Keping Dua Puluh Satu

387 45 45
                                    

Duchess terbangun dari tidurnya. Jarang sekali ia terbangun di tengah malam seperti itu. Dia tidak merasa haus atau apapun, dia hanya terbangun.

Melihat ke sisi ranjangnya, Duchess tidak melihat keberadaan Duke. Mungkin dia sedang ada di ruang kerja, pikirnya. Namun setelah pandangannya sudah jelas, Duke terlihat berdiri menatap keluar jendela.

Duchess mengerutkan alis, mencari alasan kenapa Duke berdiri sendirian di sana tengah malam seperti ini.

"Sayang, ada apa?" Duchess  menyentuh bahu Duke

"Apa aku membangunkanmu?" Duke terlihat agar kaget dan sedikit panik

"Tidak" Duchess menggeleng pelan sambil tersenyum "Kenapa kamu menatap keluar sana?"

Duke menghela napasnya kasar, menatap Istrinya yang menua bersamanya. Membesarkan Anak Anak, menjalani kewajibannya dengan baik.

"Aku merindukan Ice" Kata Duke sambil memijat pelipisnya. Duchess bingung karena tidak biasanya Duke mengatakan itu. Apalagi dia bertemu Ice setiap hari.

"Kalau begitu datangilah kamarnya, sayang" Duchess mencoba memberikan solusi

"Kalau aku ke sana, hatiku hanya akan semakin tersayat, Istriku"

Jawaban itu membuat Duchess semakin bingung. Mengapa bertemu dengan Ice di kamarnya membuat hatinya tersayat? Apa Duke setidak tega itu membangunkan Ice sebentar untuk bicara?

"Biar aku temani" Duchess mengambil lilin kepala tiga, mengelus tangan Duke untuk menenangkannya kemudian

"Tidak perlu, Istriku. Aku tahu kamu sama merindukannya denganku, kamu tidak perlu berpura pura tegar" Duke mencium tangan Istrinya, merasa bahwa Duchess pasti lebih terluka "Aku tahu sejak kematian Ice kamu menanggung beban yang berat sekali"

"Apa?" Duchess terdiam di tempatnya. Ice? Mati? Apa maksudnya itu? Bukankah dia masih sehat sehat saja siang ini? Bukankah dia masih bisa tersenyum dan tertawa kemarin hari?

Apa karena tadi dia bicara dengan Nox? Nox yang membunuhnya? Apa maksud perkataan Duke? Apa yang terjadi pada putranya?

"Apa maksudmu, sayang?" Rasa takut dan cemas menyeruak ke dalam pikiran Duchess. Matanya mengharap penjelasan yang jelas dan masuk akal dari Suaminya, namun Duke hanya menatapnya kasihan, berpikir bahwa Istrinya sengaja melupakan kematian Putranya yang tragis.

"Ice sudah meninggal cukup lama, Istriku. Ada apa denganmu?" Kata Duke sambil membantu Duchess duduk

"Bagaimana...bagaimana dia meninggal?"

"Apa kamu lupa?"

"Katakan padaku...katakan..."

"Dia membunuh dirinya sendiri saat Blaze Reenberg dinyatakan meninggal setelah adanya ledakan mana bercampur racun di dalam tubuhnya"

Duchess bergetar hebat. Dia merasa semua itu tidak mungkin. Siang ini mereka masih bisa bertemu satu sama lain, apa maksudnya dia telah meninggal cukup lama? Ini semua tidak masuk akal, semua ini tidak mungkin.

"Blaze..." Duchess mengusap air matanya, kemudian bergegas pergi ke kamar Blaze dengan membawa lilin kepala tiga. Duke ikut berlari menyusul dari belakang, merasa khawatir pada Istrinya.

Kamar Blaze senyap sekali. Barang barangnya masih ada di tempatnya, namun semua itu sudah berdebu sekali. Jendela yang entah bagaimana bisa terbuka membiarkan angin masuk. Mengibarkan tirai yang tidak ditutup.

Di samping ranjang tempat Blaze siang ini terbaring pucat, ada dua setel pakaian yang digantung. Masing masing adalah pakaian favorit Ice dan Blaze, digantung berdekatan untuk menghormati mereka berdua.

BETWEEN (𝐔𝐒) THEM-ICELAZE [BoboiboyShipAU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang