Bab 6 Diam 🌻

91 61 6
                                    

(Bagaimana kebahagian itu datang kembali saat sosok yang satu-satunya menghujaniku dengan kasih sayang sudah pergi)

***


Mobil itu berhenti beberapa meter dari rumah Mahyra. Mereka berdua telah kembali, Mahyra menatap temannya itu dengan perasaan bahagia.


"Hati-hati ya Nam, makasih buat hari ini" Mahyra berucap dengan tulus. Ia merasa beruntung mengenal Nam, walaupun begitu banyak yang tidak menyukainya, namun masih ada teman yang mampu bertahan.


Benar Mahyra bukanlah sosok yang memiliki banyak penggemar karena kecerdasannya, justru itu hanya membuat dia memiliki banyak musuh, memiliki teman yang fake, sehingga Mahyra sadar bahwa dia tidak membutuhkan banyak teman. Ia cukup memiliki satu namun mau menerimanya dengan tulus.


"Oke, cepetan sana jangan sampai ketahuan. Kalau ada apa-apa kabari gue ya Mahyra, jangan tanggung semuanya sendiri"

Mahyra hanya mengangguk lalu membuka pintu mobil dan segera berjalan ke arah belakang pintu masuk rumahnya.

Ia masih berjalan dengan perlahan, meraih gagang pintu belakang yang tidak terkunci, keberuntungan memihaknya ia pikir seperti itu.


Perlahan ia menutup kembali pintu tersebut dan berjalan menuju batas ruang cuci jemur, di sana jendela itu masih terbuka, dengan pencahayaan yang minim dari pantulan lampu di pekarangan bersama dengan ponsel yang di pegangnya.


Merasa aman, Mahyra segera memanjat jendela dan berusaha masuk, oke dia berhasil. Sekarang saatnya ia keluar dari ruang cuci jemur menuju belokan ruang dapur. Kemudian harus berjalan menuju ke depan untuk menemukan tangga yang berada di samping ruang keluarga. Lalu sampai pada kamarnya.

Itulah yang Mahyra pikirkan, namun semua perkiraan itu terpatahkan saat dirinya menapaki tangga di suasana gelap, namun tiba-tiba menjadi terang.

Takk

Mahyra berdebar, perasaan takut dan cemas menjalar di tubuhnya. Ia kaku, seakan semua organ tubuhnya membeku. Ia tak bisa melakukan sesuatu.

Suara langkah kaki terdengar semakin dekat, Mahyra tidak ingin berbalik, ia menundukkan kepalanya dalam, saat langkah kaki itu berhenti dengan jarak yang ia rasa sangatlah dekat.

"Dari mana?"

Mahyra mematung, ia tidak bisa mendengar ucapan dingin itu. Ia ingin berlari namun kakinya sulit digerakkan.


"Dari mana Mahyra?, mama tanya!" tubuhnya dipaksa memutar menghadap sumber suara itu, Mahyra masih menunduk tidak berani menatap sosok di hadapannya.


"Sekarang kamu semakin berani, ngapain kamu di luar dan baru pulang jam segini!"


Mahyra menelan ludahnya kasar sebelum menjawab "Dari jalan-jalan sama teman ma" lirih Mahyra


"Kamu sibuk main, sementara guru bimbel kamu seharian nungguin. Kamu gak bisa dihubungi. Kamu maunya apa sih!, mama berusaha memberikan yang terbaik tapi kamu sepertinya tidak sadar diri"

Serambi Doa [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang