Bab 34 Berbeda 🌻

11 7 0
                                    

(Kita tidak punya kuasa akan mengendalikan sesuatu itu harus sesuai dengan kemauan kita. Tapi kita punya doa untuk menjaga)

***


Semenjak hari terakhir dirinya mengobrol bersama Nam sahabatnya di bawah pohon Mangga. Saat itu pula Mahyra tidak pernah menemui pemilik pondok hanya sekedar membantu, atau bahkan panggilan dari Ummah Difran melalui santri tak dipenuhi Mahyra. Ia mencoba memberi sedikit jarak, jika apa yang dikatan sahabatnya adalah sebuah kebenaran.

Hari ini adalah pelajaran hadist dan bahasa Arab. Meskipun pertama kali mempelajari Bahasa Arab dari ia masuk ke pondok ini, Mahyra sudah memiliki beberapa kosa kata yang ia ketahui saat masih di bangku SMA.

Ia juga tak melupakan untuk bersyukur dengan kemampuan belajar yang ia miliki. Ia dapat belajar dengan baik dan menyerap ilmu dengan cepat.

Bahkan saat ia memulai menghafalkan ayat demi ayat, surah demi surah. Membuatnya menangis memikirkan mengapa tidak dari dulu ia menggunakan kemampuan yang diberikan untuk menghafalkan Qalamullah.

"Mbak ayo, ustadzah sudah masuk" Mahyra mengangguk tak lupa mengucapkan terima kasih. Mahyra beranjak meningglkan teras asrama, berjalan menuju kelas yang berada di samping Masjid.

Selama perjalanan Mahyra mengobrol ringan dengan orang yang memanggilnya tadi. Sampai sebuah suara memanggilnya. Mahyra kenal betul dengan suara ini. Ia akan menyusul sehingga temannya itu berlalu.

Mahyra menghampiri wanita tersebut, menyalaminya dengan penuh khidmat.

"Ada apa nak, beberapa hari kamu tidak menemui ummi"

Mahyra mengedarkan pandangan ke berbagai arah, tidak sanggup untuk berbohong hanya untuk menutupi kebenarannya.

"Mahyra sedikit sibuk beberapa hari ini ummi, sebentar lagi akan ada ujian kenaikan" Mahyra berdalih demikian. Namun ia tidak sspenuhnya salah, sebab memanglah beberapa pekan lagi ujian akan diadakan. Tentunya itulah waktu terakhir Mahyra di pondok ini.

"Ikut ummi sebentar saja ya" Mahyra mengangguk tidak mampu menolak. Akhirnya mereka berjalan beriringan menuju kediaman wanita itu.

.

.

Mahyra bersama dengan ummah Difran memasuki rumah, rupanya di sana telah ada mbak Aira, dan Abah juga Difran. Mereka berkumpul di ruang keluarga, Mahyra tidak nyaman harus bergabung dengan mereka. Namin ummahu Difra menuntunnya untuk duduk di kursi yang kosong.

Pikiran Mahyra sudah kenama-mana, ia tidak pernah berada di situasi seperti ini. Hari ini ia bahkan duduk bersama semua pemilik rumah. Ia duduk dengan gugup, sibuk memilin kerudung yang ia kenakan.

"Mahyra nak"

Mahyra menengakkan kepalanya yang tadi tertunduk. Iya menatap ke arah Abah dari pria yang duduk di samping beliau, abahnya Difran.

"Kabarnya bagaimana?" entah kemana arah pembicaraan ini, lebih tepatnya pertanyaan yang Mahyra bingung menjawabnya.

"Alhamdulillah baik bah" pria itu mengangguk mendengar jawaban Mahyra

"Bagaimana perasaannya selama di pondok, masih kepikiran untuk mengakhiri hidup?"
Mahyra tersentak atas pertanyaan itu. Ia melihat ke arah ummah Difran dan mbak Aira, keduanya mengangguk seakan mengatakan tidak apa-apa.

"Mahyra senang berada di pondok, rasa yang tidak bisa Mahyra jabarkan. Di sini di tempat ini, Mahyra merasakan ketenangan, pikiran-pikiran buruk yang pernah terlintas seperti hilang. Bahkan Mahyra tidak sekalipun berpikir mengakhiri hidup di tempat ini, pikiran itu begitu jauh setelah Mahyra banyak belajar"

Serambi Doa [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang