sih, Bu kalau anak-anak." Balasnya sambil mengupas bumbu-bumbu yang ibunya perintahkan.
"Bara nggak ada?"
"Kayaknya nggak deh, udang aja dia makan."
"Bagus kalau gitu, kamu ada rencana buat program anak?"
"Aku nunda dulu, Bu. Mas Bara kan mau kerja ke luar juga,"
Kembali ibunya mengangguk.
"Ibu nggak nyuruh aku buat cepet punya anak kan?"
Ibunya berdecak.
"Nggak lah, semuanya udah di atur sama yang di Atas. Ibu malah seneng denger kamu begitu, kamu bisa fokus ke abang sama adek dulu. Nggak usah buru-buru punya anak, toh kamu juga udah punya anak meskipun anak sambung. Lagian abang sama adek juga sekarang jadi anak kamu, yang berarti cucu Ibu."
"Iya, Bu. Makasih yah, udah ngertiin Kara. Udah mau nerima Mas Bara sama anak-anaknya,"
Lastri kembali menggelengkan kepalanya. "Ah kamu ini, udah-udah. Sekarang kamu ulek bumbu-bumbu itu buat kangkung."
Kara segera menuruti.
Satu jam kemudian acara belajar masak Kara telah selesai, diselingi dengan obrolan mereka dan juga omelan sang ibu mengenai masakannya. Seperti keasinan misalnya, karena Kara tidak dicoba dahulu dia malah langsung memasukan saja sesuai perasaannya.
"Akhirnya selesai juga,"
Kara berujar sambil menegak air putih. Dia benar-benar haus, jujur dia lebih menyukai membuat cake ketimbang masak memask. Karena diam di depan kompor untuk masak itu gerah, berbeda sekali jika memanggang cake yang bisa dia tinggalkan.
Lastri menggeleng melihat anak satu-satunya itu seolah telah bekerja keras. Terlihat sekali kelelahan.
"Kamu mau anterin masakan ke kantor?"
Kara melihat jam yang berada di dinding sudah waktunya makan siang memang.
"Nggak,"
"Kenapa?"
"Ngapain ah, lagian kan aku baru belajar hari ini juga gak mulus. Ibu lihat aja kan tadi kangkungnya keasinan, belum lagi ikan gorengnya terlalu kering. Ah males banget aku." Dumel Kara yang merasa frustrasi melihat hasil masakannya yang jauh dari kata sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Duda, Anak Dua. Siapa takut?
RomanceKara tidak pernah menyangka bisa jatuh cinta dengan seorang duda beranak 2. Sejauh apapun dirinya berusaha untuk menghapus rasa cinta itu, tetap saja sulit. Mengingat kekasih hatinya yang selalu meluluhkannya--- Bara Wicaksono Kara mengira jika kedu...