Jasmine menangis meraung-raung di dalam mobil Julian saat mereka sampai di prkiran apartemen.Julian hanya memberikan tisu pada Jasmine tanpa berniat menengkan calon adik iparnya itu. Telinganya mau pecah mendengar raungan Jasmine. Kenapa dia menangis seperti anak kecil begini? Apa karena ibunya diperlakukan seperti pembantu oleh Justin? Atau karena Justin membawa Adelle yang sepertinya musuh bebuyutan Jasmine atau karena sebenarnya dia masih menyayangi Justin dan dia kecewa berat pada Justin yang membawa Adelle ke pesta dansa?
"Aku akan menelepon kakakmu kalau kamu menangis terus." Kata Julian yang bersiap mengeluarkan ponselnya dari saku celananya.
Dengan cepat tangis Jasmine mereda. "Jangan. Aku tidak mau Nilaa tahu kalau ibuku diperlakukan sebagai pembantu Justin."
"Kenapa?"
"Ibuku pasti sangat malu nanti. Dia orang yang... tidak bisa aku bilang buruk juga karena aku putrinya."
"Ya... ya... aku tahu. Dia tahu kalau suaminya sudah berkeluarga tapi dia tetap mempertahankan Mr. Anderson karena Mr. Anderson begitu memanjakannya. Meskipun perusahaannya bangkrut, Anderson tetap berusaha untuk memenuhi gaya hidup kalian dan Nilaa yang dikorbankan setelah Anderson meninggal. Anak pertamanya yang harus menanggung hutang-hutangnya yang tidak sedikit." Julian berkata dengan ekspresi miris.
"Ya, kamu benar. Kamu tahu darimana?"
Sebelah sudut bibir Julian tertarik ke atas. Dia sama sekali tidak menjawab pertanyaan Jasmine. "Cepat keluar sebelum aku menelepon Nilaa."
***
"Kamu yakin?" Tanya Debora pada Nilaa saat mereka menyantap makan siang mereka di kantin.
"Aku harus." Jawab Nilaa.
"Ya, harus karena Julian sudah melunasi hutangmu. Aku masih belum bisa memaafkannya karena dia membela Katty sialan." Cerocos Suzanne.
"Flynn, bagaimana pendapatmu?" Tanya Debora pada Flynn yang sibuk dengan humbergernya.
"Nilaa tahu mana yang terbaik untuknya. Aku tidak punya pendapat apa-apa." Flynn berkata dengan lumeran saus di sudut bibirnya.
"Kalau soal tubuh Katty dan Amanda, Flynn bisa berpendapat dengan lugas, jelas dan pasti." Sindir Suzanne.
"Astaga, Suzanne, kamu ini cemburu atau apa?"
"Cemburu? Apa kamu sinting kalau aku cemburu?! Seleraku itu Pak Arthur sebelum aku tahu keburukannya."
Nilaa melirik meja Katty dan Amanda yang berjarak tiga meja darinya. Lalu dia mengalihkan pandangannya ke arah Debora. "Apa Katty dan Amanda bisa mendengar percakapan kita?"
Debora melirik ke arah meja Katty dan Amanda. "Sepertinya sih tidak." Jawabnya ragu.
"Biar saja mereka dengar semua percakapan kita." Suzanne berkata dengan nada tinggi hingga Flynn menutup mulutnya dengan tangan yang menyebarkan bau humberger di hidung Suzanne.
"Bisakah bersikap lebih lembut, Suzanne?"
"Cih! Aku bukan Elena."
"Kalau aku bilang lembut bukan berarti seperti Elena. Lihat, Debora dan Nilaa mereka juga lembut kok."
Suzanne menatap Nilaa dan Debora secara bergantian. Lembut? Dia ingat saat Nilaa merusak laporan yang dicoret-coret Julian, menginjak-nginjaknya dan menyobek dengan cara digigit seperti binatang kelaparan. Debora, Suzanne pernah memergokinya menggeplak kepala Flynn yang lebih memilih membantu Katty dibandingkan dirinya.
Suzanne menggeleng. "Kamu tahu bagaimana Nilaa dan Debora kalau lagi kesal kan?"
"Ya, mereka liar pada saat kesal saja tapi kamu liar setiap saat." Celoteh Flynn.
Suzanne tambah kesal padanya.
"Nanti malam aku akan makan malam dengan Clorita." Flynn berkata dengan wajah cerah ceria.
"Clorita... anak dari divisi keuangan?"
Flynn mengangguk. "Aku tidak sabar menunggu nanti malam."
"Ih, dasar pria gatal." Suzanne menatap Flynn jijik.
"Gatal kenapa? Clorita masih sendiri dia bukan istri orang. Wek!" Flynn menjulurkan lidahnya pada Suzanne.
"Aku dan Debora akan mengikutimu, Flynn." Kata Suzanne seolah dia tidak ingin Flynn menikmati makan malamnya bersama Clorita.
"Tidak! Tidak! Aku tidak mau makan malamku diganggu!" Pekik Flynn di telinga Suzanne hingga Suzanne merasa gendang telinganya pecah.
***
Kamu lagi apa?
Pesan itu dari Julian. Pria yang saat ini sedang berbaring di atas ranjang Nilaa. Dia mengirimi pesan pada Nilaa yang sedang berbaring di atas lantai.
Tolong ke kamar. Aku pegal.
Arghhhh!
Nilaa mendatangi satu-satunya kamar di apartemennya. Dia membuka pintu kamar dan melihat Julian terlentang dengan hanya menggunakan celana dalam. Nilaa berjengit kaget. Dia tidak bisa mengendalikan tatapan matanya.
Julian tersenyum pada Nilaa yang melihatnya terlentang hanya dengan mengenakan celana dalam itu.
Nilaa menutup kembali pintu kamar apartemennya. "Sialan!" gerutunya.
Nilaa jauh lebih suka melihat Arthur yang telanjang dibandingkan Julian meskipun untuk saat ini dia masih membenci Arthur karena pria itu hanya memanfaatkannya demi Elena. Ah, tapi kenapa senyuman Julian susah dilenyapkan dari pikirannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Boss and Secretary (Adult 21+)
Romansa"Well, aku tahu kamu membenciku, Nilaa." Julian mendekati Nilaa. "Aku tahu keinginanmu untuk resign dari kantor. Mungkin kalau hutangmu lunas kamu akan resign dari kantor." Dahi Nilaa mengernyit. "Hutang?" "Kamu memiliki hutang atas nama ayahmu...