Bab 10 Soto 🌻

57 46 1
                                    

(Kalau semua orang meninggalkanmu, maka jangan buat dirimu sendiri pergi menjauh darimu)

***


Mayhra menatap mobil yang perlahan menjauh dari pandangannya. Sekarang ia telah sampai di rumahnya.

Melewati pagar dan halaman depan, di sana mobil yang digunakan untuk mengantar jemputnya masih ada.

Ia pikir apakah memang tidak akan ada yang menjemputnya, jika benar maka beruntunglah ia bisa ikut pulang bersama Ghaisan dan tante Kirana. Namun sedihnya tak akan ada yang datang walau ia menunggu dalam waktu yang lama sekalipun.

.

.

Semenjak papanya tiada, rumah serasa sunyi. Kehangatan itu seakan hilang. Mahyra mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan.

Di sini, dulu mereka akan bersenda gurau sambil menikmati makanan yang selalu ingin Mahyra cicipi namun sudah tak bisa ia dapatkan.

Rumah ini bagaikan kehilangan pemilik sesungguhnya, menjadi sepi bertemankan sunyi. Kepergian papa Mahyra seakan membawa pergi jua kebersamaan itu. Padahal Mahyra tidak menginginkan itu terjadi.

Ia menaiki tangga satu demi satu, ia lesuh. Ia kebingungan, ia tidak mampu, dan ia lemah.

Mahyra terduduk di barisan tangga paling atas, menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Tubuhnya bergetar, menghantarkan suara lirih kecil yang coba ia tutupi. Cahaya temeram menemani, melingkupi seakan turut sedih.

Mahyra merasa kosong, ia merindukan sesuatu namun sangat sulit untuk ia gapai. Ia berharap sebentar saja untuk merasakan ketenangan dan apa yang ia inginkan. Ia menginginkan kehangatan dan kasih sayang yang dulu, ia sendiri.

"Bolehkan gue merasakannya sekali saja, atau sebentar saja" Mahyra berucap masih dengan menutup wajahnya

"Ini sakit dan kosong, dimana gue bisa mendapatkan apa yang gue inginkan" tangan itu menjauh dari wajah yang ditutupinya. Ia menatap kosong ke depan dengan mata sembab.

"Arggghhh" Mahyra melemparkan tas yang ia bawa, membawa kedua tangannya pada kepalanya lalu memukunya di sana. Berkali-kali ia melakukan itu, ia meronta sendiri dengan tangisannya semakin terdengar, ia memukul dan memukul lalu menarik rambutnya.

"Arrgghhh. ..hu hu hiiiksss... Hiiks"

"Berhenti!!" seseorang menangkap kedua tangan Mahyra, namun Mahyra memberontak, ia mencoba melepaskan tangannya dari orang tersebut.

"Berhenti bodoh! berhenti!!"

Mahyra membatu atas bentakan itu. Ia menatap sang pemilik suara, tak ada perlawanan darinya. Hanyalah air mata yang terjatuh menjadi bukti lemahnya dan tak mampunya seorang Mahyra.

"Gak gini caranya, bukan" pria itu menggeleng

"Jangan sakiti diri lo saat lo sudah sakit. Hidup lo gak salah Mahyra, ini harus lo lewati" Mahyra masih seanggukan, mencoba mencerna perkataan yang diucapkan oleh sepupunya itu.

"Lo gak mau kan papa lo sedih, lihat lo kayak gini apa buat dia tenang di sana?" lanjut pria itu

Mahyra tahu ini salah tapi ia tak kuasa. Ia menggeleng, dirinya tentu tidak menginginkan hal itu terjadi. Ia mengusap wajahnya yang penuh air mata. Kemudian ia bangkit dibantu oleh sepupunya.

"Ngapain di sini?" ia baru tersadar apa yang dilakulan sepupunya itu di rumahnya. Mahyra menatap pria itu seakan mendesak jawaban untuk segera keluar.

Serambi Doa [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang