.
.
Renjun menatap kosong ke arah brankar yang kini sedang terbaring wajah damai sang sahabat yang sepertinya enggan untuk membuka mata.
Sebelah mata kirinya masih tertutup perban walaupun luka luar sudah tertutup, namun penglihatannya sudah tidak berfungsi lagi.
Memang sangat berbahaya jika terkena serangan dari vampir origin. Efeknya akan permanen walaupun kemungkinan untuk sembuh sangatlah kecil.
Renjun sudah lelah mengeluarkan air mata hingga kering. Dunia serasa tidak adil untuk mereka. Mereka juga ingin mendapatkan kebahagiaan tersendiri, tetapi kenapa dunia senang sekali mempermainkan takdir mereka.
Ingin marah pada dunia, tetapi ia bisa apa?
Suara pintu terbuka tak sedikitpun mengalihkan atensi Renjun pada wajah damai Haechan. Jaemin yang barusan masuk langsung menghampiri Renjun dengan membawa kotak nasi di tangannya untuk pemuda Huang itu.
"Renjun, ayo makan. Aku sudah membelikanmu makanan kesukaanmu." bujuk Jaemin. Beberapa detik jeda, Renjun tidak merespon juga. Jaemin menghela nafas, beberapa hari ini sangat sulit untuk membujuk Renjun makan.
"Renjun, makan ya? Kalau kau nanti jatuh sakit, siapa yang akan menguatkan Haechan nantinya? Ku yakin Haechan tidak suka melihatmu begini."
Terdengar helaan nafas berat dari Renjun. Ia menoleh ke arah Jaemin yang menarik senyum kala melihat Renjun mengangguk dan mengambil kotak makan di tangannya.
"Terimakasih Jaemin.." ucap Renjun hampir berbisik. Ia merasa amat bersalah pada vampir cantik itu karena sudah banyak membantu dirinya yang sedang terpuruk. Selalu membawakannya makanan walaupun kadang ia tak menghiraukannya. Renjun merasa berhutang besar kepada Jaemin dan juga Jeno.
"Kita makan di luar ya? Takutnya Haechan bangun dan tiba-tiba menyerangmu." ajak Jaemin. Renjun menurut saja, meninggalkan ruang inap Haechan dengan langkah berat.
Sekarang, hanya Renjun yang seorang manusia. Kedua sahabatnya telah berubah menjadi vampir. Dan mereka tidak bisa bersama seperti dulu lagi. Bergandengan tangan saat memasuki gerbang sekolah, tertawa bersama di kantin dengan melahap bekal masing-masing, saling berbagi lauk-pauk, saling menguatkan jika salah satu dari mereka terjatuh.
Semua itu hanya tinggal kenangan manis yang tak pernah bisa mereka ulangi lagi.
"Jangan menangis, Renjun. Kau tidak sendirian, ada aku disini menemanimu."
Jaemin dengan sigap memeluk Renjun kala pemuda itu kembali terisak tanpa suara. Mengusap-usap bahu bergetar itu, menyalurkan kekuatan pada punggung rapuh yang rentan sekali hancur jika tersentuh sedikit saja.
"Renjun yang kuat, ya? Kalau kau merasa lelah, datang saja padaku dan tumpahkan semua kesedihanmu di hadapanku. Tak ada yang mengganggu kita, luapkan saja emosimu sampai kau merasa lega."
Setelah Jaemin berucap demikian, pegangan tangan Renjun di kaos depannya seketika mengerat. Jaemin tersenyum sembari usapan lembut tak henti-hentinya ia berikan di surai Renjun.
Biarlah untuk sekarang, Renjun menumpahkan segala emosinya di lorong rumah sakit yang sepi bersama Jaemin.
***
Mark selesai diobati dalam keadaan sadar setelah menyelesaikan penyiksaan di ruang bawah tanah milik tuan besar Jung.
Selama hampir seminggu Mark menjalankan hukumannya. Beberapa kali sempat kehilangan kesadaran, namun Mark harus tetap kuat mempertahankan diri menghadapi siksaan teramat pedih itu, demi melihat Haechan kembali.
Siksaan dari Jaehyun membuat fisiknya lebih kuat dari sebelumnya. Tetapi jika disiksa secara terus-menerus tanpa henti selama seminggu, vampir mana yang tahan dengan penyiksaan itu?
Mungkin hanya saat Mark pingsan saja bawahan ayahnya akan berhenti mencambukan tali besi yang sudah diselimuti bara api panas ke arah tubuhnya. Mereka akan menunggu Mark sadar, lalu kembali mencambuknya.
"Dimana Haechan?" tanya Mark kepada tabib yang diutus untuk mengobati luka-lukanya. Tabib itu mengerutkan keningnya, "Haechan? Siapa dia, tuan?"
"Pemuda bersurai coklat yang kubawa seminggu yang lalu."
Tabib itu tengah mengingat sesuatu, kemudian menggeleng, "Saya tidak pernah menjumpai pemuda yang tuan maksud. Mungkin tuan besar Jung mengetahuinya."
Mark mengangguk, "Baiklah, silahkan kembali."
Tabib itu keluar dari kamar sang tuan muda. Mark meringis kala tubuhnya terasa perih akibat luka cambukan yang belum selesai beregenerasi.
Mungkin jika tubuhnya sudah sembuh nanti, ia akan mencari ayahnya dan menanyakan keberadaan Haechan.
***
Jisung keluar dari kamar mandi dengan keadaan jauh lebih segar daripada sebelumnya. Bulir air masih menetes pada ujung surai peraknya, menambah kadar ketampanan seorang vampir bungsu keluarga Lee yang telah kembali ke mansion setelah sekian lama.
"Chenle."
Chenle yang sedang mencarikan Jisung pakaian di lemari besar yang ada di kamar milik vampir itu menoleh, tetapi lemparan handuk seketika menutupi pandangannya hingga Chenle menggeram dalam hati, merutuki kelakuan semena-mena Jisung yang tanpa aba-aba melemparkan handuk ke wajahnya dikala ia belum siap untuk menangkapnya.
Vampir manis itu menghampiri Jisung yang sudah duduk di tepian kasur, membelakanginya. Chenle mulai mengusap-usap surai basah Jisung agar rambut perak itu cepat kering.
"Jisung."
"Hm?"
"Kau cari baju sendiri ya? Aku bingung memilihkanmu pakaian, di lemarimu sangat banyak berbagai jenis dan model baju. Apa itu kau kumpulkan dari zaman ke zaman?" ucap Chenle sembari melirik ke arah lemari pakaian yang dibiarkannya terbuka hingga menampakkan banyak jenis pakaian aneh-aneh yang baru kali ini Chenle lihat. Saat mereka tinggal di negara Johnny, mereka diberikan baju model anak muda zaman sekarang, jadi melihat sebagian pakaian dari lemari asli milik Jisung membuat Chenle terheran-heran sekaligus kagum karena disana banyak baju kerajaan dengan aksen mewah serta mahal, desainnya pun Chenle yakini hanya ada beberapa saja pada zaman itu, dan Jisung memilikinya.
"Baju lama, aku tidak ingin memakainya lagi."
Chenle terheran-heran lagi. Berarti pakaian-pakaian itu sekarang sudah menjadi barang antik? Kenapa tidak dilelang saja? Pasti banyak yang menginginkannya dan Jisung akan kaya.
Hahaha, pemikiran labil seorang Zhong Chenle.
"Seingatku, aku tidak pernah melihatmu memakai pakaian antik itu. Pasti kau gagah dan tampan setelah memakainya."
Chenle menjauhkan handuk yang tengah mengacak-acak rambut perak vampir di depannya kala Jisung tiba-tiba saja menoleh ke arahnya.
"Apakah pantas pakaian itu dikenakan di zaman ini?"
"Pantas-pantas saja, lagian kau juga tidak berani pergi ke mana-mana. Jadi tidak ada yang melihatmu memakai pakaian itu selain penghuni mansion ini."
"Lalu?"
"Aku hanya menyuarakan pendapatku." ucap Chenle terkekeh canggung karena mendapati wajah datar yang ditujukan padanya oleh Jisung.
"Aku belum selesai, rambutmu belum kering." Chenle memaksa wajah Jisung kembali lurus ke depan. Alibi ingin mengeringkan rambut Jisung karena tak tahan dengan tatapan datar vampir dingin itu.
Keheningan menyelimuti keduanya. Chenle berharap satu saja penghuni mansion ini pulang agar ia tidak terus-terusan terjebak berdua dengan Jisung. Ia juga perlu memberitahukan pada semuanya berita baik jika Jisung telah bangun dari tidur panjangnya.
Tbc.
Jangan lupa ⭐ dan 💬 ya~
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Yours, Master! [JiChen]✓
VampireMaster! BOOK III [END] __ "Berhenti melawan, nak. Tangan dan kakimu akan patah." "Tidak akan!" "Ayah masih menyayangimu." "AKU MASIH MEMBENCIMU!" "Kau seperti putri tidur jika terlelap begini. Kalau aku menciummu, apa kau akan terbangun?" "I'm yours...