"Tidak usah gunakan payung, aku tidak akan mati terbakar hanya karena matahari" Blaze menggeleng pada Solar. Orang itu seperti paranoiac saja.
Setelah meja makan lengang gara gara Kamar Kupu Kupu, Blaze bergegas pergi padahal makanannya belum habis, dan lagi, Blaze masih lapar.
Dia berjalan jalan agar lupa laparnya, tapi sepertinya tidak bisa.
"Solar, di mana restoran paling murah di sekitar sini? Yang paling dekat" Blaze tiba tiba berbalik.
"Oh...ada restoran terkenal di-"
"Murah?"
Solar menatap Blaze tanpa maksud
"Eh, maaf, maksudku...ehh" Blaze menggaruk tengkuknya. Pasti kelihatan aneh. Baru saja menikah, tapi sudah makan di luar. Cari restoran murah pula. Kelihatannya seperti tidak menghormati keluarga de Arnauth.
"Ada tempat makan rakyat di sekitar sini. Tapi suasananya cukup ramai dan tempatnya di pinggiran jalan" Solar menjelaskan setelah sedikit lama menatap Blaze.
"Oh...baik..." Blaze tidak enak. Solar ini kan pasti sudah lama bekerja di kediaman de Arnauth. Pasti ini seperti menghina dia dan tempat kerjanya...
"Anda mau disiapkan kuda?" Solar masih meladeni.
"Tidak usah, aku cuma tany-" Krrruukk, suara gemuruh dari perut Blaze terdengar. Bahkan Solar sampai membulatkan matanya sedikit.
"DUH, maaf ya" kkkr, suaranya masih ada, bikin Blaze tambah malu. Solar juga cuma ngangguk canggung, bikin suasana tambah ga enak.
"Bagaimana jika saya siapkan camilan di kamar Anda?" Akhirnya Solar memberikan solusi paling masuk akal, paling gak bikin canggung yang ada. Blaze langsung menerima saran itu, dari pada kelaparan.
Kamar kupu kupu itu memang yang paling indah. Elegan, mewah, tapi gak berlebihan. Kamar itu yang paling cerah di Duchy, dan harusnya diberikan pada anak perempuan pertama.
Tadinya sih.
Blaze menatap kamar itu dari sisi kanan ke sisi kiri. Semuanya sempurna. Blaze menggaruk rambutnya bingung. Ini kamarnya mau diapain??
: Nanti gue balikin ke Raly deh.
(Kedepannya jika kamu menemukan tanda ":" maka itu maksudnya adalah apa yang Frostfire pikirkan atau katakan di dalan hati)
"Tuan Muda, saya membawa camilan Anda"
"Iya, Solar, masuk saja"
Solar menghampiri Blaze yang duduk di kursi di samping ranjang, bertopang dagu.
"Maaf jika saya terlalu lama"
"Eh, tidak"
"Anda kelihatannya sangat jenuh menunggu camilannya"
Blaze tersenyum canggung. Solar suka bercanda, ya?
Blaze mengunyah dengan cepat. Tangan Kanan Kaisar memang hebat, bahkan rasa scone saja luar biasa enak. Lagi, entah karena sconenya selezat itu, atau karena Blaze terlalu sering diberikan roti tawar.
"Anu...Tuan Muda" Solar membungkuk, mendekatkan mulut ke telinga Blaze.
"Ya?"
"Anu..."
"Biar saja, Solar. Dia sedang sibuk mengunyah" Yang punya kamar menengok ke arah pintu. Tersedak kecil.
Blaze langsung berdiri, tidak sadar Ice ternyata menungguinya di pintu kamar. Sudah cukup lama pula, dan dia tidak sadar.
"Kenapa Anda malah diam di sana?" Ice tertawa kecil sarkas mendengar pertanyaan dari pasangannya itu.
"Jadi apa yang harus aku lakukan?"
"Kapan Anda masuk?"
"Saat Solar masuk tadi. Yang mana aku memanggilmu BERKALI KALI, sebelum Solar akhirnya mendekatimu, memberikan camilan."
Blaze menengok ke arah Solar, meminta konfirmasi dan anggukan dari asistennya itu membuat segalanya jelas.
"Baiklah, maafkan aku, Tuan Muda" Blaze menggaruk pipinya dengan telunjuk. "Mari bergabung dengan saya" Ajaknya kemudian
"Tidak usah" Ice menggeleng malas.
"Kalau begitu, untuk apa Anda ke sini?"
"Dengarkan aku. Aku...minta maaf soal hal yang di ruang makan. Kamu...pasti tidak nyaman saat makan hingga kamu pergi duluan. Aku...HEY! KAMU MENDENGARKAN TIDAK?"
"AH? Eh...iya, Tuan Muda" Blaze tersentak kecil. Dia aslinya tidak mendengarkan, cuma mengangguk angguk sambil menatap scone yang ada di mejanya.
"Keparat" Ice bergumam sambil memijat pelipisnya. Tapi dia melirik sedikit orang yang baru saja diteriakinya, sepertinya dia berbinar binar sekali pada scone itu. "Ck, duduk dan makanlah camilanmu" Ice akhirnya ikut duduk di depan Blaze.
"Dengan senang hati~" Blaze duduk, tanpa ragu mengunyah sconenya, memasukkannya ke mulut, kemudian bergumam.
Ice yang tadinya tetep mau lanjut mengomel jadi batal karena melihat sepertinya Blaze asyik sekali.
"Anda mau bicara kan, tadi?" Blaze akhirnya bertanya
"Kamu sepertinya sibuk ya" Ice mengalihkan pandangannya ke jendela.
"Solar, aku lupa. Ambilkan untuknya" bisiknya pada Solar. Ice cuma melirik, masih sedikit kesal.
"Selamat makan" Blaze masih dengan santai mengunyah scone miliknya. Masa bodoh dengan Ice yang menatapnya tanpa maksud.
"Hey"
"Iya, Tuan Muda?"
"...Bicara santai saja" Blaze berhenti mengunyah, menatap orang di depannya sebentar, lalu mengunyah kembali.
"Baik, Ice. Ada apa?"
Ice tidak kelihatan ingin mengalihkan pandangannya dari jendela. Di luar burung burung berteduh di bawah pohon, bertengger dengan anak atau pasangannya.
Pelayan sekali dua lewat membawa ember berisi tanah atau bunga layu. Ada juga bunga yang baru mau di tanam, masih segar.
Blaze melihat ke arah Ice memandang. Di ujung taman, ada sebuah gazebo untuk minum teh. Di sana, ada Raly dan Zach yang menghabiskan waktu berdua, tertawa, mengobrol, kelihatan akrab.
Blaze tak dapat lagi menelan camilannya. Perasaannya yang membaik kembali tak nyaman. Ice ada di sini bukan untuk apa apa, dia cuma menjadikan Blaze sebagai pengalihan.
"Haa..." Blaze bergumam. Setelah itu dia tertawa cekikikan hingga mengambil perhatian Ice. Ice cuma menatapnya bingung.
"Tuan Muda, Anda butuh sesuatu?" Solar terlihat sedikit mengerutkan alis
"Ice de Arnauth" Blaze menunduk "Aku tau kamu tidak mau menerimaku. Silakan. Karena seperti aku, kamupun dipaksa ada di dalam situasi ini. Aku senang senang saja jika kamu mau menghabiskan waktu denganku walau cuma aku yang menikmatinya. Tapi kalau aku hanya ingin kamu jadikan pengalihan, kamu carilah bangsawan lain" Blaze berdiri, menatap Ice tajam.
Blaze bukannya kenapa napa. Bukan cemburu pula. Buat apa cemburu? Blaze selalu jadi pilihan terakhir untuk semua orang. Dia selalu menjadi aset yang akan dikeluarkan di saat saat terakhir ketika tidak ada lagi yang bisa dipertaruhkan.
Dia muak dengan itu.
Tidak, Blaze tidak marah jika Ice menyukai Raly dan tidak menganggapnya ada. Blaze tidak kenapa napa jika Ice memperlakukannya dingin, karena itu adalah perasaan sebenarnya.
Jika Ice memperlakukannya dengan hangat karena dia ingin mengalihkan pikiran, maka Blaze memilih mundur. Blaze tidak mau hanya menjadi tempat singgah sementara. Dia tak mau menerima musafir. Dia hanya mau menerima orang yang hendak menetap.
"Kamu temani Tuan Muda di sini" Blaze memberi perintah pada Solar, kemudian bergegas pergi keluar.
Hari itu Ice tau. Hari itu Ice mengerti.
Bahkan sampah hina yang menjijikan itupun memiliki hati yang dijaganya dengan ketat.
KAMU SEDANG MEMBACA
BETWEEN (𝐔𝐒) THEM-ICELAZE [BoboiboyShipAU]
FanficFrostfire Vincent dan Blaze Reenberg punya suatu kesamaan. Terlepas dari Frostfire Vincent yang selalu menganggap hal hal menyedihkan sebagai sesuatu yang tidak perlu dianggap beban, kadang kala dia tidak menolak perlakuan hangat. Meskipun Bl...