| 21 |

709 86 2
                                    


Yibo melangkahkan kakinya lebar menuju ruang guru usai mendapat telepon dari guru Yizhan untuk hadir ke sekolah.

Yibo mengetuk pintu sebelum masuk dan melihat putranya tengah duduk seraya menundukkan kepalanya di hadapan gurunya, dengan seorang anak laki-laki yang duduk di sebelahnya.

"Silahkan duduk, pak." ujar Bu guru tersebut.

Yibo mendudukkan bokongnya di sofa yang berhadapan dengan sang guru. Yibo melirik sejenak ke arah Yizhan yang berada di sebelahnya dengan khawatir.

"Apa yang sebenarnya terjadi?"

"Yizhan memukul teman sekelasnya hingga membuat wajahnya lebam." jelas guru tersebut.

Yibo tampak sangat terkejut dan ia menoleh ke arah putranya dengan tatapan tak percaya. Yizhan hanya menundukkan kepalanya takut.

"Yi tidak mungkin memukul tanpa sebab, pasti ada alasan dia melakukan itu." ujar Yibo yang tak bisa mengambil keputusan dari satu arah. Ia harus mendengarkan masalah itu dengan jelas.

"Beralasan atau tidaknya, tidak perlu sampai memukul." jawab guru tersebut tak perduli ada alasan dibalik itu atau tidaknya.

Yibo mengernyitkan dahinya heran mendengar ucapan sang guru. Seharusnya guru itu dapat bersikap bijak dan tidak melihat masalah dari satu arah.

"Yi, katakan pada ayah apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Yibo seraya mengelus pelan kepala Yizhan.

"Yinling menghina Yi, dia mengatakan Yi tidak punya ibu dan sangat menyedihkan, lagipula Yinling yang lebih dulu mendorong Yi hingga terjatuh dari kursi."

"Dengar? Putraku tidak akan pernah melukai siapapun jika ia tidak dilukai." seru Yibo dengan tatapan dinginnya.

Guru tersebut tampak tengah berpikir keras untuk memberikan argumennya.
Yibo mengambil uang cash di dompetnya dan memberikan tiga lembar uang pada guru tersebut.

"Biaya pengobatannya." ucap Yibo dan melenggang pergi bersama putranya.

"Apakah ayah tidak marah?" tanya Yizhan takut-takut.

"Untuk apa ayah marah? Itu tindakan yang tepat untuk orang yang sudah menghinamu." jawab Yibo dengan tersenyum hangat.

Yizhan seketika membentangkan senyumnya mendapatkan dukungan dari sang ayah. Lagipula ia tak sepenuhnya salah.

"Kembali ke kelas mu, ayah akan kembali ke kantor." Yibo merapikan seragam Yizhan yang sedikit berantakan dan juga merapikan surai hitam anak itu menjadi lebih rapi.

"Belajar dengan baik."

"Hm! Bye-bye ayah!!" Yizhan berpamitan seraya melambaikan tangannya dan ia berlari menuju kelasnya.

Yibo membalas lambaian tangan putranya dengan tersenyum tipis. Ia merasa sangat bahagia melihat senyuman khas putranya yang sangat mirip dengan sosok yang sangat dirindukannya.

✿•✿•✿

Hari demi hari berlalu. Hubungan Yibo dan Zhan semakin mengerat berbanding terbalik dengan Lim. Lim tak lagi pernah datang mencari Zhan ke rumah Yibo pasca kejadian waktu itu. Zhan sebenarnya sangat merindukan abangnya, tetapi ia tak juga bisa melupakan perlakuan buruk Lim padanya. Hatinya selalu terluka kala mengingat semua itu.

Yibo terlihat sangat sibuk mengurus pernikahan mereka yang akan dilaksanakan besok pagi di gedung besar yang dinaungi perusahaan ayahnya.

Tak jauh berbeda dengan Yibo, Zhan juga terlihat sangat sibuk menyiapkan menu untuk hidangan pembuka, utama dan penutup. Ia juga yang merancang sendiri model baju pengantin mereka berdua.
Keduanya merasa tak sabar untuk mengucapkan janji dan sumpah pernikahan.

December [Yizhan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang