Bab 7 Berangkat 🌻

59 52 1
                                    

(Ada kalanya kita tidak butuh ucapan penenang dari manusia, dengan menangis tenyata bisa membuat kita merasa jauh lebih baik)

***


Sinar matahari mulai masuk di setiap selah kisi, tetesan-tetesan embun yang hadir menjadi bagian dari rerumputan. Aktivitas tergambar di segala penjuru kota, kendaraan berlalu lalang menuju tempat tujuannya.

Gorden kamar masih tertutup, remaja berusia 17 tahun itu masih berlayar di lautan mimpinya, sesekali menggeliat namun tak berselang kelopak matanya pun terbuka.

Sesekali gadis remaja itu masih menguap, sembari meringis akibat sudut bibir yang terluka. Ia memilih bangkit, dan berjalan ke arah cermin. Pantulan wajah yang memantulkan dirinya yang menyedihkan, di sana di wajah itu ia melihat sosok yang rapuh, dan sungguh sangat menyedihkan. Ia tersenyum miris mengingat hidupnya yang kacau.

Baru saja ia hendak membuka tirai gorden yang dipegangnya, saat suara ketukan dari pintu menyapa pendegarannya. Tak punya pilihan, ia beranjak untuk melihat siapa yang ada di balik pintu tersebut.

Ia berusaha mengalihkan pandangan, menunggu apa yang akan diucapkan kakak tertuannya.

" Mama minta segera bersiap, kita berangkat pukul 1 siang"
Ia mengangguk sebagai balasan, lantas sedikit mundur bersiap menutup pintu

"Apa kamu---" Mahyra berhenti, melihat ke arah datangnya suara, seakan bertanya ada apa.

"Luka itu" lanjutnya pria itu

"Its okay, enggak perlu khawatir" Mahyra sedikit memaksakan senyum untuk mengatakan ia baik-baik saja.

Terlihat bahwa pria itu menghembuskan nafasnya berat, seakan ada beban di sana. Ia tahu kakaknya mungkin melewati hal yang sulit, tapi Mahyra yakin bahwa kakaknya itu jauh lebih bisa menghadapinya.

"Oke, bersiaplah dan turunlah makan"

Mahyra masih berpikir sembari menatap punggung itu menjauh setalah mengatakannya.

Dulu ia dan saudaranya pernah dekat. Namun sekarang seakan ada dinding yang sengaja dibangun di antara mereka.

Ia ingin beranjak dan melewati dinding tersebut, bahkan sampai meruntuhkannya. Tapi ia tak bisa melawan apa yang ada dipikirannya, ia takut akan berharap seorang diri. Sampai membuat dirinya terluka.

.

.

Hari ini adalah hari keberangkatan kakak tertuanya untuk menjalani program pendidikan Spesialis di Nanyang Technological University. Salah-satu Universitas terbesar dan terbaik terbaik di Singapore. Kemungkinan kakaknya itu akan menjalani masa pendidikan selama kurang lebih empat tahun.

Hari ini kami akan mengantarnya bersama. Saudaranya yang terpaut tujuh tahun lebih tua darinya.


Ia telah bersiap, mulai dari merapikan kasur, tidak lupa membersihkan kamar, ia pun telah mandi, dan berdiam sejenak mengecek beberapa pesan masuk dari ponselnya.

Hanya ada notif alumni angkatannya di SMA dan pesan dari sahabatnya. Ia akan turun untuk sarapan.

.

.

Di meja makan terlihat mama, dan dua saudaranya. Mereka belum makan ternyata, rupanya ialah orang yang ditunggu itu.

Kursi kosong di samping mamanya, ia pikir tidak ada pilihan lain. Ia duduk, dan semua menatapnya. Seakan peka ia memutuskan untuk meminta maaf.

"Maaf" seakan benar itulah yang ditunggu, lalu dentingan sendok dan garpu serta piring mulai beradu.

Ia pun mulai meletakkan nasi secukupnya ke atas piring, dan sayur-mayur serta lauk. Makanan ini enak pikirnya, namun makanan sebelum-sebelumnyalah makanan terenak yang pernah ia makan. Namun kini sepertinya ia tak berkesempatan untuk memakannya lagi.

Serambi Doa [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang