23. Khawatir❄️✨

183 80 1
                                    

Happy reading🗿💐
Jangan silent readers!!🥹

Ini aku up ulang, kemaren ada kesalahan, udah aku revisi😭

Typo tandain pliss

Typo tandain pliss

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❄️

"Dika? Ari? Farhan?" ucap Arfa memanggil satu- persatu para sahabatnya, dari depan pintu kamarnya dan tidak mendapat jawaban. Arfa mengerutkan keningnya sebentar, benar mungkin mereka sedang bekerja tidak mungkin ada dirumah.

Arfa melangkah turun ke bawah, perutnya terasa lapar, tapi seluruh badannya sakit, pusing juga, Arfa tidak ingat betul yang terjadi semalam karena ia sebenarnya dalam kondisi mabuk.

"Arfa? Dah bangun lo, sarapan dulu sini," ucap Ari sudah menyiapkan semangkuk bubur di ruang makan.

"Lo ga kerja?" tanya Arfa duduk di salah satu kursinya.

"Ship sore gue, lagian lo juga ga sadar sejak semalem khawatir gue," baik itu Ari, Dika, dan Farhan, ketiganya memiliki pekerjaan walau hanya sekedar jadi pelayan cafe, tulang elektronik dan pekerja di bengkel, tapi ketiganya selalu giat kalau soal bekerja, sudah cukup banyak dibantu Arfa waktu dulu, saat ini sebisa mungkin mereka akan berusaha selalu ada untuk apapun yang Arfa butuhkan.

Arfa mengangguk paham, ia menyuapkan bubur itu ke mulutnya, perih. "Sshh, kok perih banget bibir gue?" katanya sambil menatap Ari dengan wajah cengo.

Ari refleks mengerutkan kening, amnesia atau bagaimana Arfa itu? "Bibir lo luka! Lo gak inget sama sekali gitu, soal semalem," Ari ikut duduk berhadapan dengan sahabatnya itu yang kini hanya memakai celana boxer dengan kaus dalaman berwarna putih.

"Gue ingetnya, dari jam 6 gue jalan-jalan sama si Dudu," Dudu, sebutan Arfa pada motor sportnya, sekaligus motor kesayangannya, "Nah jam 8 lewat ke club biasa tuh, gue banyak banget minum, Ri. Nah jadi pulang gue jalan kaki, motornya gue titip di sana, terus ada preman- preman yang biasa gangguin anak-anak mau nyerang gue, nah udah deh, gak inget lagi."

"Hadeh....nih ya. Semalem lo dihajar sama orang-orang itu, Aya sama Haru Haru tu yang nolongin lo."

"Ah!" Arfa sedikit tegak dari duduknya,"Iya gue inget dikit, semalem ada cewek sama cowok nolongin gue, gue liat yang cewek kena pisau, tapi ga jelas juga ingetan gue!"

"Itu Aya. Katanya dia ngeyel maksa banget nolongin orang yang digebukin, ternyata orangnya lo, dan soal dia kena pisau karena dia lindungin Haru tu bukan karena lo kok."

Arfa menghentikan suapan buburnya, ia acak kasar rambutnya yang sudah berantakan itu, "Kalo gitu secara ga langsung karena nolongin gue juga kan dia luka? Duh, berarti tetep gue harus bilang makasih dong mereka juga nolongin."

"Ya kalo lo masih memiliki hati, mungkin harus," ucap Ari cuek bebek, sibuk dengan kegiatan makannya.

Arfa menatap sinis setelah mendengar ucapan itu.

Will We Be Happy? || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang