Arthur adalah pria matang berusia 39 tahun. Dia masih lajang. Tubuhnya masih atletis dengan otot-otot yang dilatih di gym center. Dia adik dari ayah Julian. Mereka hanya terpaut usia 4 tahun. Nenek Julian tidak menyangka kalau dia hamil lagi di usia yang tidak lagi muda. Karena usia yang tidak terpaut jauh ini Julian dan Arthur tampak sebaya.
"Di mana sekretarismu?" tanyanya pada Julian.
"Lima menit lagi kalau dia tidak datang aku akan menjemputnya." Kata Julian datar.
Nilaa datang dan membuka pintu ruangan Julian tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Napasnya tersengal-sengal. Dia kelelahan setelah berlari dari tempat parkir kantor.
Setelah menyadari ada orang asing di ruangan Julian, Nilaa membenarkan posisi berdirinya yang membungkuk kelelahan. Matanya dan mata Arthur saling menatap sepersekian detik.
"Pak Arthur..."
Nilaa pernah melihat Arthur beberapa kali di kantor tapi itu hanya sekilas-sekilas saja. Dan kali ini dia melihat lebih jelas wajah Arthur. Gosip yang beredar mengenai ketampanan Arthur adalah fakta. Arthur dan Julian tidak jauh berbeda. Sama-sama tampan tapi tentu saja karena usia Arthur yang lebih tua empat tahun pria itu lebih terlihat matang daripada Julian.
"Ya, sebagai ketua dewan pengawas, ketua dewan direksi dan sebagai auditor di perusahaan ini, saya tidak bisa memaafkan sekretaris yang datang lewat dari 30 menit." Kata Arthur dengan wajah tenang dan santai.
Dahi Nilaa mengerut tebal. Dia tidak mengerti dengan apa yang dimaksud Arthur. "Maksudnya, Pak?"
"Bukannya kamu sudah diberitahu untuk sampai di kantor jam 6 pagi kenapa datang jam setengah 7?"
Nilaa melirik Julian. Bosnya ini tidak bilang apa-apa semalam. Tidak mengiriminya pesan semalam dan hanya pesan mendadak saat dia bangun tepat jam 6 pagi.
"Kerjaannya memang tidak becus." Kata Julian menjatuhkan Nilaa di depan Arthur.
Mata Nilaa menyipit kesal pada Julian. "Dasar Julian sinting! Keparat kamu, Julian!" Dia hanya mengucapkan umpatannya dalam hati.
Diam-diam Arthur memperhatikan Nilaa dan Julian. Dia tahu ada miss komunikasi antara mereka atau memang Julian sengaja tidak memberitahu Nilaa lebih awal.
***
Arthur memberi beberapa tugas pada Nilaa, meminta nomor ponsel Nilaa agar dia bisa menghubungi sekretaris Julian itu untuk kepentingan pekerjaan.
"Kamu paham dengan tugas tambahan kamu?" Tanya Arthur yang memiliki suara yang entah bagaimana suara Arthur lebih membuat Nilaa nyaman.
"Ya, Pak. Saya paham."
Arthur mengangguk.
Julian menatap mereka dengan tangan dilipat di atas perutnya. Sebelah alisnya tertarik ke atas. Akhir-akhir ini Arthur yang menjabat sebagai ketua dewan pengawas, ketua dewan direksi, dan auditor sering berkunjung ke kantornya. Entah hanya meminta laporan-laporan mingguan, bulanan dan tahunan. Bahkan hari ini Arthur meminta Nilaa mengcopy semua hasil rapat dan dikirimkan ke Arthur langsung. Julian merasa diawasi.
"Bagus, Nilaa." Arthur memanggil nama Nilaa seakan mereka sudah akrab. "Dua minggu sekali hasil rapat saya tunggu di kantor saya."
"Iya, Pak."
Arthur tersenyum kecil pada Nilaa. Senyum menawan dari pemilik mata berwarna cokelat cerah itu. Pria dengan karakter mengayomi sangat cocok untuk menjadi seorang pemimpin.
Nilaa membalas senyum Arthur saat Arthur sudah meninggalkannya. Lukisan senyum Arthur membekas di otaknya.
Julian melihat adegan senyum-senyum itu. Dia begidik sebelum mendekati Nilaa.
Senyum Nilaa lenyap melihat Julian. Aroma leather menguar dari tubuh Julian. Aroma yang dihasilkan dari komposisi kulit. Nilaa tahu kalau parfum dengan aroma leather sangat langka dan harganya sangat tinggi. Aroma eksklusif kata Debora, Suzanne dan Flynn.
"Tidak perlu senyum-senyum dan sok cantik begitu." Katanya ketus.
"Anda tidak memberitahu saya kalau Pak Arthur akan datang di jam 6 pagi."
"Saya sudah kirim pesan ke kamu."
"Anda mengirim pesan jam 6 pagi." Nilaa berkata dengan nada emosi.
Julian tersenyum licik. Nilaa tahu kalau Julian memang sengaja tidak memberitahunya dari semalam.
Andai ada lowongan kerja untuk Nilaa di kantor Arthur, Nilaa pasti segera melamar ke sana. Di sini dia tertekan. Apa pun yang Nilaa kerjakan tidak ada artinya di mata Julian. Kenapa dia tidak ditempatnya di kantor Arthur saja?
Nilaa tidak sengaja melihat Julian menerima telepon. Wajah pria itu seolah sedang tertekan saat menerima panggilan telepon. Wajahnya kaku. Wajah tampan itu lebih mirip patung yang diberi nyawa. Nilaa mulai penasaran dengan apa yang disampaikan si penelepon kepada Arthur.
***
Nilaa cocoknya sama siapa nih? Arthur atau Julian? atau wait and see dulu nih?
Aku update lagi kalau komentar sudah mencapai 30-an ya kaya biasa wkwkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
Boss and Secretary (Adult 21+)
Romansa"Well, aku tahu kamu membenciku, Nilaa." Julian mendekati Nilaa. "Aku tahu keinginanmu untuk resign dari kantor. Mungkin kalau hutangmu lunas kamu akan resign dari kantor." Dahi Nilaa mengernyit. "Hutang?" "Kamu memiliki hutang atas nama ayahmu...