.
.
Entah berapa lama ia tertidur, tidak ada yang membuatnya terbangun karena suasana di ruangan itu sangat tenang dan sepi, bahkan suara-suara yang dihasilkan di luar tidak bisa di dengar barang samar-samar.
Chenle terbangun karena kesadarannya sendiri yang menariknya ke dunia nyata. Ia meringis kala telapak kaki serta lengannya serasa ada yang menembus hingga perih mendera permukaan kulitnya. Chenle baru sadar ia tertidur di atas duri mawar yang masih segar.
Mawar-mawar disana terus hidup dan memekarkan kelopak bunganya, tapi mereka tumbuh dalam batas sewajarnya saja hingga ruangan itu tidak terlalu sesak dengan rambatan batang dan daun mawar.
Susah payah Chenle mendudukkan diri walaupun sekarang rasa perih itu beralih ke bawah pantat dan betisnya karena tertusuk duri tajam mawar di bawahnya.
Tak apa, Chenle masih bisa menahannya.
Ia membawa pandangannya ke arah Jisung yang ternyata masih tertidur dengan damai.
"Kapan kau bangun, Jisung?"
Jemari Chenle ia bawa merapihkan anak rambut milik Jisung yang sudah panjang melewati mata tertutup itu.
"Apa tubuhmu tidak pegal-pegal berbaring terus?" Chenle terus saja mengajak Jisung bicara walaupun tidak ada yang menanggapi celotehannya.
"Melihatmu begini, aku jadi teringat sebuah dongeng putri tidur yang tertidur lama karena racun pada buah apel yang diberikan oleh penyihir jahat. Satu-satunya cara agar putri itu bangun kembali adalah ciuman dari sang pangeran. Jika aku menciummu, apa kau akan bangun juga?"
Chenle terkekeh menertawakan pemikirannya. Jika caranya semudah itu, sedari dulu akan Chenle lakukan. Tapi, tidak salahnya untuk mencoba bukan?
"Jisung, aku menciummu ya?"
Perlahan Chenle mendekat ke sisi wajah Jisung dengan sedikit meringis kala dengan posisi setengah bersimpuh, lutut Chenle bergesekan dengan duri mawar.
Ia mendekatkan wajah mereka, kecupan ringan Chenle bubuhkan pada kening, kelopak mata, pipi, dan terakhir bibir tebal Jisung yang tidak memiliki warna kehidupan.
Chenle memejamkan matanya kala tekstur kering dari bibir Jisung bersentuhan langsung dengan bibir tipisnya. Tidak ada pergerakan berarti, hanya menempel tanpa bergerak lebih jauh karena Chenle tidak bisa menjadi pihak yang memulai terlebih dahulu. Selama ini ia hanya pasrah menerima segala perlakuan Jisung padanya. Chenle tidak pernah berinisiatif sendiri untuk memulai terlebih dahulu karena ia perlu persetujuan dari Jisung. Padahal Jisung tidak mempermasalahkan hal itu, malah ia senang jika Chenle agresif. Chenle saja yang terlalu membatasi diri.
Karena sudah lumayan lama bibirnya menempel pada bibir Jisung, Chenle ingin menjauhkan wajahnya, tapi tidak disangka ada tangan yang menahan tengkuknya supaya ia tidak bisa melepaskan diri.
Chenle tentu terkejut dan sontak membuka matanya. Netranya seketika bertubrukan dengan netra merah Jisung yang sudah terbuka entah kapan vampir itu sadar.
Ia senang bukan main kala mendapati akhirnya Jisung tersadar juga dari tidur panjangnya.
"Eng.." Chenle ingin berbicara, tetapi lupa jika bibirnya masih bertaut dengan milik Jisung, bahkan kini ciuman mereka semakin dalam karena tangan Jisung di tengkuknya terus menekan ke bawah, membiarkan kepala Chenle pegal karena posisinya sekarang yang sangat tidak nyaman untuk berciuman.
Perlahan tapi pasti, Jisung bergerak menyesap lembut bibir atas dan bawah Chenle. Selama ia bermain-main dengan benda candu itu, tangan yang menganggur mencoba menarik pinggang Chenle hingga vampir manis itu terjatuh tepat di atas tubuh Jisung.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Yours, Master! [JiChen]✓
VampireMaster! BOOK III [END] __ "Berhenti melawan, nak. Tangan dan kakimu akan patah." "Tidak akan!" "Ayah masih menyayangimu." "AKU MASIH MEMBENCIMU!" "Kau seperti putri tidur jika terlelap begini. Kalau aku menciummu, apa kau akan terbangun?" "I'm yours...