"Aku harap kamu berhasil bujuk orangtuamu untuk menyetujui perpisahan kita, Mas. Jangan ditunda lagi, aku minta tolong."
Sebuah helaan kasar keluar dari celah bibir kering Elang. Memandang permukaan layar gawai lekat-lekat untuk kemudian dibiarkan menggelap begitu saja. Tak berniat memberikan jawaban, bahkan sampai ada pesan lagi yang timbul di papan notifikasi.
''Barusan Dokter bilang, tulang rusuk Reyhan patah, dan kali ini cukup parah. Daffa tau dan dia bilang ke aku bakal bawa ke jalur hukum kalau sampai kamu lukain anak itu lagi.''
"Shit!"
Ada suara benda jatuh ketika dengan sengaja Elang banting ponsel pintar itu ke permukaan meja. Rahang tegasnya terlihat makin kentara. Menimbulkan semburat merah di sekitar wajah. Siapapun yang melihat juga tahu, pria itu tengah berusaha meluaskan amarahnya.
"Permisi, Pak. Saya ing——"
"KELUAR!"
"Ah, baik. Permisi, Pak."
Seorang gadis yang baru dilantik sebagai sekertaris itu lantas putar arah. Merasa takut dengan kemarahan atasan barunya. Beberapa hari bekerja sama dengan pria itu membuatnya sadar, bahwa sifat Elang dan Daffa —CEO perusahaan sangat jauh berbeda.
"ARGH!"
Beberapa kertas dan alat tulis spontan jatuh berserak di lantai. Elang mengacak rambut frustrasi. Lelah menghadapi kacau yang setia mengganggu hati. Elang bingung, entah bagaimana caranya ia berkata ampun pada semesta. Sebab Elang rasa, semakin lama, jalan hidupnya kian mengecewakan.
Padahal, bukan kehidupan seperti ini yang Elang inginkan. Duduk menjadi karyawan, bergulat dengan berkas-berkas di bawah naungan adik sendiri. Bukan, bukan ini jalan hidup yang Elang pinta pada Tuhan. Ia masih ingat dulu, saat dimana ia bersikukuh pada Argadana untuk kuliah jurusan teknik. Elang ingin jadi pemrogram handal. Bukan budak kantor seperti ini.
Namun, karena suatu hal, dalam sekejab mata ia kehilangan segalanya. Bukan hanya cita-cita dan keluarga. Elang bahkan kehilangan hampir dari seluruh kebahagiaannya. Hobinya, mimpinya, cintanya, semua lenyap, berubah menjadi penyesalan yang setiap hari selalu ia ratapi.
Masih lekat dalam ingatan, dulu ia adalah seorang bintang kampus yang selalu dipuja-puja. Tak hanya itu, di rumah ia juga menjadi sulung kebanggaan Argadana. Begitu indah. Elang bahkan pernah berpikir bahwa di masa depan ia akan menjadi seorang pemrogram hebat dan memiliki keluarga indah seperti keluarga sang ayah.
Namun, siapa yang menyangka akhirnya jadi seperti ini? Ketidaksengajaan menyetubuhi seorang gadis berengsek membuatnya mau tak mau harus menelan kenyataan pahit. Elang kehilangan kepercayaan keluarganya. Elang kehilangan seluruh nikmat hidupnya. Dan yang paling menyakitkan, Elang kehilangan salah satu adik yang sangat ia sayang.
Rasa tak terima yang hadir pun lantas merubah diri seorang Elang. Perlahan, monster kecil yang bersarang dalam dirinya tumbuh mengganas. Menciptakan Elang yang kasar dan tempramental. Melakukan hal-hal yang dulu sangat Argadana larang sebagai ungkapan kekecewaan. Andai orang-orang tahu, dulu Elang tak sejahat itu. Ia hanya berubah oleh keadaan.
Entah harus berapa kali Elang jelaskan pada semua orang, bahwa Cantika dulu tidak sepolos yang dilihat oleh orang-orang. Gadis itu jahat, manipulatif. Rasa obsesi yang bersarang di hatinya mampu memperosokkan mereka di jurang yang sama. Andai orang-orang tahu, dahulu Elang memang suka mencumbu banyak gadis. Namun untuk urusan hubungan seksual, Cantika adalah yang pertama. Semua itu terjadi secara tiba-tiba. Pun karena Cantika yang memaksa dengan rayuan gilanya.
Seperti kata pepatah. Namanya laki-laki. Jangankan daging segar, bahkan bangkai sekalipun akan dengan senang hati mereka santap.
"Harusnya lo seneng jalang itu minta cerai, Lang ...," monolog pria itu pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BoKem
Teen Fiction#Sicklit #Teenfiction #Jay (Disarankan membaca Niskala terlebih dahulu) "Mereka menyebutku bocah kematian. Padahal aku hanya melakukan hal gila untuk menyamarkan lukaku." -Reyhan Pradipta Wicaksono- Most Impressive Ranking: 🏅2 in •Angst• [4/7/2024]...