Bab 1 Pengumuman 🌻

100 60 1
                                    

(Allah selalu bilang bahwa apapun rasa yang datang menghampiri maka larilah kepada-Nya)

***

"Atas nama Muh. Ghaisan Falih Aqmar selamat atas pencapaiannya, telah menduduki peringkat umum 1".

Jeda dengan suasana sunyi, lalu berganti riuh sambutan tepuk tangan menghiasi setiap penjuru gedung.

Sebuah acara perpisahan yang diselenggarakan sebagai bentuk pelepasan dan kesyukuran untuk murid kelas tiga SMA yang sebentar lagi akan beranjak dari lingkungan sekolah.

Kursi berjejer rapi di sebelah kanan dan kiri menghadap ke arah panggung. Deretan kursi sebelah kanan yang diduduki oleh para orangtua atau wali murid kelas tiga, sementara di sisi kiri adalah mereka yang merupakan bintang dari acara tersebut.

Terlihat perpaduan seragam putih dan abu-abu masih melekat lengkap di tubuh masing-masing siswa.

Terpancar raut bahagia sekaligus kesedihan di wajah mereka. Bukan sesuatu yang mudah, tiga tahun saling membersamai penuh kenangan adalah masa yang sulit terlupakan.

.

.

Laki-laki itu berdiri dari duduknya di barisan tengah untuk deretan siswa yang akan menjadi alumni.

Melangkah dengan mantap menuju panggung, sementara dari arah kanan barisan orangtua atau wali siswa sepasang suami istri turut mengikut menuju tujuan yang sama.

.

.

Hening yang berlalu seperkian detik usai pembacaan nama-nama siswa berprestasi di penamatan kali ini.

Seakan bukanlah hal yang nyata, sosok yang selama ini berada di tingkat teratas. Terkenal sebagai siswa paling cerdas, hari ini namanya tidak disebutkan sebagai pemegang predikat rangking 1, melainkan berada di peringkat 2.

Dia adalah Mahreen Shafana Almahyra, gadis dengan mimik datar yang tergambar jelas di wajahnya, memilih melangkah menuju panggung yang sama.

.

.

Sorot mata yang tertuju pada deretan kursi di depannya, seakan mencari sesuatu di sana. Namun nihil, harapannya dan lagi-lagi harapannya hancur kembali.

Ia mundur lalu berbalik meninggalkan panggung dengan langkah lebar.

Terdengar suara memanggil namanya, namun ia tidak peduli. Satu-satunya yang ia inginkan adalah pergi dari keramaian acara tersebut. Menyembunyikan diri dari orang yang mungkin akan menertawakannya, yang akan mengkritiknya, dan yang akan mengasihaninya. Mahyra tidak menyukai semua itu.
.

.

Sudah berapa lama Mahyra terduduk di sudut gedung olahraga, menelungkupkan kepala diantara kedua lututnya. Isakan itu masih terdengar, namun begitu lirih seakan menunjukkan kondisinya yang tak baik-baik saja.

Hari memasuki nuansa siang, yang berarti sebentar lagi acara penamatan itu akan segera berakhir. Ia memutuskan akan pergi setelah acara tersebut benar-benar selesai dan menyisahkan beberapa orang. Mungkin adalah petugas yang akan membersihkan area tersebut dan sekitarnya.

"Gue nyariin lo tahu"  tepukan lumayan keras di pundak Mahyra,  menyadarkannya.

Ia tak perlu mengangkat kepala untuk melihat siapa pemilik suara itu. Ia dapat merasakan orang tersebut duduk disampingnya dengan nafas sedikit memburu.

"Apa perlu seperti ini Mahy?" sambungnya

Mahyra tak mau menjawabnya, ia tak menginginkan pertanyaan apapun saat ini. Bahkan lidahnya terasa keluh.

"Gue enggak bakal maksa lo buat cerita" kurasakan tangannya menyentuh lenganku

"hari ini sudah siang, kita pulang atau ke suatu tempat yang bisa buat lo sedikit lebih baik".

Baiklah mungkin ini saatnya, kepala Mahyra terangkat dan berbalik menatap sosok disamping, pemandangan pertama yang ia dapati adalah mata yang memerah, dan hidung yang sedikit sembab.

"Gue baik-baik aja Nam" Mahyra meyakinkan

Mahyra berdiri diikuti temannya itu. Mereka saling memandang seakan mengatakan apa yang ada di pikiran mereka.

Mahyra kemudia tersenyum kecil lalu mengangguk, untuk membuktikan bahwa dia baik-baik saja.

Tangan Mahyra terulur mengapit lengan sahabat satu-satunya, beranjak meninggalkan tempat yang menjadi bagian dari perjalanan hidupnya.

Mahyra tidak pernah melupakan itu, bahwa tempat ini akan menjadi saksi dari setiap perasaan terluka Mahyra.


Mahyra tidak pernah melupakan itu, bahwa tempat ini akan menjadi saksi dari setiap perasaan terluka Mahyra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Serambi Doa [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang