.
.
Saat mengetahui jika slave anaknya hilang ingatan membuat Jaehyun bingung, "Kau apakan ingatan slavemu?"
Jisung terkekeh sinis, "Bukan urusanmu."
Jaehyun terkesiap. Sejak kapan anak bungsunya bisa bersikap kurang ajar dengannya?
"Kau- siapa yang mengajarimu berkata kurang ajar seperti ini? Tidak pantas melontarkan jawaban seperti itu di depan ayahmu sendiri."
"Kau yang tidak pernah memperhatikanku!!"
Mata merahnya menatap nyalang ke raut terkejut sang ayah. Nafasnya menderu akibat emosi yang kian memuncak. Sebelah tangannya terkepal kuat berusaha menopang berat badannya.
"Kau selalu memperhatikan Jeno, Jeno dan Jeno saja! Seharusnya kau memperhatikanku! Aku anakmu juga! Kenapa kami diperlakukan sangat berbeda!?"
Tanpa sadar Jisung meluapkan isi hatinya yang selama ini dipendamnya sendiri. Terlalu banyak menumpuk di hatinya hingga lama-kelamaan menjadi dendam yang berkabut. Ia membenci semua hal yang menyangkut tentang keluarganya sendiri.
Jaehyun hanya diam membiarkan anak bungsunya meluapkan emosi. Selama di pengasingan ia telah merenungi hal ini ratusan kali. Tak ada siapapun yang patut disalahkan. Jaehyun dan Jisung mempunyai pandangan tersendiri yang saling bertolak belakang.
Jaehyun merasa ia telah memberikan perhatian dan kasih sayang secara rata untuk anak-anaknya. Namun Jisung merasa sang ayah membuangnya karena ia melihat Jaehyun selalu membangga-banggakan kakak tertuanya.
Disayangkan memang, kasih sayang dan perhatian tidak bisa diukur dengan angka.
"Bukannya aku memperlakukan kalian berbeda-"
"Lalu apa!? Kau selalu membanggakan Lee Jeno di hadapan publik! Kau juga membanding-bandingkan kemampuanku dengan Jeno! Kau- akkh.."
Cengkeraman tangan Jaehyun di dagunya mengerat. Netra merah itu berubah menjadi tatapan murka. Aura pekat menguar kemana-mana hingga terpaksa membuat Haechan menghentikan tebasan pedangnya pada akar yang melilit kaki Chenle.
Raungan kesakitan dari Mark terdengar keras di kejauhan. Rupanya Jaehyun masih melakukan hukumannya pada vampir bersurai biru itu.
Nafas Jaehyun kian memberat. Jisung dapat merasakan bahwa sang ayah kini marah besar karena ucapannya.
"Aku ayahmu, orangtuamu. Aku yang paling tahu kemampuan anak-anakku. Kau sudah salah paham padaku, Lee Jisung."
Jisung gemetar di tempat, aura yang Jaehyun keluarkan sungguh menyiksanya. Namun begitu ia masih dapat membuka mulutnya untuk berbicara.
"Sejak kematian ibu, tidak ada yang memperhatikanku lagi. Kalian semua menjauh, sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Kalian melupakanku.. KALIAN MEMBUANGKU! AKU SENDIRIAN! AKU KESEPIAN!! Aku ingin menyusul ibu.. hanya ibu yang peduli padaku.."
Jisung jatuh terisak. Selama dua abad lebih ia hidup, terakhir kali ia menangis saat kematian Lee Taeyong. Sang ibu berhati malaikat yang selalu tersenyum kearahnya, selalu memperhatikan kesehariannya, selalu menjaganya, dan selalu mendukung apapun yang ia lakukan.
Ia merasa dirinya anak yang paling bahagia berkat kehadiran ibunya. Saat ibunya pergi, hatinya hampa, kosong, tak ada yang bisa membuat hatinya menghangat selain pelukan penuh kasih sayang dari ibunya.
Hatinya beku, perasaannya ikut membeku. Sikapnya sedingin es. Ia tidak peduli pada sekitar. Hingga pertemuannya dengan Chenle pada malam itu, menjadi awal dari perubahan yang terjadi pada perasaannya. Ia merasakan kebahagiaan yang tak pernah ia rasakan lagi semenjak kematian ibunya.
Walaupun pertemuan keduanya merupakan bagian dari 'rencana' seseorang, Jisung tidak mempedulikan hal itu. Ia rasa ia telah menemukan sumber kebahagiaannya. Dan sayangnya sumber kebahagiaannya akan dilenyapkan oleh ayahnya sendiri.
Dan disanalah Johnny datang dan mencampuri hidupnya.
Sikapnya terpengaruh banyak oleh vampir Seo itu.
Licik dan penuh tipu muslihat.
Air mata yang sekarang ia keluarkan pun palsu. Jaehyun sampai tertegun tak menyangka sang anak akan menangis keras di hadapannya.
Sesakit apa beban yang selama ini dipikulnya sendirian? Seberapa besar ia menyakiti perasaan anak bungsunya?
"Aku tidak tahu kalau kau menderita selama ini. Maaf.. maafkan ayah.."
Hanya itu yang sanggup Jaehyun katakan. Ia berpikir juga percuma dirinya mengatakan maaf, Jisung pasti tidak akan memberikan maaf semudah itu.
"Bangunlah, nak." Jaehyun mengusap-usap pucuk kepala sang anak dengan hati teriris. Bahkan ia tidak pernah memperhatikan pertumbuhan anak bungsunya hingga sebesar ini. Ia melewati masa-masa bahagia tersebut dan malah menyibukkan diri dengan pekerjaannya, tanpa tahu ada hati kecil yang mengharapkan perhatiannya.
Jisung masih terisak dengan kepala tertunduk. Namun perlahan tangan yang tidak berada di bawah kaki Jaehyun mendekati gagang pedang dan-
Slep!
Sepersekian detik mata Jaehyun membelakak lebar dengan pedang perak yang sudah tertancap di dadanya. Jisung menyeringai lebar sembari terus menekan pedang itu hingga menembus punggung sang ayah. Jaehyun terbatuk darah namun apa peduli Jisung?
"Aku sangat membencimu sampai-sampai darahku berdesir menginginkan kematianmu."
Pedang itu bersinar keperakan, tanda jika Jisung mengerahkan seluruh kekuatannya pada pedang itu, membuat darah semakin merembes keluar dari luka yang tercipta.
Jaehyun diam dengan padangan kosong. Menatap tak percaya ke arah sang anak yang telah mengelabuinya dan berbalik menyerang dengan memanfaatkan kelengahannya.
"Tuan besar Lee!!"
Haechan yang melihat Jisung akan membunuh Jaehyun pun berlari ke arah mereka berdua berniat untuk menghentikan Jisung.
Mata nyalang vampir Park itu menatap marah ke arah Haechan yang mendekat.
Duagh!
"Ukkhh!"
Haechan terlempar jauh ke belakang saat tendangan kaki panjang Jisung mengenai perutnya telak.
"Jangan pernah ikut campur ke dalam masalah kami, atau kau akan mati di tanganku saat ini juga."
Haechan meringis kesakitan sambil memegang perutnya. Jisung berdiri menjauh dari Jaehyun yang sedang menunduk menekan dadanya yang tertancap pedang. Tidak ada tatapan bersalah, tidak ada rasa kasihan melihat sang ayah yang terluka karenanya.
Kuku jarinya perlahan memanjang, mengarahkan tepat ke leher Jaehyun untuk ia koyak dan kepala sang ayah akan terputus dari badannya.
Namun sebelum itu terjadi, bayangan seseorang melintas cepat menuju ke arahnya dan satu pukulan keras mendarat sempurna di pipi sebelah kiri hingga Jisung terhempas keras ke atas tanah.
"SADARLAH APA YANG TELAH KAU PERBUAT, LEE JISUNG!!"
Mark, dengan keadaan jauh dari kata baik-baik saja, telah memukul Jisung hingga menjauh beberapa meter dari tempat Jaehyun berlutut.
Jisung memegangi rahangnya yang terasa akan remuk karena pukulan Mark yang tak main-main dan berludah ke samping. Ia bangkit berdiri sembari menatap dingin ke arah vampir Jung itu.
Mark waspada di tempat sembari berdiri melindungi Jaehyun di belakangnya, memperhatikan gerak-gerik Jisung jika tiba-tiba vampir itu menyerang.
"Sadar? Berani sekali kau menasehatiku. Kau ingin mati? Baiklah, akan kuwujudkan."
Tbc.
Wow(・o・)
⭐ dan 💬 yeorobun~
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Yours, Master! [JiChen]✓
VampireMaster! BOOK III [END] __ "Berhenti melawan, nak. Tangan dan kakimu akan patah." "Tidak akan!" "Ayah masih menyayangimu." "AKU MASIH MEMBENCIMU!" "Kau seperti putri tidur jika terlelap begini. Kalau aku menciummu, apa kau akan terbangun?" "I'm yours...