Bab 68 Apa aku kurang berbakti

148 4 0
                                    


Widya memikirkan cara untuk pergi diam-diam dari rumah besannya itu. Dia membuka hordeng kamar tamu di rumah itu lalu mengintai sekitar. Saat akan keluar dari kamar tamu itu, Widya melihat jam yang ada di dinding kamar tamu.

"Ya ampun sudah pukul sebelas malam, mana mungkin ada kendaraan umum di perumahan mewah seperti ini," gumam Widya.

Widya mondar mandir di depan pintu kamar tamu, tapi akhirnya dia menyerah dan tidur di kamar tamu.

"Urusan besok kita pikirkan besok saja, aku yakin Pak Manto hanya menggertak sambel saja," gumam Widya.

Mama dari Anton itu tertidur pulas di kasur empuk dan selimut tebal yang nyaman, lebih empuk dari ranjang yang ada di rumahnya sendiri.

***

"Selamat pagi, suamiku," sapa Monica sambil memberikan senyuman kepada Anton.

"Pagi juga istriku," ucap Anton lalu memberikan kecupan mesra di kening Monica.

Mereka lantas berpelukan sebelum mandi dan berganti pakaian, seperti biasa mereka berkumpul di ruang makan bersama. Di sana sudah ada Pak Manto yang duduk santai di ruang makan menunggu anak dan menantunya turun untuk sarapan.

"Apa tidur kalian nyenyak semalam?" tanya Pak Manto.

"Nyenyak," ucap Anton dan Monica bersamaan.

"Anton, kamu tidak bisa membohongiku, kamu tidak dapat tidur semalaman, 'kan?" tanya Pak Manto sambil menyendok nasi.

"Bagaimana aku bisa tidur nyenyak dalam menghadapi masalah keluarga seperti ini," jawab Anton tertunduk lesu.

Pak Manto mengangguk lalu tersenyum, dia menatap Anton yang sepertinya mengalami banyak pikiran dalam beberapa hari ini. Monica menggenggam tangan Anton lalu mengusapnya pelan, dia tersenyum kepada Anton seolah mengatakan kalau semua akan baik-baik saja.

"Ayah, boleh aku memanggil ibu mertuaku untuk sarapan bersama?" tanya Monica.

"Tidak, biarkan dia sarapan nanti saja. Aku masih kesal padanya," jawab Pak Manto.

"Kenapa kamu jahat sekali padaku?" tanya Widya.

"Anton kamu bisa menelan makanan enak sedangkan ibumu tidak diberikan sarapan," imbuh Widya.

Pak Manto menggebrak mejanya, sedang enak makan malah ada wanita yang mengoceh membuat napsu makannya hilang saja. Kalau istri yang mengoceh untuk meminta anggota keluarganya makan tidak apa-apa, lah ini seorang wanita jahat pembuat onar yang selalu menyakiti hati putrinya.

"Jaga ucapanmu, ini masih pagi. Tidak ada anak yang tega melihat ibunya kelaparan sedangkan dia makan makanan yang bergizi," jawab Pak Manto dengan raut wajah galak.

"Anton, mama tidak dihargai di sini," ucap Widya sembari berpura-pura menangis.

"Ayo makan bersamaku, di kamar tamu," ajak Anton.

Anton merasa kepalanya pusing, dia ingin membela ibunya, tapi kalau dia membela ibunya sudah jelas Widya salah, semua bagai buah simalakama, mau maju mau mundur semuanya kena.

Anton meminta ijin kepada Pak Manto untuk makan bersama Widya di kamar tahu, Pak Manto mengijinkan karena sudah tahu, Anton menasehati Widya yang keras kepala dan pandai memanipulasi keadaan itu.

"Mama merasa gagal sebagai orang tua, Anton. Percuma kaya kalau tidak memuliakan orang tua,," ucap Widya sambil berpura-pura menangis.

"Sudahlah, jangan bicara sembarangan ma, ayo sarapan dulu," ajak Anton sambil membawa dua porsi makanan.

"Di mana pembantu di rumah ini, kenapa majikan dibiarkan membawa makanan sendiri ke kamar untuk sarapan," teriak Widya.

"Aku masih sanggup membawa piring ini sendiri, tidak usah banyak drama." Balas Anton lalu melebarkan langkahnya.

Widya mengikuti Anton dari belakang, karena dia juga sudah lapar. Mbok Asih yang tadinya cuci piring mendekati Monica dan Pak Manton dia sangat sewot dengan perilaku Widya yang sok banget itu.

"Belagu banget dia, dasar orang miskin yang baru jadi kaya," ucap Mbok Asih kesal.

"Kalau bukan mertua Nona Monica sudah aku ajak berantem, sayang sekali aku masih menghormati majikanku," imbuh Mbok Asih seraya mengepalkan tangannya.

"Sudahlah Asih, sebentar lagi aku akan memberikan mertua Monica pelajaran agar tidak seenaknya," ucap Pak Manto.

Mbok Asih mengangguk lalu melanjutkan cucu piringnya, sedangkan Monica menikmati hidangan paginya dengan santai. Pak Manto senang melihat Monica yang lebih tenang dari biasanya, lalu dia juga terlihat sangat sehat dibandingkan saat dia mengetahui kalau Anton berselingkuh kala itu.

"Kamu terlihat lebih segar, ayah sangat bahagia melihatmu seperti ini, tanpa beban," ucap Pak Manto.

"Aku sudah mengiklaskan, sejatinya apa yang kita miliki di dunia ini bukanlah kekal milik kita, semua hanya titipan yang maha kuasa yang bisa diambil kapanpun," ucap Monica.

"Kita harus siap kapan saja apa yang kita miliki diambil oleh sang maha pemberi," imbuh Monica.

"Haha ... Kamu sudah dewasa sekarang, Monica. Ayah senang melihatmu seperti ini," ucap Pak Manto senang.

Sepasang ayah dan anak perempuan itu sarapan sambil bercerita satu sama lain. Sedangkan di kamar tamu Anton dan Widya masih beradu debat masalah Pak Manto yang akan mengirimkannya ke penjara.

***

"Ma, sarapanlah dulu," pinta Anton.

"Tidak, aku tidak bisa menelan makanan karena diancam oleh keluarga istrimu akan di penjara," ucap Widya sewot.

"Ma, seandainya mama tidak bersikap buruk, dan mau meminta maaf pasti tidak akan terjadi hal seperti ini," balas Anton.

Widya duduk di depan Anton, lalu dia menatap tajam mata Anton dengan seksama, seolah dia ingin menegaskan kalau Anton harus berhutang budi atas pemberian Widya selama ini. Kalau bukan karena jerih payah Widya membesarkan Anton, tidak mungkin dia menjadi menantu dari bos kaya raya di kota besar ini.

"Kamu harus mengupayakan, mamamu ini agar tidak masuk penjara, kamu juga harus membebaskan nenekmu," pinta Widya.

"Kalau bisa memilih, aku tidak ingin dilahirkan oleh mama," balas Anton.

"Apa yang kamu bicarakan, Anton. Kamu sudah ditakirkan menjadi anakku, jadi kamu harus menyayangiku sepanjang umurmu, aku ini adalah orang yang melahirkan dan mendidikmu dari kamu baru lahir sampai sekarang," ucap Widya panjang lebar.

Anton merasa frustasi terus ditekan oleh sang ibu, bagaimana dia harus menjelaskan pada mertuanya, sebenarnya dia ingin melindungi Widya sebagai anak yang berbakti pada orang tua, tapi sepertinya sikap Widya tidak bisa ditolerir oleh mertuanya kalau begini caranya.

"Ma, kalau mama tidak bisa diajak musyawarah. Mohon maaf Anton tidak bisa membantu," ucap Anton.

"Tega kamu sama mamamu sendiri. Mama menyesal melahirkanmu, anak yang tidak tahu balas budi terhadap orang tua," tegas Widya.

"Anton kurang berbakti apalagi, Ma. Melunasi hutang-hutang mama, memberikan rumah, biaya sekolah Anita, memberikan apa yang mama dan nenek mau, kurang berbakti apa lagi, ma. Mama masih saja menyebutku tidak berbakti dan menyakiti istriku yang telah merubah kehidupan kita," bentak Anton dengan mata berkaca-kaca.

Monica mendengarkan dari balik pintu kamar merasa terharu, begitu juga dengan Pak Manto. Pria paruh baya itu merangkul putrinya dan membisikkan, "Suamimu sudah benar, biarkan dia memberikan perngertian kepada ibunya yang keras kepala,"

"Iya, ayah," balas Monica yang terharu sampai menitikkan air mata.

Suara Widya dan Anton yang berdebat sengit terdengar sampai keluar kamar, lalu Pak Manto mengetuk pintu kamar tamu itu.

"Anton, ada yang ingin bertemu denganmu dan Widya," ucap Pak Manto.

"Sepagi ini, siapa yang mencariku?" tanya Anton ketika sudah membuka pintu.

"Apa jangan-jangan mertuamu sudah menelpon polisi untuk memenjarakanku?" ucap Widya panik. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Selingkuh Berkedok BukberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang