(Sesuatu yang dipaksakan kalau nyatanya itu bukan ditakdirkan untuk kita, sekuat apapaun manusia berusaha pastilah tidak akan bisa mendapatkannya)
***
Dua pekan kemudian
Hari yang dinanti-nantikan oleh puluh ribuan calon peserta ujian masuk perguruan tinggi. Hari dimana mereka akan bertempur dengan berpuluh-puluh soal dengan waktu pengerjaan yang terbilang singkat dengan tingkat kerumitan soal.
Persiapan ketat telah dilakukan, menghadapi ujian masuk perguruan tinggi bagi tiap orang pastilah dengan metode yang berbeda-beda. Namun akan tetap sama, keberhasilan dalam menempuh tes dan memperoleh pembelajaran yang akan digratiskan hingga selesai menapaki gelar master.
Mahyra telah bersiap dengan seragamnya, atasan putih kemeja dengan bawahan rok hitam berpayung seperti biasa. Rambutnya ia ikat satu dengan cara menggulung, beberapa helaian di sisi dahi sengaja digerai.
Ia menarik nafas sebelum memutar knopi pintu, seperti biasa suasana hening menyapa dirinya di pagi hari. Menuruni anak tangga satu persatu, menapaki lantai dasar dan bertemu wanita yang selama ini tinggal bersamanya, wanita yang melahirkan dirinya.
Mahyra duduk dengan tenang di meja makan, memilah makanan yang akan ia komsumsi sebelum berangkat ke medan pertempuran melawan soal-soal ujian. Tanpa kata mengiringi, sarapan yang hening bertemankan dentingan sendok yang saling bersahutan.
Mahyra menatap sekilas wanita di hadapannya, terlintas peristiwa terakhir saat perdebatan hebat antara kakak keduanya dengan wanita yang dipanggilnya mama. Mahyra bahkan tidak tahu bagaimana kabar saudaranya.
Semenjak hari itu, Khansa sang kakak tidak pernah sekalipun menginjakkan kaki di rumah mereka. Bagaikan menghilang, ia bahkan telah berusaha menghubungi namun sampai detik ini dirinya belum mendapatkan kabar apapun.
Sementara wanita di depannya terlihat seperti biasa. Mahyra berpikir apakah mamanya itu tak pernah memikirkan apa yang terjadi dengan anaknya.
.
.
Mahra berangkat bersama mamanya, selama perjalanan keduanya hanya diam tak seorangpun memulai obrolan atau sekedar berbasa basi. Kejadian yang baru-baru terjadi seakan membuat wanita di samping Mahyra lebih banyak diam.
Perjalanan ditempuh sekitar 15 menit, beruntungnya perjalanan dilalui dengan mudah walau kemacetan tetap terjadi namun dipastikan hanya sampai beberapa menit saja.
Kendaraan itu memasuki lahan parkiran sebuah gedung bertingkat, Mahyra hendak turun namun ditahan oleh wanita di sampingnya.
"Berikan yang terbaik"
Mahyra terdiam, ia pikir kata yang akan terucap adalah sebuah kata atau kalimat penyemangat. Namun keinginan itu seperti terhempas jauh, ia terlalu berangan-angan mendapatkan perlakuan spesial oleh wanita itu. Sampai ia lupa bahwa bagaimanapun kondisinya, sspertinya itu adalah sesuatu yang mustahil.
Mahyra mengangguk lalu membuka pintu mobil, keluar dan tak lagi menoleh. Ia tetap berjalan menatap sekitar, melihat bagaimana orang-orang disekitarnya yang memiliki tujuan yang sama dengannya.
Sebegitu banyaknya persaingan, Mahyra bahkan tak berpikir akan masuk ke tiga besar nilai tertinggi jika memang akan diakumulasikan dengan nilai para peserta ujian yang jumlahnya puluh ribuan.
Mahyra memasuki gedung, mencari ruangan tempatnya ujian. Mengecek kembali kartu peserta ujian yang tergantung di lehernya, ruangan 5B. Kakinya terus melangkah, membawanya sampai pada lantai dua, Mahyra menatap tulisan di atas pintu masuk tiap ruangan. Di sebelah kananya, tepat diurutan ke 2 dari tangga, ia menemukan ruangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serambi Doa [REVISI]
Teen FictionMahyra segera berlari, untungnya ia tak pergi jauh. Ia masuk ke dalam gedung, melewati koridor. Sial, kelasnya berada di lantai tiga. Ia menunggu dengan gelisah di depan lift, sampai lift terbuka ia segera masuk dan menekan tombol nomor 3. Ia panik...