Keping Tujuh

331 46 25
                                    

Setelah insiden dengan Ice, Blaze tidak pernah keluar kamar saat Ice di rumah. Masa bodoh jika dia dibilang egois. Kan dia juga punya rumor yang jelek, biarkan saja dia bersikap jelek, biar rumornya jadi kenyataan.

Setelah 3 hari tidak kelihatan, Duchess akhirnya mengetuk sendiri pintu kamar putra barunya itu.

"Blaze, boleh Ibu masuk?" Blaze bergegas berdiri dari duduknya untuk membuka pintu, kemudian mempersilakan Duchess masuk. Duduk di spot favorit Blaze, di meja samping ranjang.

"Astaga, kamu semakin kurus" Duchess menatap Blaze sedih "Kenapa kamu tidak makan bersama, Nak?"

Blaze cuma menggeleng sambil tersenyum.

"Ibu, aku ingin mengembalikan kamarnya" Duchess mengerutkan dahi. Keriput halusnya kelihatan terlipat di antara dahi dan alis.

"Kan sudah ku bilang, tidak apa apa"

"Aku mengerti, hanya saja, sepertinya kamar ini sangat berharga" Blaze meminum tehnya.

Duchess terdengar menghela napas pelan. Mungkin dia merasakan simpati pada Blaze, hampir semua orang begitu menunjukkan ketidaksukaannya secara terang terangan.

"Bagaimana kalau besok kamu berkeliling mansion bersama Solar, lalu melihat lihat kamar kosong. Yang mana yang kamu suka, akan aku berikan" Kata Duchess sambil mengelus tangan Blaze.

Blaze berterimakasih, lalu cepat cepat mengganti topik pembicaraan. Setelah sesaat, Solar datang membawa camilan lainnya.

Dari sekian banyaknya camilan, Blaze hanya meminta scone di atas piringnya, hal itu mengundang tanya dari Duchess

"Kamu tidak suka camilannya? Kenapa hanya makan Scone?"

"Tidak, semuanya lezat, dan aku menyukainya. Tapi, sconenya terasa lebih mencolok. Scone kalian yang terbaik"

"Syukurlah kalau kamu menyukai makanan di sini. Nanti aku panggilkan patissier"

Blaze cuma tersenyum

Waktu itu sebenarnya ada yang mau Blaze tanyakan. Tapi entah kenapa rasanya tidak enak menanyakan hal tersebut. Yang membuat kaget adalah, Duchess membawa berita sukacita untuk mereka semua, namun berita duka untuk Blaze.

"Salah satu anggota keluargamu mengirim surat. Dia akan berkunjung ke sini besok atau lusa untuk menjenguk kamu" Duchess memberi tahu dengan ceria

"Iya? Siapa?"

"Count Muda Nox"

Blaze kehilangan riangnya. Senyum yang terbiasa memaku di tempat itu bisa menyembunyikan ketakutan yang tiba tiba meluap di dalam hatinya.

Kaki gemetaran itu tak terlihat di bawah meja, dan deru napas tegangnya tak akan kedengaran oleh siapapun. Blaze tersenyum riang akan berita duka itu.

"Count Muda bilang dia akan melakukan pengecekan wilayah di dekat sini, jadi dia akan mampir. Tapi aku baru tahu wilayah Reenberg ada yang melewati wilayah Selatan. Di mana wilayah Reenberg itu, Blaze?" Duchess masih begitu riang.

"Sepertinya wilayah Cetrus, Ibu"

"Oh, wilayah itu akhir akhir ini dilanda gelombang monster, semoga kakakmu baik baik saja selama ekspedisi. Jangan sampai dia kenapa napa oleh monster" Blaze mengangguk mengiyakan.

Entah mengiyakan antara Nox akan baik baik saja, atau semoga Nox kenapa napa oleh monster.

Kaki Blaze terus bergetar pelan sepanjang minum teh dengan Duchess

✎✎✎...

"Silakan ikuti saya" Solar memimpin jalan. Mereka memulai dari ruang seni di dekat kamar Kupu Kupu. Ruang Seni tadinya ada di ujung lorong, namun dipindahkan ke dekat kamar Kupu Kupu karena Raly sangat menyukai karya seni. Agar dia mudah mengakses ruangan itu kelak, ruang seni di pindahkan ke kamar Kupu Kupu.

Setelah ke ruang seni, Solar memandu jalan menuju ruang senjata, ruang kerja Duke, kamar Zach, kamar Raly, dan kamar Ice, barulah ke kamar Duke dan Duchess. Dari kamar Duke dan Duchess, mereka pergi ke dapur, kamar para pelayan, kamar prajurit, dan kamar tukang kebun.

Penting bagi Blaze untuk tau kamar para pekerja, agar ketika ada apa apa, dia tahu harus ke mana. Berikutnya Solar memberi tour ruang kerjanya, dan ruang pribadi Duke dan Duchess.

Solar tampak khawatir ketika menyadari tak ada kamar kosong di lantai satu Duchy. Mungkin ada kamar kosong, tapi itu di lantai dua.

Anggota keluarga seharusnya ada di lantai satu, bukan di lantai dua. Jadi itu membuat Solar sedikit kebingungan.

"Di lantai dua juga tidak kenapa napa" Blaze melambaikan tangan. Dia tau dia belum sepenuhnya menjadi keluarga de Arnauth. Jadi sebelum hal itu benar benar resmi, biarlah Blaze menganggap dirinya tamu sementara.

Solar mengangguk. Hari sudah sore sekali. Butuh waktu setengah hari untuk berkeliling lantai satu. Blaze sudah mati rasa saat mereka sampai di lantai dua.

"Kita akan menuju balkon, lalu Anda bisa istirahat, Tuan Muda" Blaze mengiyakan.

Mereka cuma berjalan sedikit, lalu sampai di salah satu balkon mansion. Setengah sisi kebun terlihat dari atas sini.

"Ini bukan pemandangan terbaik dari lantai dua, akan saya perlihatkan besok" Solar menjelaskan saat Blaze menyorot setiap sudut yang bisa dilihatnya dengan mata berbinar.

Matahari sedang ada di kaki langit, semburat oranye tipisnya sudah sebegitu indah, tapi Solar bilang ini belum pemandangan terbaik. Blaze jadi lebih menantikan hari esok.

Di tengah tengah kebun, ada gazebo yang Ice perhatikan tadi pagi. Di sanalah Ice duduk saat ini. Dia duduk di pinggir kanan, Zach di pinggir kiri dan Raly di tengah. Sepertinya Raly sedang bercerita banyak hal, sementara Ice dan Zach mendengarkan dengan takzim tanpa menyela.

Solar juga tampaknya sadar akan itu, dia kemudian menatap Blaze khawatir. Takut takut Blaze melakukan hal yang tidak diinginkan.

Ah, mungkin tidak.

Blaze memang menatap ke arah gazebo itu, tapi yang dilihatnya hanyalah pelayan yang membawa sepiring scone dan camilan manis lainnya. Dia menatapnya lekat sekali. Masa bodoh soal Ice dan Raly, diri sendiri lebih penting!

Solar masih menatap Blaze ragu. Mungkin di berpikir Blaze itu orang normal atau tidak.

Di saat yang sama, Ice sedikit melirik ke arah balkon karena merasa ada seseorang. Dia melihat Blaze yang menatap ke arah sini. Fokusnya pada Raly jadi terbagi.

Ice segera tahu, Blaze tidak fokus menatap padanya. Dia mengikuti arah pandang Blaze, kemudian menyadari yang ditatap putra bungsu keluarga Reenberg itu cuma scone yang ada di mejanya.

Ice menggaruk pipinya dengan telunjuk kemudian.

Solar dan Ice mengetahui fakta baru bahwa Blaze sangat menyukai makanan, terutama scone kediaman de Arnauth.

Karena Blaze menunjukannya dengan sangat jelas, tentu saja.

Tapi yang mereka tidak tau adalah Blaze sedang memaksakan dirinya untuk tidak teringat akan ketakutan yang  tengah memerangkap hati dan pikirannya, agar tubuhnya itu tidak membuat ulah dan gemetaran.

Blaze memiliki banyak objek untuk dijadikan pengalihan, tapi terkadang, bayang bayang trauma lebih kuat dari apapun.

"Solar" Blaze bertopang dagu di pagar balkon. "Terimakasih hari ini, ya. Kamu pasti lelah"

Solar semakin menatap Tuan Barunya itu. Kemudian ikut melihat semburat oranye tipis di mana Blaze memandang.

"Saya hanya menjalankan tugas saya, Tuan Muda" Mereka kembali ke kamar Blaze sesaat kemudian.

BETWEEN (𝐔𝐒) THEM-ICELAZE [BoboiboyShipAU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang