02. Rencana

1.4K 191 5
                                    

Sakura benci saat dia membuka mata di pagi hari. Sakit kepala sepanjang pagi terus menggerogoti tubuh bagian atasnya. Sakura memegangi kepalanya dan bangkit dari tidurnya. Hidupnya ikut mengikuti arus dalam mimpinya seperti saat ini di masa menstruasi di usia 15 tahun, sakura menderita sakit kepala setidaknya sebulan sekali. Meskipun tidak serius itu menyiksanya setiap bulan. Bukan hanya perut dan pinggangnya. Kepalanya terasa terbelah dua.

Sakura memijat pelipisnya, lagi-lagi teringat mimpi yang sudah ia mimpikan sepanjang malam, setelah berusia 18 tahun. Sakura mengurung diri di kamar hingga semua berlalu dan dia tidak bisa mengubah apa-apa. Tidak melakukan apa-apa. Seperti keledai bodoh.

"Bahkan jika aku mati kelaparan, tidak ada yang mengetahuinya."

Sakura memutuskan bangkit dan membuka jendela. Udara pagi yang segar tidak lagi membuatnya terbebani. Sakura bersandar di diambang jendela, udara sedingin es bertiup menerpa tubuhnya. Seolah menyadarkan sakura betapa takdirnya begitu suram. Sakura memiliki tubuh yang mungil. Mata hijaunya berpendar melihat dunia luar. Tubuhnya jelas-jelas meniru kerangka ibunya. Rambutnya sangat mencolok, berwarna merah muda. Rambut yang hanya dimiliki keturunan haruno, disaat penduduk desa dominan dengan warna rambut hitam dan pirang. Dia memiliki pigmet rambut yang jauh berbeda. Matanya berwarna hijau. Bibirnya mungil semerah buah delima. Meskipun memiliki kulit yang pucat seperti mayat, sakura jelas memiliki pesona. Namun pesonanya merosot karena semangat hidupnya yang terlelap tidur dalam ruang tubuhnya.

Sakura menghembuskan nafasnya, sebelum beranjak kearah dapur. Memeriksa stok makanan yang ia punya. "Aku membutuhkan kayu bakar."

Sakura mengambil karet gelang di tangannya, menggelung asal rambutnya menjadi ekor kuda. Gaun polos yang sama seperti seragam pelayan istana menunjukkan betapa rendahnya identitasnya di istana meskipun anak seorang raja. Dalam kondisi saat ini, tidak akan ada yang mengira bahwa dia adalah seorang putri.

"Aku akan kehabisan jika bergerak lambat seperti ini."

Tidak pantas untuk seorang putri melakukan pekerjaan pelayan sendirian, tetapi mengingat sakura sudah melakukan kebiasaan ini selama bertahun-tahun. Sakura lebih memilih melakukannya sendiri. Pada dasarnya tidak wajar seorang putri mengambil makanan dengan tangannya sendiri, namun hal ini menjadi wajar ketika putri ke-18 melakukannya. Tidak ada satu pelayan resmi yang tinggal di istana miliknya, untung saja tempat itu tidak terlalu besar, maka sakura tidak kerepotan melaksanakan aktivitasnya. Bagian atas istana tidak bisa sakura kunjungi, itu adalah tempat terlarang. Yang menjadi wilayahnya adalah lantai dasar, ada kamar tidur, dapur dan beberapa kamar kosong yang tidak berpenghuni.

Awalnya, sakura memiliki enam pelayan, tapi mereka begitu kasar dan tidak membantu sama sekali. Para pelayan terlihat enggan berada di istananya. Mereka merasa semakin rendah ketika melayani putri-18. Anak haram raja yang kesekian. Seiring berjalannya waktu, para pelayan pensiun satu persatu hingga tak tersisa. Sakura sudah terlalu malas melaporkan hal remeh seperti ini, pihak Kerajaan juga tidak akan menggubrisnya. Tepat pelayan terakhir pensiun, sakura memutuskan berpura-pura menjadi pelayan istana. Dengan begitu dia bisa keluar masuk dari istana dengan akses yang mudah.

Meskipun menyandang status putri terendah setidaknya sakura mendapatkan keuntungan bisa melihat dunia luar selain terkurung di dalam istana selamanya. Kaki kecil sakura kini berpijak di luar gerbang istana, setelah melalui pemeriksaan, sakura bisa bernafas lega. Namun begitu sakura keluar dia mendapati banyak sekali kerumuman dihadapannya.

"Apa yang terjadi? Kenapa begitu ramai?"

Sakura memasuki salah satu rumah yang tak lagi asing baginya. Sakura selalu mengunjungi tempat itu. Tempat seseorang yang berperan penting baginya untuk mendapatkan uang, selain menunggu anggaran istana untuknya.

"Apa Nyonya kurenai ada di rumah?"

"Nyonya selalu dirumah, silakan masuk."

Sakura mengikuti langkah pelayan tersebut, rumah minimalis khas penduduk desa. Namun rumah ini jauh lebih tua dari kebanyak deretan rumah. Rumah seorang novelis romansa yang banyak disukai para bangsawan. Aroma teh menenangkan memenuhi ruang tamu ketika sakura duduk dengan sabar, ekspresi lembut terpancar ketika sakura menikmati suguhan teh.

"Terimakasih."

Sakura memiliki mimpi untuk membeli rumah kecil seperti milik nyonya kurenai. Ia bisa mendirikan toko roti dilantai bawah dan mempekerjakan dua orang karyawan. Setiap akhir pekan dia akan menutup toko dan bersantai menikmati secangkir teh dengan damai. Dia bisa melakukan aktivitas seperti berjalan-jalan atau membaca buku.

Meskipun tidak tau kapan akan terwujud, setidaknya bermimpilah dulu.

Tubuh kurus sakura menegang mendengar teriakan dari kamar nyonya rumah, sakura merasa tidak nyaman mendapati suasana rumah yang tidak bersahabat. Namun sakura kembali tenang saat Nyonya kurenai datang sambil memegang pinggangnya dengan senyuman lebarnha.

"Aduh, pinggangku sakit."

"Kau harus mengurangi kebiasaan minummu." Pelayan yang kian akrab pada sang nyonya melunturkan sopan santunnya setelah membawa sebutir obat pereda mabuk dan segelas air.

"Apa nyonya minum terlalu banyak lagi?"

"Haa... Sepertinya. Aku pikir aku hanya akan menulis satu bab dan kembali tidur tetapi semalaman aku menulis 20 bab dengan keadaan teler. Tubuhku sakit sekali. Tetapi jangan khawatir, aku masih bisa menyambutmu. Kau tamu favoritku."

Nyonya kurenai mengamit cangkir teh dijarinya, menyesap teh seakan ia akan mati jika tidak meminumnya segera.

"Ah iya. Buku terbaruku akan segera terbit, kau bisa membaca cetakan pertama."

"Cepat sekali selesainya."

Sakura membalikkan ke halaman terakhir, disana matanya bersinar mendapati bahwa dia mendapatkan royalti dari ide penulisan buku tersebut. Sakura mendapatkan amplop berwarna putih diatas meja. Ia membukanya, melihat lembaran uang yang bisa membantunya untuk berhemat.

"Nyonya kurenai ini terlalu banyak."

"Ambil saja. Kau pantas mendapatkannya."

"Tapi royaltiku lebih besar dari sebelumnya."

"Tidak masalah. Anggap saja bonus karena kau mau membantuku menyumbang ide untuk novel-novelku. Sebagian besar ide novelku berasal darimu."

Dulunya nyonya kurenai hanyalah orang biasa, merangkap sebagai pelayan juga di kastil bangsawan. Namun seiring berjalannya waktu ia mundur dan mulai merintis karirnya sebagai penulis pemula. Awalnya memang tidak berjalan baik, sampai nyonya kurenai bertemu sakura, dan mendapatkan banyak ide dari gadis manis itu. Pembacanya juga bukan lagi dari kalangan rakyat biasa namun meroket ke para wanita bangsawan.

"Alasanku sampai di tahap ini adalah kau."

"Bukan nyonya, novelmu sangat luar biasa."

"Tidak-tidak. Jika bukan karena kau tulisanku tidak akan laku. Aku bisa menghasilkan banyak uang berkat dirimu."

Nyonya kurenai begitu berterimakasih dipertemukan dengan berlian seperti sakura, meskipun dirinya tidak mengetahui apapun tentang sakura selain sakura yang mengunjunginya setiap seminggu sekali. Kurenai begitu menyayangi sakura, seperti keponakannya. Kurenai tidak peduli latar belakang gadis itu. Bahkan jika gadis itu budak sekalipun, kurenai tidak peduli.

"Terimakasih nyonya kurenai. Aku sangat beruntung dipertemukan denganmu."

"Jangan mengambil kata-kataku."

Sakura maupun nyonya kurenai tertawa bersama. Mereka saling bercengkrama sebelum sakura mengingat satu hal yang ia lupakan.

"Apa sesuatu terjadi? Aku melihat banyak dekorasi besar-besaran."

"Ah itu. Perang sudah berakhir. Para kesatria kembali untuk melakukan parade di sekitaran kota."

Benar. Parade. Itu adalah kesempatan sakura. Sakura tidak bisa menahan degup jantungnya. Dalam mimpinya, saat parade itu terjadi, sakura mengurung diri di dalam istana terpisah, jadi sakura tidak pernah tau hal ini. Bisa jadi ini salah satu perubahan takdir sakura dibandingkan masa lalu. Saat sakura memasuki istana, perang pertama terjadi lalu dilanjut perang kedua sampai usianya yang ke 18 tahun. Hari ini.

Perang sudah berakhir.


Tbc

Contract MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang