Siapapun, tolong tanya keadaan Reyhan saat ini. Ia tidak tahu amalan baik apa yang sudah ia lakukan kemarin sampai membuat Tuhan bermurah hati mengizinkannya merasakan bahagia selepas ini. Untuk pertama kalinya dalam hidup Reyhan, ia bisa merasakan dikasihi layaknya keluarga. Apa benar, doanya kemarin diijabah oleh yang maha kuasa?
"Terimakasih, Mang," ucap Anin seraya menyambut sebuah benda tabung dari pria yang baru saja tiba di sana. Setelahnya mempersilakan pria itu untuk kembali ke tempatnya.
Tak luput dari pandangan Reyhan bagaimana tatapan khawatir orang-orang yang masih ada di sana. Termasuk Elang, yang kedatangannya dengan membawa segelas air sukses membuat perutnya seperti tergelitik kesenangan. Meski sang fisik harus dikorbankan terlebih dahulu, sepertinya Reyhan tidak keberatan.
"Biar mbak aja, Nin. Kamu sama Daffa bersih-bersih, gih. Udah mau azan maghrib," ujar Cantika tiba-tiba yang sedikit cemas karena sang adik ipar terlihat kesusahan. Wajar saja, kandungan Anin memang sudah terlihat semakin membesar. Tentu itu memengaruhi pergerakannya.
"Iya, bener. Daffa, bawa istrinya istirahat sana ke kamar, Dika juga sekalian bersih-bersih. Sholat. Nanti abis itu ke sini lagi," sahut Argadana. Lalu menjatuhkan tatap pada Reyhan yang masih duduk bersandar di sofa. "Kamu nggak apa-apa ditinggal? Apa mau diantar ke kamar dulu?"
Reyhan yang notabennya tidak suka menyusahkan spontan geleng kepala. Lengkap dengan senyum lebar yang terpatri. Sungguh, hati Reyhan berbunga-bunga sekali saat ini. "Aman, Eyang. Kan ada bunda. Nanti pas enakan kan bisa ke kamar sendiri, nyusul sholat."
"Ya udah kalau gitu Eyang tinggal dulu." Argadana pun berdiri, dibantu sang istri yang entah kenapa hanya diam saja sejak tadi. Lebih banyak memerhatikan sang cucu, mungkin sedikit syok karena kejadian tadi. "Cantika, kalau ada apa-apa panggil bibi atau mang Didi di depan. Jangan sungkan."
Ternyata, hari ini keberuntungan bukan hanya berpihak pada Reyhan, sebab ternyata Cantika sendiri sudah tersipu di tempat. Ini adalah kali pertama Argadana berbicara dengan nada rendah padanya.
Dengan senyum tipisnya, Cantika pun mengangguk. "Nggih, Pi," jawabnya singkat sebab tak tahu harus mengatakan apa lagi.
"Dijaga, loh, Om, mas Rey-nya. Jangan galak-galak!" seru Dika tiba-tiba tepat di samping Elang yang masih diam. Sebelum akhirnya berlari menyusul langkah yang lebih tua.
Daffa spontan mengulum senyum kala melihat aura masam Elang yang seolah tak terima. Pria itu tidak tahu saja jika dalam diri Dika terdapat watak 'tukang ledek' yang telah Daffa turunkan sebaik mungkin.
"Ya sudah kalau gitu. Aku sama mas Daffa pamit ibadah bentar, ya, Mbak. Nanti begitu selesai kita ke sini lagi," ujar Anin lembut. Kini tangannya beralih mengusap pucuk kepala sang keponakan. "Mama tinggal bentar, ya."
"Mama kalau capek istirahat aja. Rey paling bentar aja ini," katanya diselingi batuk-batuk kecil. Melihat itu, Cantika lekas mempercepat gerakannya untuk menyatukan corong pada bibir tabung.
"Iya, mama percaya. Reyhan 'kan kuat. Nggak mau ke rumah sakit lagi 'kan, Nak?"
Ragu-ragu, Reyhan mengangguk. "I-iya, Ma."
Setelahnya, pasutri itu pun ikut beranjak dari sana. Menyisakan Cantika, Elang dan Reyhan yang masih diam di tempat. Canggung, tentu. Sebab biasanya, keberadaan mereka bertiga selalu berlandaskan perseteruan.
Sebelum memberi tindakan, Cantika terlebih dahulu meneliti benda di tangan. Membaca petunjuk yang tertulis di sana lalu kemudian dengan ragu mengguncang konstan benda itu. Merasa cukup, ia pun mulai menarik tengkuk Reyhan agar lebih tegak.
"Buka mulutnya, hirup pelan-pelan," titahnya kemudian masih dengan nada lembut seperti saat Reyhan sakit biasanya.
Reyhan pun dengan patuh mengikuti bimbingan sang ibunda. Ketika corong oksigen itu menempel dan isinya disemprot, lega langsung menghampiri pernapasan. Remaja pias itu pun terpejam, saking terbuainya. Masih mencoba menetralkan ritme di dada, Reyhan tak sadar jika tubuhnya semakin rileks dan melemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
BoKem
Teen Fiction#Sicklit #Teenfiction #Jay (Disarankan membaca Niskala terlebih dahulu) "Mereka menyebutku bocah kematian. Padahal aku hanya melakukan hal gila untuk menyamarkan lukaku." -Reyhan Pradipta Wicaksono- Most Impressive Ranking: 🏅2 in •Angst• [4/7/2024]...