Boss and Secretary - 91

740 58 43
                                    

Nila menggeleng tidak percaya saat kedua sahabatnya bisa cekikikan bersama dengan Kai—si aktor, penyanyi atau apalah itu. Bagaimana bisa Suzanne dan Debora cekikikan dengan orang yang baru dikenal?

"Lalu, bagaimana aktor sainganmu itu?" Tanya Debora di sela derai tawanya.

"Ya, dia lari terbirit-birit. Aku biarkan saja dia begitu. Aku terhibur dengan adegan kocaknya." Kai tersenyum membayangkan saingannya itu yang tertinggal jauh darinya.

"Apa enaknya menjadi aktor terkenal?" Kali ini Suzanne bertanya.

"Diperlakukan spesial. Banyak orang yang ingin dekat denganmu, menjadi temanmu, dan banyak yang memujamu. Tapi, harus aku akui tidak enaknya juga banyak." Kai mengangkat bahu dengan raut wajah murung namun raut wajah murung itu beralih gembira lagi dengan cepat. "Aku akan tanda tangan di jidat kalian kalau mau." Dia tersenyum lebar seolah semua orang yang ditemuinya adalah penggemarnya.

"Kapan lagi kita dapat tandatangan aktor Asia secara langsung." Debora seolah setuju dengan tandatangan di jidat yang diusulkan Kai.

"Argh!" Nilaa menggeram.

Julian datang dengan tampilan fresh. Dia mengenakan kaus putih dan celana jeans panjang. Dia menatap Kai lama. Memperhatikan pria asing yang nimbrung di tongkrongan istrinya itu.

"Hai." Kai melambaikan tangan pada Julian.

"Ya." Julian menoleh ke arah istrinya seolah menuntut agar istrinya menjawab pertanyaan dari tatapan matanya.

"Ini, Kai. Seorang aktor dari Asia. Dia sedang berlibur di sini." Nilaa mencoba menjelaskan meskipun wajah suaminya masih dingin.

"Oh." Jawabnya dingin. "Kita pergi sekarang."

"Ke mana?"

"Ke rumah nenek. Nenek minta kita datang."

"Oke." Nilaa bersiap berkemas.

Suasana yang tadinya penuh canda tawa mendadak hening setelah kedatangan Julian. Nilaa berpamitan pada Suzanne dan Debora.

"Hati-hati, Rose." Kata Kai dengan nada suara rendah, namun masih bisa didengar Julian.

Julian memberengut kesal melihat Nilaa menatap Kai yang tersenyum pada istrinya itu.

Setelah kepergian Nilaa dan Julian, Kai menatap Suzanne dan Debora secara bergantian. "Siapa pria tadi?"

"Kakak Nilaa." Jawab Suzanne. Debora menyenggol lengan Suzanne.

"Nilaa?"

"Ya, Rose itu Nilaa." Sembur Suzanne.

"Tapi mereka tidak mirip ya."

"Bukan, kakak Nilaa. Dia suami Nilaa." Kata Debora mencoba jujur.

"Apa? Su-ami?" Kai tampak terkejut. Dia mengakui istri orang sebagai kekasihnya di depan wanita yang mengejar-ngejarnya?

***

Nilaa melirik ke arah Elena yang tampak sumringah sejak datang ke rumah nenek. Elena dan Arthur saling menggenggam tangan satu sama lain. Mereka saling melempar senyum seperti remaja yang sedang jatuh cinta. Tapi, entah karena insting Nilaa yang kuat atau bagaimana, dia menerka apa yang Elena dan Arthur lakukan hanyalah kamuflase belaka.

Julian tidak mau kalah. Mantan bosnya itu mengelus-elus kepala Nilaa lembut. "Kamu cantik banget hari ini." Puji Julian yang terdengar aneh karena jarang sekali suaminya itu memuji.

Nenek datang dan duduk di sofa yang khusus hanya dipakai olehnya. Dia menatap satu per satu orang yang ada di sana. Dia sengaja hanya mengundang Julian, Nilaa, Elena dan Arthur saja. Ada hal yang perlu disampaikannya.

"Ini pertemuan mendadak." Kata Nenek. Dia menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. "Seperti yang kita tahu kalau Elena sedang hamil dan dia butuh seseorang untuk menemaninya. Arthur sibuk bekerja. Nenek minta kamu menemani Elena, Nilaa."

Mendengar permintaan nenek Nilaa menoleh cepat ke arah nenek. Seolah tidak percaya dengan apa yang didengarnya. "Apa, Nek?"

"Kamu akan tinggal bersama Elena. Kamu dan Julian."

Nilaa dan Julian saling memandang.

"Nila punya kesibukan sendiri, Nek. Dia sekarang sedang belajar menjadi seorang penulis. Dan aku yakin suatu saat nanti bukunya akan berada di toko buku dan menjadi buku best seller. Kemampuan Nilaa dalam belajar tidak bisa dianggap enteng." Kata Julian membela istrinya.

Dia tahu Nilaa tidak akan mau menjadi babysitter Elena. Julian akan pasang badan untuk istrinya meskipun dia harus berurusan dengan neneknya sendiri.

"Oh ya?" Elena terkekeh.

Nilaa dan Julian menatap tajam ke arah Elena.

"Aku tahu, Nilaa pasti bisa melakukan apa pun. Aku juga tidak memaksanya untuk tinggal bersama kami. Kita bisa meminta Bibi Emma atau orang lain untuk menemaniku. Lagian aku masih hamil muda belum terlalu butuh orang, Mom."

Nenek tampak sedang menimbang-nimbang untuk beberapa saat.

"Aku tidak meminta Mommy untuk melakukan ini. Kami sudah dewasa dan aku rasa Elena bisa menjaga dirinya." Kali ini Arthur yang berbicara.

"Kalau begitu," Nenek menoleh pada Nilaa. "Boleh kalau nenek minta kamu untuk sering mengunjungi Elena. Nenek khawatir pada Elena."

Nilaa tidak langsung menjawab pertanyaan nenek, tapi entah kenapa dia merasa tidak suka dengan permintaan nenek. Kenapa harus Nilaa yang ditunjuk untuk sering mengunjungi Elena?

"Kalau aku tidak sibuk aku akan usahakan."

Julian menatap istrinya lembut. Dia tahu kalau Nilaa sangat membenci hal ini, tapi Nilaa masih bisa menjaga kewarasannya dengan tidak marah-marah. Semakin dia mengenal istrinya semakin dia menyayangi Nilaa. Semakin besar rasa sayangnya semakin besar cintanya pada Nilaa.

Meskipun keanehan demi keanehan terus berdatangan semenjak kedatangan Arthur dan Elena.

***

Boss and Secretary (Adult 21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang