Happy Reading
.
.
.Selamat membaca 🤗🤗🤗
----------
MARK memarkirkan motor sport navynya di halaman parkir sekolah. Saat dia akan turun, sebuah motor yang mengeluarkan suara dalam datang memasuki gerbang sekolah. Dan, berhenti tepat disebelah kiri Mark.
Mark melipat kedua tangannya, memperhatikan Putra yang sedang melepas helm full-facenya. Cowok dingin itu menatap Mark tanpa minat.
"Mana?" tanya Putra.
Mark menaikkan sebelah alisnya. "Apa yang mana?" meski sudah berteman lama, Mark tetap tidak mengerti arah pembicaraan Putra. Yang bisa memahami cowok itu hanya ketua Sagiruz.
"Yang lain." Putra turun dari motornya, ia mengacak rambut coklatnya yang poninya naik ke atas. Siswa Sma Haga pun dapat melihat kening Putra yang putih mulus seperti jalan tol.
"Oo, belum datang mereka, mah." jawab Mark. "Lo, semalam kemana? Gak biasanya alpa di hari minggu." tanya Mark. Sudah jadwalnya anggota Sagiruz untuk berkumpul di markas saat hari minggu. Namun, kemarin Putra tidak hadir. Bahkan tanpa mengabari mereka.
"Ada urusan." Putra menjawab sekenanya. Untuk saat ini, masalahnya akan ia hadapi sendiri. Namun, ada satu hal harus dia tuntaskan dulu. Putra ingin bertemu Regal lalu menghajarnya.
"Duluan." Putra meninggalkan Mark begitu saja. Membuat cowok keturunan china itu mengernyit heran. Memang sudah biasa melihat sikap dingin Putra ini, tapi tetap saja Mark tidak mengerti.
Sesampainya di kelas, Putra melempar ranselnya ke atas meja lalu duduk di bangkunya. Sambil bersandar Putra membuka ponselnya, mencari nomor seseorang lalu menempelkan ponsel ke telinganya saat melihat nada berdering.
"Halo, Put. Apa kabar, lo? Baru sekarang lo nelpon gue. Kemana aja?!"
Kening mulus Putra berkerut samar ketika mendengar suara pekikan itu.
"Lo dimana?" tanya Putra, enggan menjawab pertanyaaan temannya itu.
"Gue di rumah, cok! Lo mau mampir? Ya udah sini. Minum kita."
"Bokap lo dimana?" lagi, Putra tidak membalas ucapan temannya itu.
"Bokap gue lagi turu. Emang nape sih! Kalau mau datang mah datang aja!"
"Oke," tanpa perasaan, Putra mematikan panggilan sepihak. Sementara di sebrang sana, teman Putra mencak-mencak dengan mulut memaki-maki Putra.
Tangan Putra tampak lihai mengetik sesuatu.
Ntar sore, gue ke rumah lo sama calon istri gue. Bilang bokap lo, jangan kemana-mana.
-Adelnia-
DIA menyandarkan kepalanya yang terasa berat. Kedua tangan yang penuh luka tampak mengerat menggenggam setir mobil. Putra menarik napas dengan dalam, berusaha meredam emosi yang masih meletup hingga rahangnya yang mengeras nampak mengeluarkan urat-urat.
Pintu di sisi kirinya terbuka, Putra memutar kepalanya melihat Adel masuk.
"Kakak udah lama nungg-, loh? Ini mukanya kenapa?" Adel melebarkan matanya melihat wajah Putra penuh lebam. Badannya reflek mendekat dan menyentuh sudut bibir Putra yang pecah.
Putra hanya diam dengan wajah dinginnya, tidak memberi reaksi. Mata tajamnya sibuk memandangi wajah Adel yang tampak khawatir. Hal itu membuat Putra tanpa sadar tersenyum samar, saking samarnya Adel tidak menyadarinya. Di saat tidak ada orang yang peduli padanya, ada Adel di sisinya. Bolehkah Putra berharap pada Adel?
KAMU SEDANG MEMBACA
ADELNIA
Teen FictionCerita ini bersifat konflik ringan, hanya fokus pada kehidupan rumah tangga mereka. Lain dari itu, hanya sebagai bumbu cerita saja "Kak, bisa jemput aku? Aku lagi di taman, bentar lagi hujan." "Siapa lu nyuruh-nyuruh gue?! Punya hak apa lo?!" "Ka-ka...