Bab 27 Tak Tersisa 🌻

7 5 0
                                    

(Kalau hidup enggak pernah disinggahi ujian, maka bagaimana kita tahu kadar kuatnya dan dewasanya kita seperti apa)

***


Semenjak kejadian beberapa hari lalu, di saat itu juga Mahyra tak pernah keluar dari kamarnya. Ia sudah seperti mayat hidup, hidup dengan perasaan hampa dan kosong.

Ia terduduk dengan memeluk lututnya menatap ke arah luar melalui jendela kamarnya, malam menyelimuti dengan kegelapan tanpa pencahayaan menerangi. Seakan memaknai begitulah kondisi Mahyra saat ini.

Sejak tadi pagi hingga beberapa kali suara ketukan terdengar dari arah pintu, Mahyra sama sekali menulikan pendengaran dan enggan membuka pintu.

Ketika ia mencoba hidup dengan baik-baik saja nyatanya takdirpun tak memperbolehkannya. Seakan ia dipermainkan, dibawah sejatuh-jatuhnya oleh semua orang terdekatnya sampai ia berpikir memanglah ia dilahirkan hanya untuk merasakan semua ini.

Hidupnya berantakan, papa, saudara, mama. Semuanya yang dikirim sebagai tempat terdekat diambil, sirna, bahkan menjadi orang lain. Ia marah kepada Tuhan yang memberinya kehidupan seperti ini.

Mahyra beranjak menyalakan lampu kecil di atas meja belajar, ia melirik kotak berukuran sedang di sana. Tangannya meraih kotak itu sembari duduk di kursi meja belajarnya.

Mengamati kotak tersebut  yang ada di tangannya, entah apa yang ada di dalam.

Mahyra membuka laci meja belajar tersebut lalu memasukkan kotak itu dan menutupnya kembali.

Menghembuskan napas berat, Mahyra berjalan ke arah pintu kamarnya. Membukanya perlahan, sekarang masih pukul dua dini hari, ia tak bisa tidur.

Kakinya melangkah dan ia menatap setiap ruang di rumahnya. Melewati kamar Khansa kakak keduanya yang entah bagaimana kabarnya sekarang.

Ia masih berjalan dan berhenti tepat di depan kamar pria yang baru-baru ini pergi menyusul papanya.
Mahyra memutar gagang pintu, rupanya terkunci.

Mahyra berbalik hendak menuju kamarnya namun ia urungkan. Kakinya melangkah lurus lalu berbelok menuju kamar ujung dimana kedua orangtuanya di sana, dahulu. Sekarang hanya mamanya seorang diri.

Lampu kamar itu menyala, Mahyra berpikir apakah mamanya belum tidur. Mengingat kejadian berapa hari lalu membuat kembali sesak dalam dadanya.

Apakah ia harus ikut menyalahkan mamanya atas semua kejadian ini. Ia lebih mendekat ke arah pintu itu, mengetuk di sana untuk sekian kali namun tak ada sahutan dari dalam sana.

.

.

Mahyra membuka pintu kamar itu dengan pelan, ruangan berantakan adalah pemandangan pertama yang ia lihat.

Mahyra masuk dan tak mendapati keberadaan mamanya. Mencari di setiap sudut ruang namun nihil. Ia membuka kamar mandi namun sama , ia tetap tak menemukan mamanya.

Pintu tertutup dan Mahyra berbalik melihat pelakunya, rupanya di sana wanita yang sedari tadi ia cari.

Wanita dengan penampilan berantakan, mata memerah. Mahyra mendekat namun tak menyangka apa yang akan terjadi.

Mamanya melangkah lebih jauh kepadanya, menarik tangannya. Wanita itu menempelkan kedua tangannya di sisi leher Mahyra, Mahyra tersentak akan perlakuan mamanya.

Mahyra dicekik membuatnya terbatuk, ia mencoba melepaskan kedua tangan mamanya yang semakin kuat bertengger di sana.

Mamanya tidak boleh seperti ini, ia tidak akan mati karena ulah mamanya, ia tidak akan kalah, ia tidak ingin penyebab semua ini hanya karena mamanya.

Serambi Doa [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang