ADELNIA || 23

3.5K 155 25
                                    


*******

SEMPAT merasa asing dengan sekolah barunya, kini Putra mulai terbiasa dan beradaptasi dengan baik kepada murid Rajawali. Tatapan heboh yang Putra dapatkan tidak separah waktu pertama kali Putra datang ke sekolah itu. Mereka sudah terbiasa menatap Putra kendati masih ada tatapan memuja di-mata mereka. Jelas saja, visual Putra tak main-main. Siapapun akan klepek-klepek melihat Putra.

Tepat hari ini Putra sudah seminggu sekolah disini. Semuanya berjalan lancar seperti yang dia inginkan. Teman-temannya baik, dan Putra lumayan akrab dengan mereka. Sejenak Putra melupakan dirinya yang masih menjadi wakil ketua geng motor Sagiruz, juga melupakan teman-temannya yang berada di Sma Haga. Bukan tanpa sebab, Putra disibukkan oleh usahanya yang baru ia bangun. Belum lagi tugas-tugas yang harus dia kejar agar dapat mengikuti ujian semester nanti.

Siang itu kelas Putra sedang jamkos, di karenakan guru yang mengajar tidak dapat hadir karena sakit. Ia menitipkan tugas kepada kepala sekolah agar dikerjakan siswa kelas 11 Ipa 2 itu.

Satu fakta membuat Putra sedikit terkejut, jamkos mereka tidak mereka gunakan untuk leha-leha. Mereka mengerjakan tugas sekolah yang diberikan, lalu setelah selesai barulah mereka mencari kegiatan masing-masing. Hingga kelas yang tadi hening, perlahan ramai karena sebagian ada yang main gitar, ada yang bermain kartu dan ada juga yang nonton Drakor di laptop Jeje yang dibawa pria itu dari rumah. Meski demikian, mereka tetap menjaga suara agar tidak menggangu kelas sebelah.

Setelah selesai tugasnya dikerjakan, Putra dan beberapa temannya pergi ke lapangan bermain bola. Permainannya santai sesekali diselingi dengan canda tawa.

Setengah jam bermain, matahari kian naik membuat Fiko berseru. "Istirahat dulu kita. Panas banget buseett." kata Fiko. Dia berjalan menuju sisi lapangan diikuti yang lain dan duduk diatas tanah tepat dibawah pohon. Fiko mengatur napasnya dan seketika memejamkan mata kala angin berhembus.

Putra meraih botol minum warna biru gelap disebelah kirinya yang selalu disediakan istrinya. Meneguk isinya hingga setengah lalu menutup kembali botolnya.

Meneguk cola-nya dengan kedua kaki dipanjangkan, Gaga menatap Putra yang duduk disebelah kanannya. Lalu bertanya, "gimana, Put? Hasilnya?"

Pria berusia 17 tahun yang sedang meneguk air putih dari botol yang selalu disediakan istrinya melirik Gaga dari sudut mata kirinya. "Apanya?" tanya Putra menatap Gaga sambil menutup botolnya.

Melirik kanan kiri, Gaga mendekatkan wajahnya dan berbisik. "Debay."

Gaga sudah tau alasan Putra menikahi Adel, makanya sekarang Gaga bertanya hasil dari perbuatan mereka berdua mengingat sudah seminggu lebih mereka menikah.

Putra diam sesaat mencerna ucapan Gaga sebelum mengangguk mengerti. "Belum ada hasilnya. Lagian Adel masih sekolah. Jadi fokus sekolah dulu." kata Putra meletakkan botol di tangannya ke tempat semula. Putra bisa berkata seperti itu tapi sebenarnya jauh dari dalam hatinya dia sudah siap jadi orangtua di usia muda. Banyak orang-orang diluar sudah memiliki anak di usia yang sama seperti Putra. Sekarang tergantung orangnya, jika sudah siap punya anak itu artinya dia siap mengemban tanggung jawab yang besar.

Ucapan Putra disetujui oleh Gaga. Pria itu mengangguk dengan mata menatap ke depan, melihat sebagian teman-temannya yang sudah kembali bermain. Termasuk Fiko.

"Kalo gue jadi lo nih yah, gue mau banget punya anak di usia sekarang. Bodo amat soal finansial, materi bisa di cari. Karna gue percaya sama kata orang tua jaman dulu. Kalau udah punya anak rezekinya ngga akan kemana. Ada aja tuh duit datang." ujar Gaga.

Putra setuju dengan ucapan Gaga. Putra pun mau punya anak di usia muda. Apalagi sekarang Putra sudah ada usaha meski masih kecil, tapi pendapatannya lumayan. Cafenya selalu ramai dan membludak ketika hari sabtu dan minggu.

ADELNIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang