Bab 18

11.8K 524 21
                                    

Belakangan ini Kara selalu melamun, perkataan sang ibu terngiang-ngiang dikepalanya. Ia menghela napasnya berat, mengapa kisah percintaannya tidak lah berjalan mulus. Pertama dia pernah mencintai seorang pria yang memiliki ekonomi yang sama dengannya. Tapi, minusnya pria itu tim pria mendang-mending, keluarganya baik hanya saja terlalu kolot menurutnya. Dan dia tidak bisa mengikuti mereka, jadi begitu pria itu mengajak dirinya serius dia memilih mundur. Dua minggu kemudian dia mendapatkan undangan dari pria itu, itu membuatnya kaget. Sakit hati? Tidak, karena dari awal dia tidak berharap lebih pada pria itu.

Dan sekarang, dia dihadapkan dengan pilihan yang sulit. Dia mencintai Bara itu sudah jelas, namun perkataan pria itu yang menyakitkan selalu terngiang-ngiang ditelinganya. Belum lagi keluarga pria itu yang tidak menyukainya. Hah dia sangat pusing, apalagi Bara yang sekarang tak kenal lelah mendatangi rumahnya.

Apa dirinya sudah keterlaluan? Batinnya.

"Mbak Kara ada titipan nih, biasa."

Uti menghampirinya sambil menyerahkan paper bag yang berisi bakmi. Bakmi kesukaannya, itu pasti dari Bara. Pria itu benar-benar menguji perasaannya, karena terhitung sudah lebih dari satu bulan Bara selalu mengirimkannya makan siang. Kadang pria itu juga selalu mengirimkannya camilan asin, pedas. Pokonya makanan kesukaannya deh, apa dia membuangnya? Pada awalnya ia tidak memakannya, namun makin sini makin sini dia menerimanya, ia juga menikmatinya bersama partner kerjanya.

Hari ini tidak seperti biasanya, Kara pulang sore hari. Biasanya mau dia masuk pagi dia akan pulang malam, tapi hari ini dia pulang sore. Pertama karena di toko tidak ada urgent yang butuh dirinya, kedua dia ingin sesekali me-time.

Kara menjalankan motor matic-nya, sambil berpikir untuk dirinya pergi berjalan-jalan dulu sebentar sebelum ke rumahnya.

Ia melihat sebuah taman yang sedang ramai, banyak sekali pedagang-pedagang di sana. Ia lantas menepikan motornya, lalu berjalan ke sana. Matanya terpaku pada beberapa penjual camilan, moodnya sedang bagus, ia lantas menghampiri penjual batagor, es kelapa muda, cilok, telur gulung, takoyaki dan lumpiah basah.

Kara duduk disebuah bangku kosong yang ada di sana sambil membawa jajanannya. Ia lantas mulai menyantap satu persatu makanan yang dibelinya, sambil memakan dirinya teringat akan Bara. Pria itu, entah kenapa sulit sekali dihilangkan dari pikirannya. Seperti saat ini saja, ia tengah memakan batagor. Dirinya jadi ingat pada Bara yang ternyata pria itu menyukainya juga, setiap dirinya jajan makanan dipinggir jalan Bara tidak mengeluh dia mau saja mencobanya setiap dirinya sodorkan. Dia pikir Bara akan menolak dan mengatainya tapi tidak, Bara bahkan ingin mencobanya. Jika tidak suka dengan lidahnya, Bara akan berhenti tanpa menyuruhnya.

Kara jadi teringat perkataan ibunya lagi.

"Yang di inget tuh jangan yang buruk-buruknya aja, tapi yang baiknya juga."

Perkataan ibunya itu memang benar, karena selama ini dirinya berpacaran dengan Bara pria itu tidak pernah menyakitinya. Baik secara fisik maupun secara lisan, mungkin hanya kemarin saja. Mungkin itu juga karena panik, sehingga mengeluarkan kalimat jahat yang membuatnya sakit hati.

Kara memakan batagornya sambil menangis, dia merindukan Bara. Sungguh. Duda dua anak itu benar-benar merebut semua cintanya, namun apa daya dia juga tidak mau terjadi apa-apa pada keluarganya. Jadi yasudah, mungkin memang bukan jodohnya.

Sedang asyik-asyiknya makan sambil menangis, seseorang tiba-tiba duduk dibangkunya juga sambil menaruh tisu dan es krim di samping es kelapa muda miliknya. Kara yang akan mengambil es kelapa muda miliknya, seketika bingung dirinya lalu mendongak melihat siapa yang memberinya ini. Degup jantungnya seketika berdetak keras, tidak percaya dengan apa yang dirinya lihat.

Mas Duda, Anak Dua. Siapa takut?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang