Happy Reading
.
.
.Selamat membaca 🤗🤗🤗🤗🤗
------------
"SILA ternyata orangnya asik. Nyambung diajak ngomong." Adel mulai bercerita. Keduanya baru saja makan nasi padang yang lumayan terkenal di dekat rumah Seto. Kini, Putra membawa mobilnya menuju pulang ke apartement miliknya. Ada sesuatu yang ingin dia bahas dengan Adel.
"Dia orangnya baik, katanya kalau butuh teman panggil Sila aja." Tutur Adel sambil senyum-senyum. Dia senang memiliki teman, apalagi teman baik seperti Sila.
Putra melirik sekilas, "hati-hati, kadang kebalikan dari nama itu yang bahaya."
Adel menaikkan bola matanya keatas, berpikir keras maksud dari perkataan Putra.
"Sila. Sila. Sii... al?" Gumam Adel dengan nada ragu diujung kalimat. Saat sudah paham, tanpa sadar Adel menoleh pada Putra lalu memukul bisepnya. Cowok dingin itu melirik datar.
"Kakak mah, ga boleh kayak gitu. Sila orangnya baik, dia care. Dia nggak seperti yang kakak pikirin." Kata perempuan ber-wajah mungil itu.
"Gue cuma bilang hati-hati. Bukan bilang dia itu nggak baik." Sanggah Putra. Dia menghentikan mobilnya saat lampu merah. Cowok itu menyandarkan kepalanya dengan mata terpejam.
"Sama aja, omongan kakak seakan-akan dia bukan orang baik." Adel memutar duduknya sedikit menghadap Putra. Dilihatnya pria itu memejamkan mata dengan kening sedikit mengerut. Poninya yang naik keatas memudahkan Adel melihat ekspresi Putra.
Adel tiba-tiba ingat saat tadi dia berbincang dengan Sila. Putra dan Om Seto nampak serius berbincang. Hal itu mengundang rasa penasaran Adel.
Mau bertanya tapi Adel takut Putra marah. Wajah dingin itu selalu membuatnya mati kutu.
Tidak mendengar suara perempuan di sampingnya, Putra membuka mata lalu menoleh. Dia melihat Adel sedang menatapnya sambil melamun.
"Mikirin apa?" Pertanyaan Putra membuat Adel tersentak pelan. Dia menggeleng sambil tersenyum tipis. Adel mengatur duduknya menghadap ke depan.
Lampu berubah hijau, Putra menjalankan mobilnya. "Gue gak suka, kalau ditanya gak di jawab." Kata Putra dingin.
Adel kembali menatap laki-laki bermanik coklat itu. "Adel penasaran kakak bahas apa sama Om Seto." Ucap Adel pelan.
Putra diam sesaat, "Nanti di apart gue jelasin."
Adel mengunci bibirnya, tidak bertanya lagi.
-Adelnia-
"KITA nikah hari sabtu. Gue mau lo mempersiapkan diri." Putra duduk berhadapan dengan Adel, ada meja kecil di tengah mereka sebagai pemisah.
Napas perempuan yang sudah mengganti seragam sekolahnya dengan kaos hitam dan celana pendek hitam milik Putra itu tercekat. Dia menatap Putra dengan mata sedikit melebar.
"E-enggak kecepatan, kak?" Adel berkata takut-takut, kedua tangannya saling meremas diatas paha. Dia menunduk tak berani menatap Putra yang menatapnya dengan dingin.
Putra menggeleng. "Gak! Itu waktu yang pas. Gue gak suka nunda sesuatu."
Suara Putra terdengar tidak ada bantahan. Adel menarik napas panjang, cepat atau lambat dia memang harus menikah dengan Putra.
Kepala Adel mendongak, dia menatap Putra dengan wajah pasrah. "Aku ikut kakak aja gimana baiknya." Katanya lemas.
Putra mengangguk. "Lo tenang aja, semua udah diatur sama Om Seto. Sekarang tinggal lo mempersiapkan diri aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
ADELNIA
Teen FictionCerita ini bersifat konflik ringan, hanya fokus pada kehidupan rumah tangga mereka. Lain dari itu, hanya sebagai bumbu cerita saja "Kak, bisa jemput aku? Aku lagi di taman, bentar lagi hujan." "Siapa lu nyuruh-nyuruh gue?! Punya hak apa lo?!" "Ka-ka...