Satu tahun sudah berlalu, dan Aisha perlahan bisa mulai bangkit, mencoba kembali menata hidupnya dengan tujuan yang sebenarnya masih abu-abu. Dia merasa begitu hampa, hidupnya kosong dan dia tidak tahu sebenarnya apa yang sedang ingin dapatkan. Yang kini dilakukannya adalah, hanya pergi ke tempat kerja, pulang sore lalu berleha-leha di kosan dan baru akan makan malam jika perutnya sudah keroncongan.
Kembali jauh dari rumah membuat Aisha mempunyai jam makan semakin buruk, dari dulu Aisha itu pemilih, ditambah lagi nafsu makannya tidak begitu baik, dia hanya akan makan jika memang sudah terdesak dan lemas saking malasnya mencari makanan.
Setahun lebih sudah berlalu, dan Aisha merasa jika dia belum bisa melupakan impiannya yang ingin menjadi psikologi. Namun bagaimana pun, tentang kenyataan yang ada di hadapan mata, Aisha merasa jika dia menang sudah benar-benar tidak lagi memiliki kesempatan.
"Gimana Sha, lo mau jadi kuliah enggak?" tanya Viona yang menjadi teman kerja sekaligus tetangga kosnya.
Perilah tentang rencana kuliah, Viona memergoki Aisha yang sedang menulis to do list nya di awal tahun seperti yang biasa dilakukan semenjak dia SMA. Awalnya Aisha selalu melakukan to the list setiap bulan, namun perlahan dia menjadi muak karena setiap bulan itu juga selalu saja ada kegagalan yang membuat dia tidak bisa memberikan tanda ceklis di daftar yang sudah dia buat.
Aisha juga sebenarnya tidak pernah mau memberi tahu Viona tentang rencananya tahun ini, dia termasuk orang yang menyimpan rencananya sendiri alih-alih bercerita kepada orang yang dia rasa hanya akan membuat bebannya bertambah berat karena akan merasa malu jika saja saat rencananya gagal dan ada orang yang tahu tentang itu.
Aishe menghela napas. "Belum tahu, takut duitnya enggak cukup."
"Elo jangan pesimis gitu dongg."
"Ya kan harus realistis, enggak bisa dong gue pd tapi kenyataanya enggak nge dukung?"
"Ya Tuhan Sha, sumpah gue benci banget setiap lo ngerasa pesimis dan rendah diri gini. Rezeki itu udah ada yang ngatur, dan pasti lo bakal dimudahin kalo lo bener-bener niat dengan apa yang lo cita-citain."
"Tapi gue takut berhenti di jalan, gue takut enggak kuat."
"Cuma takut kan? lo belum tahu apa yang akan ada di masa depan, dan kalo lo terus takut kayak gini, gimana bisa lo tau apa yang bakalan terjadi kalo lo terus matok rasa takut dan ngehindar? hidup itu cuma sekali Sha, dan penasaran itu hal yang paling buruk, lo enggak mau kan ngerasa penasaran seumur hidup?"
Melihat gelengan kepala yang diperlihatkan Aisha, Viona lantas melanjutkan. "Lo enggak mau kan terus-terusan mikir, andai aja gue lakuin ini dulu, andai gue coba ini, dan lo bakalan terus ber-andai andai, rasa penasaran, penyesalan bakal terus ngehantuin lo seumur hidup, demi apapun Sha, gue cuma enggak mau lo nyesel."
Wejengan Viona malam itu selalu berhasil membuat Aisha yakin dengan tekadnya. Hingga tidak terasa dia berhasil bertahan hingga semester tiga. Aisha mendaptar kuliah, namun dia juga bekerja. Singkatnya, Aisha mengambil jam karyawan dan dia juga memilih kelas yang full online.
Merelakan waktu istirahatnya dia jadikan sebagai waktu untuk kembali belajar hingga tengah malam. Hidupnya semakin tidak teratur dalam artian–Aisha hidup produktif namun dengan cara yang berlebihan. Tubuhnya hanya akan mendapatkan waktu istirat beberapa jam saja setiap malamnya. Untungnya, setidaknya Aisha mempunyai hari sabtu-minggu yang dua harian itu akan gunanya untuk berleha-leha dan bermalas-malasan dengan tenang, jika saja tugas kuliahnya tidak menganggu.
...
Ini hari minggu dan Aisha juga Viona sedang libur bekerja, mereka memilih menggunakan hari libur ini untuk olahraga, karena rasanya sudah lama sejak berbulan-bulan lalu keduanya jarang menghabiskan waktu dengan melakukan kegiatan luar lapangan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Timeline
Teen Fiction[𝐞𝐧𝐝] Tentang Aisha Pricilla dan sesuatu di masa lalu yang belum usai. Aisha merasakan perasaan yang tidak dia harapkan, bagaimana bisa dia secara tiba-tiba menyukai orang yang berada di masa lalunya. Mereka sudah lama tidak bertemu, namun deta...